Bagai Halilintar

Short Story Completed 1915

#Berbagi_Suami Part 14
Author : Ersu Ruang Sunyi

BAGAI HALILINTAR

Aku tertegun di saat ponselku di sambar oleh Mas Ilham, matanya terbelelak saat membuka isi chat dari Alex.

"Apa maksud Alex meminta maaf sama kamu?" tanya Mas Ilham pelan.

"Em ... Yang mana Mas?" tanyaku.

Mas Ilham memperlihatkan layar ponselku. Deg ... Ternyata chat dari Ilham sebelumnya sudah di hapus sebelum aku tidur, jadi cuma satu chat barusan dari Alex, nada bicara Mas Ilham pun berubah pelan, dan kucoba menjelaskan, agar Mas Ilham tidak salah paham.

"Oh ... Itu, mungkin karena kemarin, mungkin karena acara dia di rumah Umi, aku jadi ikut sibuk, mungkin minta maaf karena itu," jelasku, lagian aku pun tidak mungkin mengatakan ke Mas Ilham, jika Alex berkata jika ia mencintaiku di hadapan semua orang.

***

Aku menemani Sakila ke Dokter, selalu kuyakinkan agar Sakila mempertahankan janinnya, namun Sakila bersikeras ingin mengugurkan kandungannya.

Keluar dari ruangan Dokter dengan memasang raut wajah kesal, Sakila tak mau bicara padaku karena keinginannya selalu aku halangi.

"Aku gak mau melahirkan bayi yang cacat!" pekik Sakila.

"Dinda, ALLAH memberikan kepercayaan agar kita merawat janin ini," kataku sambil menyentuh perut Sakila.

"Tapi Yunda, apa gak malu jika harus punya bayi yang gak sempurna, apa kata orang-orang nanti?" Ucap Sakila.

"Biar aku yang merawat bayi ini, jika kamu malu, bilang aja ke orang-orang jika itu bayi dan anakku," jawabku dengan wajah yang berkaca-kaca.

Aku dan Sakila pulang, setelah selesai tahap pemeriksaan. Mas Ilham terlihat tidak setuju saat kukatakan jika bayi yang akan di lahirkan oleh Sakila aku yang akan merawatnya.

"Tidak sayang, Mas tidak mau anak itu ada di rumah ini, pokoknya Mas tidak mau memiliki anak yang cacat!" seru Mas Ilham dengan nada tingginya."

"Sama aku juga tidak mau, lagian kan setelah anak ini di buang, nanti bisa hamil lagi," sela Sakila.

"Apa? Anak yang di kandung Sakila cacat?" teriak Ibunda Sakila.

Kenapa Ibunda Sakila tiba-tiba ada di depan pintu yang tadi belum sempat kututup. Ok Ibunda Sakila, sangat syok ketika mengetahui jika calon cucunya memiliki kekurangan.
Sakila di tungtut untuk aborsi oleh ibundanya juga. Konyol banget, apa hati nuraninya sudah pada mati? dengan gampangnya berpikir untuk membuang janin yang telah lama di nanti.

Aku meminta dan memohon, biar aku yang membesarkan anak itu nanti setelah di lahirkan.

***

Risa ada pertunjukan teater dan aku pun ingin datang, aku ijin sama Mas Ilham, untuk menghadiri teater tersebut. Aku berangkat dengan naik taksi karena mobil yang satu di pakai Mas Ilham, dan yang biasa kugunakan di pakai sama Sakila.

Kulihat Ibuku sedang merapihkan riasan Risa, teater pun di mulai, aku duduk dekat ibuku.
Kulihat di bangku paling depan pundak seseorang yang kukenal sambil fokus dengan kameranya; Alex.

Selsai pertunjukan Risa menghampiri Alex. Aku pura-pura tidak melihatnya ini jauh lebih baik, jika aku pura-pura tidak tahu, aku pun ijin ke Umi untuk beli air minum untuk menghindari bertemu Alex.

Ngantri ... Rame banget mungkin karena ada acara.

"Jambret!" teriakku, yang tengah akan membayar minumam.

Seperti kilat dompetku seketika dibawa lari oleh penjambret berambut ikal. Beberapa orang mengejar jambret tersebut.

Sudahlah jambret itu telah lari secepat kilat, aku menaruh minuman yang telah kuambil karena tidak ada uang untuk membayar.

"Bu, tidak jadi ya, dompet saya nya di jambret," ucapku.

"Aku saja yang bayar."

Kulirik seseorang yang menyodorkan uang pecahan seratus ribu; Alex.

Bagaimana bisa dia selalu muncul di saat aku kesulitan.

"Kamu, kok kamu ada di sini?" tanyaku pura-pura tidak tahu kalau Alex ada di situ.

"Kak ... kak Alex!" seru Risa menghampiri.

Kutatap Risa, kenapa ia langsung menyapa Alex dengan wajah berseri model begitu.

"Risa, penampilanmu tuh luar biasa," puji Alex.

"Nak Alex, kok ada di sini?" tanya ibuku. Yang tidak ngeh jika sudah ada dari awal pertunjukan Risa.

"Aku yang minta kak Alex untuk mendokumentasikan acara ini Umi," sela Risa.

Ah, lagian Risa ngapain coba, minta tolong sama Alex? aku juga kan bisa kalau cuma mem-videokan begitu aja mah, gampang cuma ngamera doang.

Umi menarik Risa agak jauh, dan berbisik sama Risa gak tahu apa yang di katakan.

Lalu Alex, membayar minumanku, aku juga harus segera lapor kehilangan, karena di dompet ada KTP dan beberapa kartu ATM di dalamnya, aku juga harus ke Bank untuk memblokir kartu ATM tersebut, sebelum jambret itu menggasak isinya.

Aku bilang sama ibuku jika tadi dompetku di jambret, aku juga mau pinjam uang sama Umi buat naik taksi dan buat bikin laporan ke kantor polisi.

Namun Alex dengan sigap menawarkan diri untuk mengantarku. Aku menggelengkan kepala, dan ibuku pun memberi kode agar aku tidak pergi dengan Alex. Ya, mungkin ibu masih ingat kejadian waktu di rumah, di saat Alex mengakui jika ia mencintaiku.

Alex pun meminta ijin sama ibuku, agar ia bisa mengantarku membuat surat laporan kejambretan ke kantor polisi, dan ke Bank untuk memblokir kartu ATM nya. Ibu terlihat serba salah di saat Alex meminta ijin agar ia mengantarku.

***

Aku dan Alex keluar dari kantor polisi setelah membuat laporan kejambretan, menuju parkiran. Sebelum naik mobil aku membuka tas dan melihat ponsel, tapi ternyata ponselnya ngdrop, tadinya aku mau mengabari Mas Ilham, jika pulang ku telat karena mengurusi ini. Dan ketika masuk ke mobil Alex pun, ternyata charger nya sama handphoneku beda, jika aku pinjam handphone Alex untuk ngabarin Mas Ilham, aku juga tidak hapal nomornya.

"Gimana luka di tangannya sudah baikan?" tanya Alex.

"Alhamdulilah sudah gak begitu sakit," jawabku.

Takut Bank keburu tutup karena hari sudah sore, aku bergegas masuk ke Bank, dan melaporkan atas kartu ATM yang di jambret. Dan meminta untuk memblokirnya. Alex masuk menghampiri setelah memarkir mobilnya. Setelah semua beres, aku keluar menuju parkiran.

"Davira!"

Suara itu teramat sangat jelas kukenal; Mas Ilham.

"Yank." Aku spontan menengok ke arah tersebut.

"Oh jadi begini? ijinnya mau ke acara Risa, tahunya jalan sama laki-laki lain!" hardik Mas Ilham.

Beberapa orang melihat ke arah kami.

"Yank, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan, tad ...."

"Masih mau mengelak? kamu sudah benar-benar keterlaluan ya Davira! Kamu berselingkuh di saat suami sedang kerja. Pokoknya kamu, aku talak 3!"

Suara itu benar-benar menyambarku, aku terhuyung menuju Mas Ilham. Aku bersimpuh di kakinya. Kali ini tubuhku benar-benar tidak bertulang. Lunglai, Mas Ilham mundur dari tempatnya berdiri, sedangkan Alex menghampiriku yang terduduk.

"Yank, kenapa kamu berkata seperti itu? ucapan kamu itu sangat di benci ALLAH," isakku, yang tak di hiraukan Mas Ilham.

"Pokoknya mulai detik ini, kamu bukan istriku lagi!" hardiknya.

Pandanganku membayang, memudar dan kabur.

***

Samar, terdengar suara Abi dan Umi, mataku terjaga.

"Kak ... kakak sudah siuman!" tanya Risa.

Aku masih berasa mimpi ketika sedikit demi sedikit kukumpulkan sebagian ingatanku.
Airmataku mengalir bagai anak-anak sungai. Seketika Risa merangkulku.

'Nak Ilham, apa maksud Nak Ilham berkata seperti itu? Nak Ilham tahu apa dampak dari perkataan nak Ilham itu?}

terdengar suara Ayah samar dari ruang tengah, aku keluar dari kamar Risa, kulihat Ayah yang tengah memegang handphone di telinganya. Ibuku memaku, sedangkan ada satu sosok mahluk yang tertunduk lesu; Alex.

"Umi, Abi!" seruku.

Umi beranjak dari duduknya, dan menghampiri lalu memelukku, tangisku pecah. Ayahku menutup telponnya.

"Maafkan saya Om, karena suami Davira salah paham sama saya, sampai seperti ini," kata Alex, denganan raut wajah menyesal.

***

Sudah 3 minggu aku tidak keluar kamar, untuk makan pun aku selalu di paksa makan oleh Umi dan Risa, dan di bawakan ke dalam kamar, tak pernah lagi kutatap biru langit, ataupun senja di saat petang tiba, semua itu tak ingin kulihat saat ini.

Entah sudah berapa ember airmata yang jatuh dari kedua bola mataku, entah sudah berapa ribu kali menangis tanpa isak. Aku tak ingin keluar kamar dan bertemu dengan siapapun.

"Nak, makanlah walau sedikit. Jangan menyiksa diri kamu sendiri, dari kemarin kamu tida makan," bujuk ibu lirih.

Aku tetap tidak bergeming dari bantal dan guling, dan bad cover yang menutupi seluruh tubuh.

Airmata ini entah sampai kapan akan mengering, setiap kali ingat dengan perkataan Mas Ilham, maka airmata ku dengan deras mengalir.

Ibuku, membelai lembut kepalaku.

"Sudah ... jangan bersedih lagi, lupakan apa yang telah terjadi, karena skenario hidup ALLAH yang ngatur ..," bisik ibu lirih "Dan mungkin ini pun jalan yang terbaik untukmu," sambung ibuku. Yang semakin menciptakan bulir-bulir bening yang terus menetes.

***

Sudah satu bulan setengah aku tidak keluar kamar, sampai Risa membawa kabar jika Sakila sudah mengaborsi kandungannya.

Bertambah lagi kesedihanku pun setelah mendengar itu. Tidak terbayangkan betapa laknatnya mereka yang sudah membunuh janin tersebut.

Ting.

Terdengar suara notif dari handphone, hmm ... Bukan handphoneku, setelah kejadian itu aku tak lagi buka handphone.

Risa membuka handponenya yang ia keluarkan dari saku bajunya.

"Kak, kak Alex nanyain kakak, balas jangan?" tanya Risa.

Aku tak menjawab pertanyaan Risa, aku kembali menarik bad cover dan bantal.

"Kak, mau sampai kapan kakak seperti ini? Kakak menyiksa diri sendiri demi orang yang tidak peduli sama kakak!" seru Risa.

Aku ini mungkin terlalu bodoh dengan perasaan yang teramat dalam sama Mas Ilham, yang kini telah berubah drastis. Ia tak lagi menyayangiku, bahkan ia telah menalak 3, itu ucapan yang tidak bisa ia tarik kembali. Bagaimana bisa orang yang sangat aku cintai menalak 3 tanpa pemikiran yang di pertimbangkan.

Terus aku ini apa? Hanya secuil tissue yang terbuang, atau sebutir pasir yang terbawa angin dari Padang pasir ke gurun tak berpenghuni.
Hatiku kini benar-benar hancur tak tergambarkan.

***

Di bulan kedua, aku masih meratapi nasib yang terjeda. Memintal kesetiaan yang pernah terjaga lalu kini sirna.

Setatus baruku, kini harus aku sandang di pundak. Apa bagusnya dengan setatus baru ini yang bahkan sebagian orang mencela setatus sepertiku ini.

"Kak, ada kak Alex mau bertemu," ucap Risa yang memberitahu.

Tak kuhiraukan.

"Kak! Kak Alex sudah berapa ratus kali datang kesini ingin bertemu kak Davira! Kakak jangan seperti inii dong! kasian Umi dan Abi!" pekik Risa.

Alex pulang tanpa bisa bertemu denganku. Dan kamar kukunci dari dalam, agar tak ada yang bisa masuk ke kamarku, Risa dan Umi sekalipun.

Kembali pipi ini menjadi anak sungai yang tak bermuara. Kembali tertidur di bawah bantal yang menutupi kepala.

"Dav ... buka Davira, ini Mas."

Suara itu membuat mata sembabku berbinar.

"Mimpi lagi," gumamku.

Suara itu lagi-lagi terdengar, suara Mas Ilham yang terus menerus memanggil dan menggedor pintu kamarku.

"Davira, buka pintunya sayang. Maafkan Mas, Mas benar-benar menyesal," ucapnya yang terdengar lebih jelas.

"Apa-apaan yang kamu lakukan!" pekik Ayahku terdengar keras.

Aku bangun menuju pintu dengan tangan dan kaki yang gemetar. Kubuka perlahan, dan kulihat laki-laki yang sangat kucintai berdiri di depanku. Ia memelukku sangat erat.

"Lepaskan!" bentak ayahku. "Kamu juga Davira, kenapa keluar kamar dalam keadaan seperti ini, kemana Khimar kamu!" pekik ayah kian kencang.

Aku tak sadar keluar kamar dengan wajah yang kusut dan rambut yang acak-acakan.

Bayangkan selama dua bulan tak pernah menyisir rambut, setiap kali habis mandi dan keramas kubiarkan rambutku tanpa di sisir. Mas Ilham masih mendekapku erat, begitupun denganku yang membalas pelukannya lebih erat.

"Maafkan Mas sayang, ayo kembali ke rumah kita, Mas tahu kamu tidak salah, Alex sudah menjelaskan kesalah pahaman ini sama Mas, ayo kita pulang," ajaknya

"Mas, benar kamu maafin aku?" tanyaku lirih.

"Ilham! lepaskan anak Abi!" teriak ayah "kalian bukan muhrim, dan ingat Ilham apa yang telah kamu ucapkan tempo hari, tentang talak 3. Tidak ada toleransi buat seorang suami yang telah menalak 3 istrinya untuk rujuk kembali, terkecuali dari keduanya menikah dulu dengan orang lain," lanjut terang Ayah.

Bersambung

Ruang Sunyi, 18-02-20

#Fiksi #Berbagi_Suami_Part14 #ErsuRuangSunyi

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience