Somewhere over the rainbow way up high
And the dreams that you dream of once in a lullaby
Entah dari mana lagu itu mulai mengalun. Gadis kecilku itu, tanpa teragak-agak, terus menaikkan kedua kaki kecilnya di atas kakiku lalu seperti terkena sihir, aku terpukau. Aku mulai menghayunkan tubuh, menggerakkan kedua kakiku bersilih ganti lalu berdansa dengannya. Dia tertawa. Aku menyukainya. Aku gembira serasa sedang melupakan segala masalah dunia.
Someday, I wish upon a star
And wake up where the clouds are far behind me
Where trouble melts like lemon drops
High above the chimney top
That’s where you’ll find me
Gadis kecilku ikut bernyanyi. Suaranya, aku menyukainya. Aku suka sekali mendengarnya. Begitu menyenangkan. Tapi, tiba-tiba aku berhenti mengayunkan tubuhku, hanya diam menatapnya.
Somewhere over the rainbow bluebirds fly
And the dreams that you dare to
Oh why, oh why can’t I?
Lagu itu masih terdengar, tapi tidak dengan suara gadis kecilku. Suara nyanyiannya berhenti. Dia menatapku.
“Ayah,” katanya. Dia melompat turun dari kedua kakiku, tapi tak melepaskan kedua tangannya dari tanganku. Tak juga melepaskan kedua matanya dariku. “Ayah jangan sedih lagi, ya?” Dia tersenyum.
Aku berlutut di hadapannya, ingin lebih lekat menatap wajah kecilnya, menelusuri setiap lekukan di sana. Kedua mata itu, yang sehitam kedua matamu, lalu hidung yang dulu semua orang bilang begitu mirip denganku, lalu kedua lesung pipit itu. Bibir mungil yang sedari tadi selalu tersenyum itu.
“Maaf.” Kata itu akhirnya terucap juga dari mulutku. “Seharusnya ayah nggak bilang kayak gitu. Ayah sayang kamu.”
Share this novel