Legenda Air Terjun 7 Bidadari

Mythic Series 915

Dahulu kala, ada seorang penggembala yang mahir meniup seruling. Selain dikenal sebagai peniup seruling yang handal, ia juga terkenal dengan ketampanan wajahnya. Karena ketampanan dan kemahirannya tersebut, banyak orang yang mengaguminya terutama para gadis.
Meskipun terkenal, penggembala muda yang masih lajang itu sangat rendah hati. Ia tak pernah menyombongkan ketampanan dan kemahirannya itu. Jaka Tarub, nama penggembala tersebut.
Meski usia masih tergolong muda, Jaka Tarub mempunyai sikap yang bijaksana dan berwibawa. Karena sikapnya yang rendah hati, bijaksana dan penuh wibawa, Ia disegani oleh masyarakat di desanya. Bahkan Ia jadi panutan dan tempat bertanya bila ada permasalahan yang menimpa mereka.
Desa tempat Jaka Tarub tinggal, berada di bawah tebing yang atasnya hutan dengan berbagai tanaman. Sebelah timur hamparan sawah yang berbentuk terasiring yang ditanami padi dan berbagai sayuran.
Pada suatu sore, seperti biasanya, Jaka Tarub menggembalakan kerbaunya di rerumputan yang letaknya dilereng kaki gunung Ungaran. Dibiarkan ternaknya berkeliaran menikmati rerumputan yang hijau.Saat hendak digiring pulang ke kandangnya, ada satu ekor yang hilang. Ia pun mencari kerbaunya yang hilang sampai ke dekat hutan.
Saat mencari kerbaunya, Jaka Tarub mendengar ada suara sayup-sayup wanita yang sedang bercanda riang. Ia mencari sumber suara itu. Ternyata sumber suara itu arahnya dari dalam hutan larangan.
Jaka Tarub, terhenti sejenak. Ia ragu memasuki hutan larangan tersebut. Karena hutan itu dikenal keangkerannya. Masyarakat di desanya tak ada yang berani memasukinya. Karena sering terjadi sebelumnya, setiap warga yang memasuki hutan larangan tersebut, tidak pernah kembali lagi.
Namun rasa keingintahuan dan kesaktiannya, mengalahkan rasa takutnya. Ia pun memasuki hutan larangan untuk mencari sumber suara itu.
Setelah melangkah cukup jauh, Jaka Tarub terkejut melihat pemandangan didepannya. Ia melihat tujuh wanita yang sedang mandi di curug atau air terjun. Mereka bersendagurau dan bercanda ria menikmati guyuran air terjun yang mengalir membasahi tubuh mereka.
Jaka Tarub sangat terpesona melihat kecantikan mereka. Namun sebagai orang yang bermoral, ia segera meninggalkan para wanita itu.
Sebelum meningalkan tempat itu, Jaka Tarub mengambil salah satu selendang milik mereka. Para wanita itu tak menyadari kalau ada orang yang mengintip mereka mandi, karena asyik bersendau gurau. Kesempatan itulah yang digunakan Jaka Tarub untuk mengambil selendang berwarna merah muda itu.
Setelah berhasil mengambil selendang itu, Jaka Tarub kembali mencari kerbaunya yang hilang.
Setelah selesai mandi, para wanita itu mengenakan pakaian dan selendangnya masing-masing.
Salah satu wanita , terlihat kebingungan mencari selendang merah muda yang di sampirkan di pepohonan pinggir curug itu telah raib. Setelah dicari
Ia tidak menemukan selendangnya. Sedangkan keenam wanita lainnya pergi meninggalkan dirinya. Keenam wanita yang ternyata para bidadari itu, terbang menuju kahyangan. Mereka harus kembali kekahyangan karena matahari sudah hampir tenggelam
Nawang Wulan, nama Bidadari yang kehilangan selendangnya itu, ditinggal saudara-saudaranya. Ia tidak bisa terbang ke kahyangan. Karena hanya dengan selendang itulah ia bisa terbang menuju Kahyangan. Ia hanya menangis. Ia bingung mau tinggal dimana di mayapada ini.
Jaka Tarub yang masih berada di sekitar hutan larangan, mendengar suara tangisan Nawang Wulan. Iapun kembali masuk ke hutan larangan untuk melihat siapa yang menangis tersedu-sedu itu.
Sebenarnya Jaka Tarub tidak tega melihat kesedihan Nawang Wulan. Namun karena ia jatuh cinta pada Nawang Wulan, ia tidak jadi mengembalikan selendang Nawang Wulan. Ia pun mengajak Nawang Wulan pulang kerumah Jaka Tarub. Jaka Tarub selalu menghibur Nawang Wulan. Akhirnya Nawang Wulan pun jatuh cinta pada Jaka Tarub. Merekapun menikah.
Pernikahan Jaka Tarub dan Nawang Wulan sangat meriah. Semua warga merayakan dengan rasa senang dan gembira
Jaka Tarub dan Nawang wulan hidup bersama dengan damai dan bahagia. Mereka menjadi pasangan yang serasi. Yang pria tampan bagai dewa kamajaya dan yang wanita cantik seperti Dewi Ratih.
Sebelum menikah, Nawang Wulan meminta syarat pada Jaka Tarub. Bila nanti kalau sudah menikah Jaka Tarub dilarang membuka tungku masakan milik Nawang Wulan. Jaka Tarub menyetujui persyaratan tersebut.
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun berlalu. Akhirnya
Nawang Wulan mengandung dan melahirkan seorang putri yang cantik, yang diberi nama Nawangsih. Kebahagiaan Jaka Tarub dan Nawang Wulan semakin lengkap.
Suatu malam, saat Jaka Tarub sedang menikmati makan malam, sedangkan Nawang Wulan menyusui Nawangsih di kamarnya, Jaka Tarub berpikir dalam hati. Selama ini Nawang wulan selalu menyediakan makan tanpa kekurangan. Padahal tak pernah beli beras ataupun lauknya. Jaka Tarub menyadari kesaktian Nawang Wulan, karena ia adalah bidadari dari kahyangan. Ia penasaran kenapa selama ini istrinya melarang membuka tungku masakan miliknya. Mungkin ada pusaka didalamnya yang bisa menyediakan makanan setiap harinya.
Jaka Tarub lupa akan perjanjian yang dibuatnya bersama Nawang Wulan. Ia melanggar janji itu dengan membuka tungku milik Dewi Nawang Wulan.
Setelah dibuka, ternyata isinya hanyalah sebutir beras tak ada lainnya. Nawang Wulan sangat kecewa karena suaminya melanggar janjinya. Karena sudah dibuka, maka tungku itu tidak bisa menyediakan lagi makanan seperti biasanya.
Sejak saat itu, Nawang Wulan harus memasak seperti manusia lainnya. Mencuci beras dan menanak nasi sendiri. Belum lagi ia harus menyusui Nawang Sari. Ia terlihat sangat kelelahan. Namun Nawang Wulan tidak pernah mengeluh. Sebagai istri yang setia, ia menjalaninya dengan setia.
Jaka tarub sangat menyesal karena melanggar janjinya pada sang istri tercinta. Iapun akhirnya bertanggung jawab untuk menyediakan beras beserta sayuran ataupun daging untuk lauknya. Iapun bertani , bercocok tanam.
Pada suatu hari saat Nawang Wulan kehabisan beras saat mau menanak nasi. Ia pun pergi ke lumbung beras untuk mengambil beras. Saat mengambil beras, ia terkejut karena melihat selendang miliknya ada dalam lumbung beras itu. Nawang Wulan sangat marah, Ia merasa dibohongi oleh Jaka Tarub selama ini. Ternyata yang mengambil selendangnya adalah Jaka Tarub. Nawang Wulan akhirnya pergi meninggalkan Jaka Tarub dan Nawang Sari menjuju Kahyangan.
Meskipun Jaka Tarub sudah meminta maaf dan memohon agar Nawang Wulan tidak meninggalkan dia dan anaknya, Nawang Wulan tetap tak bergeming. Hanya saat malam hari Nawang Wulan datang untuk menyusui Nawangsih.
Setelah tidak menusui, Nawang Wulan tidak pernah lagi kembali kebumi.. Jaka Tarub merawat Nawangsih sendirian hingga dewasa dan menikahkan putri satu-satunya dengan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng.
Jaka Tarub menjadi seorang pemuka masyarakat yang sangat disegani, dan lebih dikenal sebagai Ki Ageng Tarub.
Setelah Ki Ageng Tarub meninggal, Bondan Kejawen menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub berikutnya.
Konon diceritakan bahwa keturunan Ki Ageng Tarub menjadi cikal bakal Raja di tanah Jawa.
Sedangkan Curug atau air terjun tempat mandi Nawang Wulan dan saudara-saudaranya itu, masih ada sampai sekarang. Terletak di Kecamatan Sumowono, tepatnya di desa Keseneng.
Konon dengan mandi di air terjun tersebut bisa membuat awet muda dan wajah yang semakin berseri. Tempat itu dikenal sebagai Curug 7 Bidadari atau Air Terjun 7 Bidadari.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience