BAB 1

Drama Completed 492

Sudah menjadi rutin hariaku, merendam kedua telapak kakimu dengan air suam-suam kuku bergaram, setiap kali kau mengunjungi rumah bilikku. Seterusnya, telapak kakimu kubasuh dengan air dingin dan kukeringkan dengan handuk kecil berbulu lembut, adalah kenangan yang kusimpan dalam perasaanku yang paling dalam. Karena, kenangan itu tidak hanya indah tapi juga memberi arti dalam hidupku. Kau jadikan aku seorang ibu, menyusui dan membesarkan bayi lelaki yang kau beri nama Andika Setyo . Walau anak lelaki yang mewarisi ketajaman sorot matamu dan kekekaran tubuhmu itu tak pernah mengenalmu, sebagai ayahnya.
Kuhitung dengan telunjukku yang kuacung-acungkan di udara hampa, tahun ini memasuki angka ke 23, saat-saat terakhir aku mengeringkan kedua telapak kakimu dengan handuk kecil berbulu itu. Lalu, kau memelukku dengan kehangatan yang membuahkan benih Andika Setyo dalam rahimku. Menjelang pagi kau tinggalkan amben-ku – tempat tidur bambu saksi bisu saat kita berdua menyatu dalam puncak asmara. Kupegang tangan kananmu, agar kau menunda langkahmu.

“Maaf, aku harus pergi. Urus saja semua surat untuk pernikahan kita.” Katamu, sambil menyerahkan amplop coklat besar, begitu berat di kedua tanganku.

“Ini apa, Mas?” tanyaku, terkejut, sambil membuka amplop, “Duit sebanyak ini?”
Kau tak menjawab. Telunjukmu yang kau tempelkan secara menegak di bibirmu memberiku isyarat agar aku diam. Tapi, aku tak bisa. Aku mencecarmu, menanyakan dari mana asal duit segebong yang kau berikan padaku.
“Aku tak ingin duit sebanyak ini. Yang kuinginkan…engkau Mas…kau, mengurus surat-surat pernikahan itu – kita bersama-sama. Agar semua orang tahu, kau…kau adalah Lelaki-ku …kau calon suamiku, bapak dari janin yang kukandung saat ini.”

“Hussss…jangan kau nodai kehangatan asmara kita semalam, juga selama ini….” Pantas saja kau mencelah kalimatku, sambil memelukku, “Kau perempuanku, perempuan calon isteriku, perempuan yang tidak hanya bertubuh sangat indah, tapi juga kuat…berdikari. Justeru itu, aku memilihmu, sebagai pelabuhan asmaraku…!” pelukanmu semakin erat, sangat kuat dan seketika kemudian kau lepas perlahan….tubuhku bergetar peluh menitis.

Kau tinggalkan rumah bilikku, menuju truk yang kau parkir di ujung jalan. Pagi masih berkabut, bayang-bayang tubuhmu yang berbalut jaket dan kepalamu bertopi pet tampak samar-samar. Bahkan, bayang-bayangmu lalu menghilang ketika air mataku jatuh bercucuran. Tak sempat aku menanyakan, kapan kau kembali datang: esok, lusa atau minggu depan? Perkawinan kujadualkan awal bulan depan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience