BAB 3 : Root Access

Thriller Series 9

Langit kota tetap kelabu seperti biasa. Tapi hari itu terasa lebih sunyi dari sebelumnya. Seakan-akan sesuatu tengah menunggu untuk pecah. Di tengah kesunyian yang menggerogoti ruang dan waktu, Zero duduk di depan komputernya. Layar-layar monitor menyorotkan cahaya biru ke wajah topengnya. Matanya menyala tajam di balik lensa yang terlapisi sensor pengenal panas.

Tak ada suara selain kipas pendingin yang berdengung keras. Malam tadi, seseorang masuk ke dalam jaringan privatnya. Tidak secara langsung, tapi cukup dekat untuk meninggalkan jejak.

Zero menyandarkan punggungnya. Ia menatap folder yang berkedip pelan di sudut layar. Tertulis: BlackFolder_87.

Ia ragu. Tangan kirinya menahan mouse, tapi tidak langsung mengklik. Sekali file itu dibuka, tidak ada jalan kembali.

Akhirnya, ia menyeret folder itu ke sistem virtual paling dalam. Enkripsi tiga lapis diaktifkan. Semua firewallnya dinaikkan ke level maksimum. Ketika folder itu dibuka, hanya satu file teks yang muncul.

Namanya: THE_SCRIPT.txt

Ia menghela napas panjang, lalu membuka file itu.

Kalimat pertama menghantamnya seperti palu godam.

“Kamu bukan bagian dari dunia ini. Kamu adalah hasil dari keputusan yang tidak pernah kamu buat.”

Zero membacanya dua kali. Mungkin tiga. Kalimat itu tidak hanya terasa asing, tapi seperti ditulis oleh seseorang yang tahu terlalu banyak.

Di bawahnya, ada daftar koordinat, nama perusahaan, dan satu kode unik: root.key.DENVER0831

Zero mengetik cepat. Ia lacak lokasi pertama. Sebuah markas perusahaan teknologi di pusat kota yang sudah lama ditutup karena kebangkrutan. Tapi ia tahu itu hanya kedok. Banyak organisasi bawah tanah menggunakan gedung tua seperti itu sebagai tempat menyembunyikan server atau melakukan eksperimen ilegal.

Ia tidak ingin bertindak gegabah. Tapi kata-kata dalam file itu terus mengganggunya.

“Kamu adalah hasil dari keputusan yang tidak pernah kamu buat.”

Zero berdiri. Ia membuka lemari kecil di belakang ruangan. Di dalamnya ada satu koper hitam. Ia membuka kunci kombinasi dan mengambil satu drone mini, USB scrambler, dan dua kartu identitas palsu.

“Kalau ini jebakan,” katanya, “aku akan menjebak balik.”

---

Gedung tua itu berdiri sendirian di tengah blok kosong. Catnya mengelupas. Dindingnya dipenuhi grafiti. Jendela-jendela lantai atas retak. Tapi anehnya, sistem keamanan di pintu masuk masih aktif.

Zero berdiri di gang seberang gedung. Ia menatap lewat teropong kecil yang terhubung ke drone di atas. Di layar, tampak satu jalur listrik aktif yang mengarah ke bawah tanah.

Ia bergerak cepat. Memakai jaket panjang, hoodie, dan topeng tambahan. Identitasnya sepenuhnya tersembunyi.

Begitu sampai di pintu masuk, ia mengeluarkan USB scrambler dan menancapkannya ke panel digital. Lampu sistem berkedip tiga kali, lalu mati. Pintu terbuka perlahan dengan suara denting logam.

Di dalam, udara lembap. Bau karat dan oli menyesakkan. Ia turun ke lantai bawah, melewati tangga sempit dan koridor sempit yang dipenuhi kabel tergantung dari langit-langit.

Tiba-tiba, di ujung lorong, satu layar menyala. Di atasnya muncul tulisan besar.

> Welcome Back, Zero.

Ia terdiam. Langkahnya melambat.

> This is where it all started.

Zero menggertakkan giginya. Ia belum pernah ke tempat ini sebelumnya. Tapi ada sesuatu yang mengganggu di dalam pikirannya. Seperti deja vu yang terlalu jelas.

“Siapa kalian,” katanya pelan.

Layar berganti.

> Kami bukan siapa-siapa. Tapi kami tahu siapa kamu. Kami tahu apa yang hilang darimu. Dan kami tahu apa yang kamu sembunyikan dari dirimu sendiri.

Zero menarik napas dalam. Ia mendekati layar. Tangannya menyentuh permukaan kaca, dingin dan bergetar. Kemudian layar berubah lagi.

> Kamu ingin tahu tentang adikmu?

Napasnya tercekat.

> Dia masih hidup.

Zero membeku. Dadanya seolah ditinju dari dalam. Ia melangkah mundur satu langkah.

“Bohong,” bisiknya. “Kalian manipulasi sistemku. Data kalian rusak.”

> Dia hidup. Tapi hanya jika kamu sanggup membuka root access. Tanpa itu, kamu tak akan pernah tahu kebenarannya.

Layar mati.

Lampu ruangan tiba-tiba menyala. Ada suara langkah kaki mendekat dari lorong kiri.

Zero langsung berlindung di balik dinding. Ia mengaktifkan mode gelap di kacamatanya. Thermal vision menyala. Tiga orang. Bersenjata. Bergerak teratur.

Sial. Mereka tidak datang untuk menyambut.

Zero mengeluarkan flash drive dari sakunya. Ia masukkan ke port terminal terdekat. Data root.key.DENVER0831 langsung diunggah. Proses berjalan 73 persen. Ia hanya butuh waktu.

Langkah kaki semakin dekat. Ia tak punya waktu untuk bertarung. Tapi ia juga tak boleh gagal.

Ia mengeluarkan satu granat EMP kecil dan melemparkannya ke tengah lorong.

Ledakan sunyi. Semua lampu mati. Listrik padam.

Dalam gelap, Zero berlari ke terminal. Unggahan mencapai 100 persen. Satu file besar muncul di layar: Project_Origin.vault

Zero menarik drive dan melompat ke tangga darurat. Langkahnya cepat. Terlatih. Di belakangnya, suara tembakan membelah udara.

Peluru menghantam dinding, memercikkan debu beton ke udara.

Zero berhasil keluar dari gedung dan menghilang di antara bayangan malam.

---

Di ruang kerjanya, Zero langsung menghubungkan flash drive ke sistem offline.

File besar itu langsung membuka dirinya perlahan. Enkripsi kompleks. Tapi bukan jenis yang ia belum pernah lihat. Ini milik organisasi bernama GenCline, perusahaan biotech yang katanya bangkrut delapan tahun lalu.

Isi file itu membuat jantungnya berhenti sejenak.

Ada rekaman video. Seorang gadis kecil, rambut pendek, mengenakan pakaian rumah sakit. Wajahnya pucat, tapi matanya penuh cahaya.

Zero menatap tanpa berkedip.

“Ini…” bisiknya, “…Sarah.”

Gadis itu sedang duduk di ruang observasi. Di belakangnya, dinding kaca dan komputer besar. Suara dokter terdengar samar dari speaker.

“Subjek 014 menunjukkan kemampuan interfacing langsung dengan sistem neural. Kecepatan respons di atas rata-rata. Stabilitas emosi… masih fluktuatif.”

Gadis kecil itu tersenyum kecil ke arah kamera. Dan berkata pelan.

“Kakak… kamu di sana?”

Video berhenti.

Zero menatap layar, tak bisa bernapas.

Ia menekan tombol pause. Lalu rewind. Lalu play. Lagi dan lagi. Sampai matanya perih.

“Kau hidup,” katanya. “Kau benar-benar hidup.”

Tangannya gemetar. Tapi pikirannya mulai bekerja. Jika Sarah dijadikan subjek eksperimen, maka semua ingatannya tentang kebakaran… mungkin sudah dimanipulasi.

“Mereka membakarnya… bukan untuk membunuh. Tapi untuk menghapus bukti,” katanya lirih.

Dan mereka berhasil.

Sampai sekarang.

Zero berdiri. Pandangannya tajam. Matanya menyala di balik topeng ungu yang kembali ia kenakan.

“Aku akan turun ke akar sistem ini,” bisiknya. “Dan aku akan tarik kalian keluar satu per satu.”

Ia membuka peta digital. Di tengahnya, satu koordinat baru muncul. Tanda lokasi: NEUROLAB CORE SECTOR.

Tertulis:

> Akses Root Diperlukan. Otorisasi: ZeroSanity.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience