BAB 6

Drama Completed 215

“Mengapa orang-orang banyak berebut senja, Zulfekar ? hampir setiap cerita senja selalu menjadi bagiannya, bukan?” tanya Lilian.

“Kerana senja selalu menawarkan perenungan, mungkin.”

“Kalau begitu, senja boleh dikatakan penawar?”

“Mungkin.”

Zulfekar dan Lilian duduk berseberangan, terbatas oleh meja kayu yang diatasnya berdiri sebuah lilin merah yang kian mengecil. Nyala apinya kian terang dan menari-nari.

“Untuk yang terakhir, mengapa kamu benci senja?” tutur Zulfekar .

“Kerana orang-orang begitu banyak menyukainya. Sedangkan keindahanya telah dimiliki orang banyak. Berbeda dengan lilin yang boleh dinikmati sendiri, atau berdua”

“Dan, kenapa kamu mencintai?” tanya Lilian.

“Kerana banyak orang yang membencimu. Mereka pikir tidak akan mendapat sesuatupun dari mencintaimu. Hanya tiga batang lilin yang tersisa dari waktumu, bukan ?, maka mereka pikir terlalu cepat.” Jawab Zulfekar .

Lilian kemudian beranjak dan berdiri seolah-olah mematung. Matanya menatap lilin kecil itu dalam-dalam.

“Setelah ini apa?” tuturnya.

“Aku akan mengantar, sampai terakhir. Sampai angin meniup habis api kecil, sampai waktu telah datang menjemputmu.” Ujar Zulfekar .

Tubuh Lilian tampak lebih pucat dan terang. Begitu terang seperti nyala lilin yang begitu banyak pada diri seseorang. Pandangannya tampak sayu, matanya kian berkaca-kaca. Lantas ia terus menatap.

“Baiklah, satu dari tiga puluh mimpi Einstein. Hidup pada keadaan ini. Dengan lilin dan kesenangan lain. Denganmu, Zulfekar . Terima kasih.”

Zulfekar sama sekali tak beranjak, melihat Lilian kala itu, sama saja dengan mengulang segala cerita dalam api-api lilin kecil. Berbaur dengan malam, menyelinap dalam pekat, lalu menengok. Lilian telah lepas, sepenuhnya telah hilang. Satu dari tiga puluh mimpi telah selesai bagi Lilian. Hanya tersisa kenangan dan bekas nyala lilin yang juga mati dihembus angin.

Jadi, untuk Zulfekar . Ia adalah lelaki yang ditinggal pada sebuah keadaan. Sebuah mimpi dari tiga puluh mimpi Einstein terkait waktu. Terkait kematian yang telah tertera jelas sejak awal. Zulfekar bukan lagi khawatir tentang kapan harusnya ia datang. Lebih tepatnya ia berpikir bagaimana harus meninggalkan dan apa saja yang harus dilakukan setelah ditinggal. Lilian.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience