"Ayo cepat Siti," panggil Mina
"Aduh, aku belum menyiapkan seragam ku lagi," batin Siti
"Eh ya bi, sebentar," teriak Siti
Mina yang sedang berada di meja makan bersama Boni suaminya sengaja memanggil Siti untuk sarapan. Siti yang sudah siap dengan seragam sekolah nya di sambut olrh Boni dengan senyuman ramah. Boni meminta Siti untuk sarapan bersama sebelum dirinya pergi ke sekolah.
"Sini nak, duduk dengan Om," ajak Boni
"Eh ya Om, terima kasih," ucap Siti
Siti tidak sengaja melihat kearah Mina yang sedang melotot pada nya. Mina kesal pada Siti karena sudah lancang menerima ajakan Boni. Siti yang paham jika Mina tidak suka dirinya sarapan bersama mereka memilih untuk tidak sarapan.
"Hmm, maaf Om, tadi aku sudah sarapan Om, aku mau pamit saja om, soalnya ini sudah siang, aku takut kesiangan," pamit Siti
"Eh tunggu, ini ada uang untuk jajan kau di sekolah nanti, kau pergi dengan siapa?" tanya Boni sambil memberi beberapa lembar uang merah
"Eh tidak usah Om, aku masih ada kok Om, kemarin di kasih bibi," tolak Siti
Siti tahu Mina tidak suka jika dirinya menerima apa pun pemberian dari Boni. Dan jika terpaksa Siti ambil pemberian Boni maka Mina akan segera merebutnya kembali. lagi lagi Siti harus berbohong kepada Boni
"Ambil saja nak, ini hak kamu kok," paksa Boni
"Tapi Om," ucap Siti menggantung.
Siti menoleh kearah Mina dan Mina terlihat memberi kode agar dirinya menerima pemberian Boni itu. Siti yang paham dengan kode Mina langsung mengambil uang yang diberikan oleh Boni. Siti belum tahu jika uang yang di berikan pada nya adalah memang uang nya bukan uang Boni dan Mina.
Sepanjang jalan Siti binggung harus kemana karena biasanya bibi nya yang mengajak nya pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Sebenarnya Mina tidak menyekolahkan Siti seperti yang di ceritakan pada para tetangga nya. Mina setiap hari selalu menyuruh Siti mencari kerja di pasar yang jauh dari tempat tinggalnya.
"Aduh, aku harus kemana ini, apa aku naik angkot saja ya, seperti yang biasa bibi lakukan, tapi kan bibi setiap hari selalu pakai motor?" gumam Siti bingung
"Eh nak Siti, kau kenapa, kok seperti bingung begitu?" tanya Bu haji
"Eh Bu haji, tidak apa apa Bu, saya hanya bingung kalau mau ke kota naik angkot yang mana?" gumam Siti takut
"Ya ampun kau mau sekolah apa?, memangnya si Mina tidak mengantarkan kamu apa, ini kan sudah siang?" tanya Bu haji
"Itu Bu, bibi tidak bisa anter aku kesekolah Bu karena masih sibuk," Jawa Siti membela Mina
"Dasar Mina nya saja, dia pasti malas mengantar kau, atau dia mau mesra mesraan sama si Boni terus, Om mu baru pulang kan?" tanya Bu haji
"Ya Bu, om Boni baru pulang semalam,"
"Kasihannya kau nak, jika saja Abang Ridho masih ada di rumah, ibu minta dia antar kau nak,"
"Ya Bu, terima kasih, aku naik angkot saja Bu,"
"Baiklah, kau naik angkot nomor 3 habis itu kau turun di terminal lalu kau naik lagi angkot nomor 5 ya,"
"Terima kasih Bu,"
"Apa kau ingat nak, kau naik angkot nomor berapa saja?" tanya Bu haji kuatir
"Insyaallah ingat Bu, nomor 3 dan 5, aku pergi dulu ya Bu, sudah siang," pamit Siti
"Oh ya nak, hati hati ya nak, kasihannya kau nak," seru Bu haji kuatir
Bu haji melihat iba dan kasihan pada Siti. Dirinya merasa kasihan pada anak itu, anak sekecil itu harus tidak dapat merasakan kasih sayang orang tua. Sedangkan orang tua angkat nya hanya ingin memanfaatkan nya saja, semakin hari semakin kurus saja badannya.
"Kasihannya anak itu, semenjak dia ikut dengan Mina dan Boni, tubuh nya semakin kurus, entah di kasih makan atau tidak oleh si Boni itu, padahal Boni itu setiap bulannya selalu dapat jatah bulanan dari pengacara keluarga Siti," gumam Bu haji yang tahu semua nya.
Siti berjalan dengan lemah gemulai. Dirinya menahan rasa lapar di perutnya, perutnya belum di isinya semenjak malam. Perutnya meminta di isi oleh sesuatu, Siti sampai gemetar menahan lapar, cepat cepat dirinya meminum air yang di bawa nya agar perutnya tidak lagi lapar.
"Semoga dengan air yang ku minum, rasa lapar ku tidak lagi mendera ku," gumam Siti.
Sebelum Siti menaiki angkot, dirinya mencari tempat untuk ganti seragam sekolah nya dengan baju lusuh nya. Dirinya celingak celinguk melihat sekeliling takut ada yang mempergoki nya ganti baju. Dirinya tidak mau pergi kepasar dengan masih menggunakan seragam sekolah.
"akhirnya aku bisa naik angkot juga tanpa ketahuan oleh para warga," gumamnya tenang
Dari tadi dadanya sesak karena rasa deg deg an dan kuatir yang melanda nya. Dirinya takut ketahuan oleh para warga sehingga membuat masalah baru untuk dirinya dan Mina. Mina sudah wanti wanti agar Siti jangan sampai ketahuan oleh siapa pun jika diri nya ingin hidup.
"Ya tuhan, aku tidak punya uang, tetapi aku ada uang pemberian om Boni tadi, apa aku gunakan itu saja dulu ya," batin Siti
"Baiklah aku gunakan 1 lembar saja untuk ongkos dan membeli makan, aku masih sangat lapar, air yang ku minum tidak ada pengaruh nya sama sekali," batin Siti dengan tubuh gemetar.
"Hai nak, kau kenapa, kenapa tubuh mu gemetar seperti itu?" tanya seorang ibu yang melihat tubuh Siti gemetar sambil memegang perutnya
"Tidak ada apa apa Bu," jawab Siti gemetaran
"Kalau tidak ada apa apa, kenapa badan mu seperti itu nak, apa kau lapar nak?" tanya ibu itu lagi
"Ya Bu, aku lapar Bu," ujar Siti takut dan malu
Dirinya sudah tidak sanggup untuk menahan rasa lapar nya itu. sehingga dirinya harus berbicara jujur pada seorang ibu yang asing dan tidak di kenal nya. Sebenarnya dirinya malu untuk berkata jujur, tapi keadaan nya yang tidak memungkinkan.
"Ya Tuhan, kau kelaparan nak, sebentar ya nak," seru ibu itu
"Pir, berhenti sebentar di warung nasi depan pir," pinta ibu itu.
Supir angkot itu menghentikan angkot nya di depan warung nasi kuning. Ibu itu bergegas turun dan membeli nasi uduk untuk Siti. Siti yang sudah tidak kuat menahan rasa sakit di perutnya hanya bisa gemetaran dan berkeringat dingin.
"Sabar ya nak, ibu itu sedang membeli nasi untuk mu," ujar ibu satu nya.
"Ada apa Bu?" tanya supir penasaran
"Ini pak, anak ini kelaparan sampai keluar keringat dingin dan gemetaran,"
Supir yang masih muda itu memperhatikan Siti dengan seksama. Tiba tiba dia ingat jika anak di depannya ini adalah anak angkat temannya Boni. Dirinya tidak percaya jika Boni sampai tega tidak memberi makan anak ini.
"Ya Tuhan, bukannya anak ini anak angkat Boni dan Mina ya, kenapa pula dia tidak sekolah dan kelaparan seperti itu, apa Boni yang meminta anak ini seperti ini?" batinnya bertanya tanya.
Siti makan dengan lahap dan nikmat. Para penumpang angkot merasa iba dan kasihan pada nya. Bahkan ada 1 orang ibu muda yang menangis melihat penderitaan Siti seperti itu.
"Pelan pelan nak makannya," ujar ibu yang membelikan nasi untuk Siti
"hmmm, nyam, nyam, nyam," Siti memakan nasi itu sangat lahap
"Ya Tuhan, kasihannya anak itu, siapa sih yang tega berbuat seperti itu pada anak sekecil dis yang harus menahan rasa lapar sampai gemetaran begitu?" tanya ibu muda yang menangis itu
"Entah lah, anak ini juga seperti nya tertekan sehingga rasa lapar nya di tahan seperti itu,"
"Sudah nak?" tanya seorang ibu saat melihat Siti sudah selesai makan
"Hmm, sudah Bu, terima kasih," jawab Siti malu
"Sudah sejak kapan kau menahan lapar nak, sampai kau seperti itu?"
"Hmm itu Bu, dari kemarin siang, aku hanya di kasih makan sehari sekali Bu," jawab Siti
"Ya Allah, siapa yang tega kasih kau makan hanya sehari sekali seperti itu, mana kau masih kecil begini," teriak ibu itu marah
"Eh, bukan siapa siapa Bu, itu karena aku yang tidak punya uang,"
"Kasihannya kau nak, ya sudah ini ada sedikit uang untuk mu beli makan nanti," ujar Ibu itu sambil memberikan uang kepada Siti
"Eh tidak Bu, tidak terima kasih, biar aku nanti cari kerja aja biar aku bisa dapat uang sendiri," tolak Siti
"Baiklah nak, kau anak yang baik ya,"
Siti pun turun dan melanjutkan perjalanan nya untuk menuju pasar di kota, tempat dimana biasa dia bekerja. Siti selalu mencari pekerjaan di seputar pasar, semua pekerjaan yang dapat dilakukan nya akan sangat di terima olehnya meskipun gaji nya sangat minim. Pekerjaan yang selalu Situ terima adalah jadi penganggut belanjaan ibu ibu yang berbelanja di pasar.
Terkadang hal ini membuat para penganggut barang yang lain iri karena para ibu ibu itu lebih memilih Siti ketimbang mereka yang lelaki. Akhirnya Siti mencari pekerjaan sebagai pengupas bawang dengan hasil 5 ribu perkarung. Siti hanya kuat mengerjakan 3 karung saja dalam 1 hari dan itu membuat Mina menjadi kesal.
"Hari ini aku kerja apa ya, tidak mungkin aku jadi penganggut belanjaan lagi bang Togar sudah mengancam ku kemarin, jadi pengupas bawang pun aku tak mau karena uang yang ku dapat sangat kecil, bibi tidak suka," gumamnya.
"Ya sudah lah gampang, aku akan cari kerja yang lain jika sudah sampai sana,"
Siti pun turun di pasar yang biasa dia datangi. Siti melihat ada sebuah gerobak bakso yang sangat ramai, sehingga dirinya memberanikan diri untuk menawarkan jasa sebagai pencuci mangkok. Akhirnya Siti pun di terima sebagai pembantu di tempat bakso itu.
Siti mencuci mangkok dan yang lainnya. Siti sangat senang kerja di sini. Meskipun imbalan yang di terima nya tidak banyak tetapi setidaknya setimpal dengan apa yang dikerjakannya.
"Akhirnya habis juga," ujar mang Kodir sang penjual bakso
"Ya mang," sahut Siti.
"Oh ya ini bayaran mu," ujar mang Kodir lagi sambil memberikan uang 1 lembar berwarna biru.
"Eh ini apa tidak kebanyakan mang?" tanya Siti.
"Tidak, itu memang punya mu karena berkat kau bakso ku cepat habis, hehehe, biasanya bakso ku habis nya selalu malam,"
"Bukan karena aku lah mang, itu karena bakso mang Kodir enak,"
"Oh ya, ini masih ada sisa bakso, buat kau aja Sit," ujar mang Kodir
"Buat aku mang, terima kasih," Siti senang dapat menikmati bakso yang sudah lama di inginkannya.
Dirinya makan dengan perlahan lahan, seolah olah dirinya tak rela jika harus cepat habis. Mang Kodir meminta Siti untuk besok membantu nya lagi karena sang istri belum bisa membantu nya seperti biasa karena habis melahirkan. Siti sangat senang menerima tawaran mang Kodir itu, dirinya berharap besok pun jualan bakso mang Kodir ramai dan cepat habis.
"Aku seperti nya harus cari kerja lagi, tidak mungkin aku pulang jam segini, mana bibi juga belum jemput," gumam Siti sambil melihat sekeliling parkiran pasar.
"Eh Sit, kau sedang cari apa?" tanya tukang parkir yang sudah mengenal nya
"Eh tidak bang, tidak cari apa apa," jawab Siti
"Kau cari bibi mu itu ya, dia belum datang Sit, memangnya kau tadi tidak di antar nya apa?" tanya nya lagi
"Tidak bang, aku tadi naik angkot kesini nya, ya sudah lah bang jika bibi ku belum datang, aku ke pasar lagi cari pekerjaan,"
"Oh ya Sit, nanti Abang kasih tahu kau jika bibi mu itu datang ya," seru tukang parkir lagi.
Mereka melihat iba pada Siti, anak seumur Siti yang biasanya masih di sekolah menikmati masa kecilnya ini harus menghabiskan waktu nya untuk bekerja di pasar. Sedangkan sang bibi dengan anteng menunggu Siti selesai bekerja. Bahkan tanpa malu bibi nya mengambil gaji yang di dapat Siti semua nya di depan umum.
"Hai bro, kasihan ya Siti, masih kecil malah kerja keras begitu, kalau saja dia adik gue, gue suruh dia sekolah yang benar,"
"Ya sih bro, tapi masalah nya Siti kau tidak jadi adik kau yang tukang parkir, hahaha,"
"Kampret kau ya, eh tunggu tunggu, itu seperti nya bibi nya Siti deh, ikh si nenek lampir itu datang juga,"
"Eh ya benar, ya sudah lah, lebih baik kita kerja lagi, dari pada harus merhatiin si nenek lampir itu,"
Mereka yang berkerja di parkiran tidak menyukai Mina yang gaya nya selangit. Seolah olah nyonya besar dan sangat kaya. Mina memarkirkan motor nya di depan toko kosong, dirinya akan menunggu Siti di sini.
"Huft mana anak itu, apa dia tadi ke pasar ini ya?, awas saja dia kalau ternyata dia tidak kesini buat kerja, habis dia," gumam Mina kesal.
Siti memutuskan untuk mencari pekerjaan lain untuk menambah penghasilan nya hari ini. Siti bertanya pada toko sembako apakah ada yang bisa di bantu.
"Maaf ci, apa ada yang bisa bantu ci?" tanya Siti takut
"Eh, kau mau cari kerja apa?" tanya Cici itu balik
"Ya Ci, apa ada pekerjaan untuk saya ci?" tanya Siti penuh harap.
"Oh ada, ada, ini tolong kau gula gula ini ya, ayo sini masuk nanti uwe ajarin,"
"Terima kasih ci,"
Setelah Siti di terima oleh Cici pemilik toko sembako, dirinya bekerja dengan benar. Satu persatu toko sembako itu kedatangan pelanggan. Tak biasa nya toko itu ramai, pemilik toko sadar jika Siti pembawa rejeki untuk toko nya.
"Hai Siti, besok kau kerja di sini ya, datang pagi pagi kalau bisa,"
"Maaf Ci, kalau pagi, aku bantu mang Kodir Ci, Cici siang saja ya,?
"Ehm, boleh lah, boleh,"
Siti sangat terkenal di pasar ini sebagai anak yang baik dan pembawa rejeki. Dirinya sangat di sukai oleh para pedagang. Para pedagang berlomba lomba untuk memperkerjakan Siti di toko nya karena ada Siti maka toko itu akan ramai.
Share this novel