Bab 3:Jejak Penghianat Pertama

Drama Series 18

Investigasi Dimulai

Aurora duduk di ruang kerjanya, jari-jarinya mengetuk pelan meja kayu hitam. Map hitam pemberian Adrian masih tergeletak terbuka. Di dalamnya ada daftar aktivitas ilegal, rute transaksi, dan nama-nama yang mencurigakan.

Sistem tiba-tiba aktif.

> [Misi Sampingan Aktif:]
Temukan pengkhianat internal keluarga Valleria dalam 14 hari.]

Aurora menarik napas pelan.
“Mencari pengkhianat di keluarga mafia sebesar ini? Sistem benar-benar tak mau aku santai.”

Ia meraih buku kecil dan pena, lalu mulai mencatat beberapa nama yang paling mencurigakan.

Ketukan pelan terdengar.

Seorang pelayan masuk dengan kepala menunduk. “Lady Aurora, saya membawa laporan keuangan divisi timur seperti yang Anda minta.”

Aurora mengangguk tanpa melihat. “Letakkan di meja samping.”

Pelayan itu melangkah, tapi… tatapannya sempat mengintip map hitam di meja.
Aurora menangkapnya.

Menarik… pelayan tidak seharusnya berani melihat dokumen keluarga.

Begitu pria itu pergi, sistem berbunyi.

> [Peringatan Sistem:
Perubahan detak jantung terdeteksi pada subjek: Pelayan Rayner.]

Aurora menyeringai kecil.
“Aku baru mulai, tapi sudah ada yang gelisah.”

Ia menutup map dan berdiri. Kalau ia ingin informasi lebih, ia harus mengamati langsung.

Aurora keluar dari ruangannya, melintasi koridor panjang mansion. Semua orang menatapnya berbeda sekarang—bukan lagi gadis rapuh, melainkan putri mafia yang memancarkan wibawa baru.

Ketika ia menuju aula samping, suara berdehem terdengar.

“Aurora.”

Aurora berhenti. Adrian berdiri bersandar di pintu, lengan terlipat, menatapnya dengan senyum tipis yang sulit diartikan.

“Kau terlihat sibuk,” katanya.

“Sedikit,” jawab Aurora. “Ada yang harus kupastikan.”

Adrian menghampiri, langkahnya tenang namun berbahaya.
“Kalau kau butuh bantuan, katakan saja.”

Aurora menatapnya. “Kau menawarkan bantuan begitu mudah. Ada maksudnya?”

Adrian tersenyum kecil. “Tentu saja ada.”

Aurora memutar bola mata. “Kau terlalu transparan.”

Adrian mendekat.
“Bukan aku yang transparan… kau yang terlalu mudah menarik perhatianku sekarang.”

Aurora terdiam sesaat.
Pria ini… memang sulit ditebak.

“Aku akan bekerja sendiri dahulu,” kata Aurora. “Ini investigasi awal.”

Adrian tidak memaksa. “Jika begitu, aku tunggu laporanmu nanti.”

Aurora meninggalkan Adrian dan langsung menuju area gedung belakang—tempat para pelayan, penjaga, dan bawahan keluarga berkumpul. Ia ingin mencari tahu lebih dalam soal pelayan tadi.

Di ujung lorong, ia melihat sosok lelaki itu—Rayner—berbicara cepat dengan seseorang sambil menoleh kanan-kiri.

Aurora bersembunyi di balik lemari kayu besar.

Percakapan samar itu masuk jelas ke telinganya.

“—aku bilang dia berubah! Putri itu tidak seperti dulu!”
“Kau yakin dia curiga?”
“Aku tidak tahu… tapi tatapannya… berbeda.”

Aurora tersenyum perlahan.

Jadi kau memang punya rahasia.

Sistem berbunyi pelan.

> [Petunjuk Ditemukan:
Rayner tersambung dengan pihak luar.]

Aurora melangkah keluar dari persembunyian.

“Kalian sedang apa?”

Rayner dan temannya terkejut keras. Wajah mereka pucat seperti kertas.

“L-Lady Aurora… saya hanya—”

Aurora menatap mereka dingin.

“Sejak kapan pelayan boleh berdiskusi di area terlarang tanpa izin?”

Rayner menunduk gemetar. Yang satunya segera mundur.

Aurora mendekat, membiarkan aura barunya menekan mereka.

“Aku akan bertanya sekali.”

Ia berdiri tepat di depan Rayner.

“Apa yang kau sembunyikan dariku?”

Rayner menggigit bibir, menahan gugup.

Sebelum ia sempat menjawab, sebuah benda hitam kecil jatuh dari saku bajunya — alat penyadap.

Aurora menatap alat itu.

Rayner membeku.

Aurora tersenyum…
senyum yang jauh lebih tajam dari sebelumnya.

“Bagus.”
“Satu bukti sudah cukup untuk memulai.”

Misi baru muncul.

[Update Misi:
Rayner = tersangka tingkat 1.
Ikuti jejaknya untuk menemukan otak utama.]

Aurora menatap Rayner dengan dingin.

“Mulai sekarang, aku akan mengawasi setiap gerakanmu.”

Rayner gemetar hebat.

Aurora berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan dua pria itu dengan wajah sepucat bulan.

Permainan berburu pengkhianat… resmi dimulai.

Bayangan yang Menguntit

Setelah meninggalkan Rayner, Aurora berjalan menyusuri lorong belakang mansion dengan langkah tenang. Namun di dalam dadanya, adrenalin mengalir stabil—seperti predator yang baru mencium bau mangsanya.

Sistem berbunyi pelan, seolah berbisik hanya untuknya.

> [Peringatan:
Tingkat ancaman di sekitar Aurora meningkat 12%.]

Aurora tidak menoleh, tapi ia tahu…
Ada seseorang yang mengikutinya.
Langkah yang terlalu teratur, terlalu hati-hati untuk seorang pelayan biasa.

Ia pura-pura tidak menyadarinya dan terus berjalan menuju halaman samping mansion—area sepi yang jarang dilewati orang.

Begitu mencapai tikungan, Aurora berhenti.

“Aku tau kau mengikutiku,” katanya tanpa menoleh.

Beberapa detik hening.

Lalu dari balik bayangan pilar, seorang pria berjas hitam keluar. Badannya tinggi, wajahnya muda tapi dingin, dan sorot matanya tajam seperti pisau.

“Aku diberi tugas menjaga keamananmu,” katanya datar. “Bukan bermaksud mengintai.”

Aurora mendengus pelan.
“Kau? Menjagaku? Sejak kapan?”

Pria itu menunduk hormat.
“Nama saya Velion. Tuan Adrian yang memerintahkan saya.”

Aurora terdiam sejenak.

Adrian… jadi dia mulai menempatkan orang untuk mengawasinya? Atau untuk memastikannya tidak kabur?

Velion lanjut berbicara.
“Rayner dan rekannya sudah dipantau beberapa minggu ini. Kami menduga mereka terhubung dengan kelompok luar.”

“Kau tahu tapi tidak melapor?” tanya Aurora datar.

“Kami tidak punya bukti kuat,” Velion menjawab cepat. “Dan Tuan Adrian ingin melihat bagaimana Anda bertindak.”

Aurora langsung mengerti maksudnya.
Adrian ingin menguji kemampuan Aurora dalam situasi asli.
Dan sekarang, bukti itu sudah muncul sendiri — alat penyadap.

“Baik,” kata Aurora akhirnya. “Ikuti aku.”

Velion mengangguk dan berjalan setengah langkah di belakangnya.

Kembali ke ruangannya, Aurora melakukan analisis cepat.

Ia meletakkan alat penyadap itu di meja, kemudian menyalakan layar holografik kecil dari sistem—yang hanya bisa dilihat dirinya.

Sistem menampilkan garis merah mengarah pada data Rayner:
aktivitas harian, daftar kontak, dan kode komunikasi gelap.

> [Analisis Sistem:
Rayner = pion.
Target utama masih tersembunyi.]

“Tentu saja,” gumam Aurora. “Orang sepintar dia tidak akan bergerak sendiri.”

Velion berdiri di dekat dinding, diam dan waspada.

Aurora duduk di kursinya, mengetuk meja.
“Kau tahu sesuatu tentang siapa yang memerintahkan Rayner?”

Velion ragu sejenak. “Tidak banyak. Tapi sebelum ini, ada laporan bahwa beberapa dokumen rumah tangga hilang.”

“Dokumen apa?”

“Daftar pergerakan keluarga selama tiga bulan terakhir.”

Aurora langsung menyadari betapa seriusnya itu.

“Itu bukan tugas pelayan biasa.”

Velion mengangguk. “Benar. Karena itu kami curiga pengkhianatnya bukan hanya pelayan.”

Sistem berbunyi cepat.

[Update Investigasi:
Lingkaran pengkhianat = level internal menengah.]

Aurora menyandarkan tubuhnya ke kursi.
“Artinya… mereka berada lebih dekat daripada yang kita kira.”

Velion tampak hendak mengatakan sesuatu, namun pintu tiba-tiba diketuk keras.

Tok. Tok. Tok.

“Masuk,” kata Aurora tanpa bangkit.

Pintu terbuka, memperlihatkan Adrian.
Sosoknya selalu tampak berkelas dengan setelan hitam, aura dingin, dan mata perak yang langsung menyapu ruangan.

Saat tatapannya berhenti pada Velion, wajah Adrian mengeras sedikit.
“Aku tidak memanggilmu, Velion.”

Velion menunduk hormat. “Saya hanya mengikuti perintah Anda—untuk menjaga Lady Aurora.”

“Aku bilang lindungi dari jauh,” koreksi Adrian dingin.
“Tidak berarti kau lengket seperti bayangan.”

Velion mengangguk dalam-dalam. “Saya mengerti.”
Lalu ia mundur keluar dari ruangan.

Begitu pintu menutup, Adrian menatap Aurora.

“Kau menemukan sesuatu.”

Aurora bersandar santai pada kursi.
“Rayner membawa alat penyadap. Dan dia tidak bekerja sendirian.”

Wajah Adrian tetap tenang, namun matanya berubah tajam.
“Bagus.”

Ia mendekat, mengambil alat penyadap itu, menelitinya.
“Kau membuat mereka terpojok dalam waktu kurang dari sehari. Mengagumkan.”

Aurora menaikkan alis.
“Kau biasanya pelit pujian.”

“Aku hanya memuji jika layak.”
Adrian menatapnya lama.
“Dan kau… sangat layak.”

Aurora memalingkan tatapan sebentar.
Pria ini… terlalu intens jika menatap.

“Aku perlu akses ke beberapa lokasi internal,” kata Aurora.
“Gudang kedua, ruang arsip lama, dan area pelatihan barat.”

Adrian tidak bertanya alasan apa pun.
Ia hanya mengambil ponsel dan memberi instruksi cepat.

“Semua area itu sekarang menjadi aksesmu,” katanya.
“Dan jika ada yang menghalangimu, sebut saja namaku.”

Aurora tersenyum tipis.
“Begitu mudah?”

Adrian mendekat satu langkah, jaraknya cukup untuk membuat jantung siapapun berdetak lebih cepat.

“Aurora…”
Suaranya rendah.
“Kau partnerku sekarang. Dan seorang partner harus kuberi kebebasan penuh.”

Aurora menatap pria itu tanpa gentar.

“Kalau begitu,” katanya pelan.
“Siapkan dirimu, Adrian. Karena ini baru permulaan.”

Adrian tersenyum—bahaya dan memikat.

“Aku menunggu kejutanmu berikutnya.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience