Series
18
Malam di mansion Valleria begitu sunyi hingga terdengar seperti menahan napas.
Aurora baru saja selesai mandi ketika suara [DING] dari sistem memecah keheningan.
[Misi Utama Tahap 1 Terbuka]
“Uji Kelayakan Darah Valleria.”
• Hadiah: aktivasi skill pasif “Battle Instinct Lv.1”
• Risiko: cedera fisik tingkat sedang
• Catatan: Tes akan dilaksanakan dalam 10 menit.
Aurora berhenti memasang kaus kaki.
“Ujian? Sekarang?”
[Ya.]
Aurora tersenyum kecil.
“Ayah memang tidak pernah main halus.”
Arena Bawah Tanah
Ketika Aurora turun ke lantai bawah mansion, Adrian sudah berdiri menunggunya di depan pintu baja tebal yang tidak terlihat seperti bagian rumah biasa.
“Maaf mendadak,” kata Adrian, meski suaranya sama sekali tidak terdengar menyesal. “Tapi aku ingin melihat sendiri sejauh mana anakku berkembang.”
Aurora mendekat tanpa ragu. “Ayah ingin melihat apakah aku cukup kuat untuk bertahan, begitu?”
Adrian tersenyum tipis. “Untuk bertahan… dan untuk hidup.”
Dengan satu sentuhan, pintu baja retak terbuka.
Di baliknya terdapat ruangan luas berbentuk lingkaran—arena pelatihan rahasia, diterangi lampu putih dingin, lantai dari material anti peluru, dan beberapa bayangan berdiri dengan wajah tertutup masker.
“Apa ini kelompok bayangan?” tanya Aurora.
Adrian mengangguk. “Mereka penilai. Rekan. Pengamat. Sekaligus… penghalang pertamamu.”
Lalu ia menatap putrinya dalam-dalam.
“Kalau kau ingin hidup sebagai Valleria, kau harus berani menerima tantangan apa pun.”
Aurora menarik napas panjang.
“Baik,” ucapnya mantap.
“Tunjukkan ujianku.”
Pertarungan Pertama
Begitu Aurora melangkah masuk, pintu baja menutup otomatis.
Satu anggota bayangan maju ke tengah arena. Tubuhnya tinggi, matanya terlihat tajam meski tertutup masker.
“Sasaran: Aurora Valleria.”
“Syarat lulus: Bertahan selama 8 menit.”
“Aturan: Dilarang menggunakan senjata tajam. Serangan fatal otomatis dihentikan.”
Aurora mengangkat dagu. “Mulai saja.”
[DING]
[Buff Sementara Aktif: Focus]
Kecepatan reaksi meningkat 12%.
Pria bertopeng maju secepat kilat.
Aurora menunduk, memutar tubuh, menghindari pukulan pertama.
Bagus, pikirnya.
Tubuh barunya lebih responsif daripada tubuh lamanya.
Serangan kedua datang—tendangan tinggi.
Aurora menangkis dengan lengan dan terhempas setengah langkah.
Impact-nya keras.
Tulang tangannya bergetar.
Tapi ia tersenyum.
“Serius juga kau.”
Pria itu menyerang lagi. Kali ini Aurora membaca gerakannya, memutar pinggang, lalu menendang ringan dada pria itu.
Bukan pukulan kuat. Tapi cukup untuk membuatnya bergeser.
Anggota bayangan itu terdengar mengerang kecil.
“Menarik.”
[DING]
[Kemajuan Ujian: 32%.]
Gerakan Aurora semakin cepat—kombinasi refleks alami dari tubuh remaja bertalenta dan ingatan pertempuran dari kehidupan sebelumnya.
Waktu terus berjalan.
“Lima menit tersisa!” suara sistem memberitahu.
Aurora melesat maju.
Ia mengelak, menyerang balik, melompat, mendarat tanpa suara.
Rambutnya berayun liar tapi wajahnya tetap tenang.
Dan untuk pertama kalinya, penyerangnya terdorong mundur.
Pengamat Gelap
Di luar arena, Adrian memperhatikan seolah mengamati fenomena langka.
“Anak yang hilang selama bertahun-tahun,” gumamnya pelan, “tapi darah Valleria yang mengalir… tetap tidak bisa disembunyikan.”
Leon—yang entah sejak kapan berdiri di sampingnya—memasukkan tangan ke saku.
“Dia cepat beradaptasi.”
Nada suaranya tidak lagi meremehkan, tapi penuh rasa ingin tahu.
Adrian melirik sepupunya itu. “Kau terdengar terkesan.”
“Lebih tepatnya… penasaran.” Leon menyeringai tipis.
“Gadis itu seolah baru lahir dua kali.”
Adrian menatapnya dingin. “Jangan sentuh dia sembarangan.”
Leon tertawa. “Kenapa? Dia istimewa?”
“Dia putriku,” jawab Adrian.
Nada itu tenang… tapi mengandung ancaman dingin.
Delapan Menit Terakhir
Aurora mulai kelelahan.
Napasnya berat.
Lengan kirinya memar.
Sudut bibirnya sedikit pecah.
Namun mata emasnya tetap fokus.
“Dua menit lagi,” bisik sistem.
Pria bertopeng berubah agresif.
Serangannya lebih cepat, lebih kuat.
Aurora terhuyung… tapi tidak jatuh.
Tidak lagi.
Kali ini aku tidak akan runtuh seperti dalam hidupku yang lalu.
Ia mengatur napas.
Lalu—
Ia menendang lutut pria itu, mengelak ke samping, dan menggunakan momentum tubuhnya untuk memukul tepat ke area rusuk.
Pria itu terkejut.
Dan untuk pertama kalinya, ia tersungkur.
[DING!]
[Ujian selesai. Waktu bertahan: 8 menit 41 detik.]
[Status: Lulus dengan nilai tinggi.]
[Hadiah: Skill Pasif “Battle Instinct Lv.1” telah terbuka.]
Aurora berdiri tegak, napas tersengal, tapi senyumnya muncul perlahan.
Pria bertopeng bangkit dan menunduk hormat.
“Selamat datang di dunia Valleria… Aurora.”
Pintu baja terbuka.
Adrian menunggu.
Tanpa sadar, Aurora merasa… hangat.
Bukan karena bangga, tapi karena tatapan sang ayah mengandung sesuatu yang tidak ada di kehidupannya sebelumnya—
pengakuan.
“Aurora,” ucap Adrian, “kau membuatku bangga.”
Aurora terdiam.
Dan untuk sesaat, ia seperti remaja enam belas tahun biasa yang baru menerima ucapan yang selalu ia idamkan.
Awal dari Kekuatan Baru
Malam itu, ketika Aurora kembali ke kamarnya, sistem menampilkan status baru.
Skill Pasif: Battle Instinct Lv.1
• Kemampuan membaca niat serangan lawan meningkat
• Kesadaran medan meningkat
• Aktivasi otomatis
Aurora memejamkan mata.
“Baiklah,” gumamnya.
“Langkah pertama selesai… masih ada dunia panjang yang harus kutaklukkan.”
Dan senyumnya…
pelan, tajam, dan berbahaya.
Share this novel