BAB 1

Drama Completed 669

BAGAIMANA bayi jatuh, masuk ke rahim ibu lalu menangis?
Puluhan ayam surgawi menerima arahan Tuhan untuk menggugurkan bayi ke bumi. Bayi akan bertemu dengan kehidupan baru yang suci, pastinya sesuai dengan manusia yang berpengetahuan yang hidup di bumi. Manusia berkata, bayi adalah murni dan kosong, tidak mengetahui apa-apa.Padahal, siapa yang sangka? Para bayi dilemparkan ke tempat-tempat yang bukan keinginan mereka. Kadang malah berakhir di tempat sampah atau di kakus. Kadang terombang-ambing jauh hingga nyaris mampus.
Mereka tidak hidup sifar, tetapi kembali ke neraka.
. Para bayi mungkin berpikir, jadi ruh tanpa jasad lebih baik daripada kembali hidup setelah mengalami pencucian dosa asali berulang kali. Namun, bukan kemampuan mereka untuk berkompromi. Mereka perlu bersiap mendarat di landasan.Saat unggas kahyangan melepas kantung bayi dari jepitan paruh panjangnya, sesungguhnya para bayi telah memulai hidup dengan membawa peta lampau. Mereka harus menebus dosa. Mengulang hidup. Ini semua tentunya karena suatu kesalahan yang membuat para bayi menanggung dosa leluhur.
Para bayi sudah pasrah ketika mereka menunggu masa ditiupkannya ruh kepada jasad-jasad mereka yang hendak terlahir. Mereka menghitung, melihat perpanjangan waktu. Mereka mencoba untuk bernegosiasi yang terakhir kalinya dengan para pengantar ruh.
“Bisakah aku terlahir dan langsung mati?”
“Bisakah aku hanya hidup sepuluh tahun?”
“Bisakah aku…”
Namun, para pengantar ruh dan unggas hanya terus diam, mengepakkan sayap. Mereka kadang berbisik, “Ini bukan kuasa Kami.”
Bisikan itu semakin menggema. Di dunia, di dinding-dinding rahim ibu, ketika ruh itu hendak tertiup, bisikan semakin keras. Hasilnya, sang ibu berkontraksi dan bersiaplah para bayi mengalami amnesia atas dosa leluhur dan apa-apa yang mereka pernah ketahui di kahyangan sana. Lalu, mereka lahir dan keluarga baru mereka membangga-banggakan, menyanyikan kidung, mendoakan, bahkan tertawa bahagia. Namun, bayi-bayi selalu menangis. Itulah kali terakhir para bayi bisa mengingat jati dirinya.
Sebelum mereka lahir, mereka telah tahu bahwa mereka mengemban suatu tugas berat. Mereka harus melakukan penebusan dosa asali yang bahkan tak berwujud. Mereka coba menerka-nerka, harus melakukan apakah aku?
Akibat-akibat dosa asali membuat para bayi melemah, kekuatan alami terluka, dan harus menjalani hidup dengan kodrat manusia yang penuh keluh. Hal-hal baik dihapus, sebab itu adalah konsekuensi untuk membayar dosa. Para bayi kehilangan rahmat kekudusan dan empat berkat berupa; keabadian, janji dihilangkan penderitaan, pengetahuan akan para unggas yang menerima titah Tuhan, bahkan tertimpa konkupisensi. Sesungguhnya, tangisan keras kala para bayi lahir inilah bentuk tangis atas konkupisensi. Mereka tak mau mendapat sifat kecondongan jahat. Mereka ingin tetap berada di kahyangan dan terbang sebagai ruh yang melayang-layang bebas. Mereka ingin mengabdi, bebas berada di dekat Tuhan.
Namun, dosa leluhur tetaplah dosa. Mereka harus menanggung apa yang tak mereka lakukan. Mereka harus membayarnya seumur hidup hingga mereka bertemu takdir kematian. Padahal, bukan salah mereka. Padahal, mereka hanya ingin terus menjadi ruh, tidak bersatu dengan jasad yang telah ditiupi kecondongan jahat dan menghapus akal budi.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience