BAB 3

Drama Completed 113

Lalu seorang pelajar perempuan mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. Rupanya itu adalah pertanda baik untuk Kasman .

“Apa berarti seperti kami melaksanakan upacara setiap hari Senin itu sebagai contoh sikap nasionalisme?” tanya pelajar itu begitu polos.

“Ya. Tentu. Dengan kita sebagai warga negara Indonesia, rutin mengikuti upacara dengan khidmat setiap hari Senin, itu sudah merupakan contoh sikap nasionalisme. Yang lain ada yang ingin ditanyakan lagi?”

Hening. Selain pertanyaan satu pelajar perempuan tadi, rupanya tidak memancing pertanyaan lain ke permukaan. Mereka malah terlihat semakin bosan mengikuti jam pelajaran Kasman . kerana terbukti hingga jam istirahat tiba, pelajaran diakhiri tanpa ada penghormatan dari para pelajar . Mereka juga tidak enggan meninggalkan kelas begitu saja meskipun Kasman masih berada pada tempat duduknya. Mengucap salam pun tidak!

Hal ini pun juga sudah sangat sering ia ceritakan kepada Warni, istrinya. Meskipun Warni sudah mengingatkan tentang hal ini berulang-ulang kali, tapi Kasman tetap teguh pada pendirian. Ia tetap bersikeras bahwa sikap para pelajar nya yang sedemikian tidak memiliki sopan santun, hanya kerana mereka adalah remaja tanggung.

Mungkin saja di rumah mereka tidak diperkenalkan pada nilai-nilai kesopanan oleh orang tua. kerana sepengetahuan Kasman , kebanyakan orang tua mereka memilih bekerja di luar kota. Sehingga mereka cenderung kurang perhatian dan didikan moral oleh orang tua masing-masing. Sedangkan mereka yang hanya dititipkan di sanak saudara orang tua atau kakek nenek, cenderung merasa kurang pengawasan terhadap ruang lingkup pergaulan mereka.

“Mas mas, mbok ya mas itu sadar. Meskipun masih remaja tanggung sudah sepantasnya mereka mendapat teguran keras jika mereka kelewatan batas berlaku tidak sopan sam mas.” Begitu ujar Warni saat itu.

Ditemani dengan se-mug teh panas, Warni dan Kasman saling berbagi cerita keseharian. Warni yang bercerita tentang bagaimana keadaan KUD hari demi hari yang mengalami kemajuan begitu pesat kerana adanya perkembangan IPTEK. Namun sebaliknya, Kasman merasa adanya IPTEK membuat para pelajar nya menjadi pekak . Mereka seperti terbungkam oleh perkembangan zaman dan memilih lebih takjub dengan fitur-fitur canggih yang ditawarkan oleh sebuah ponsel cerdas. Bisa jadi sinyal dari ponsel cerdas itulah yang membuat para pelajar nya mendadak tuli.

“Lah wong mereka itu jadi begitu kerana benda itu.”

“Alah mas ini kalo ngomong mbok jangan ruwet. Bikin Warni pusing. Pokoknya ya mas, kerana ada ponsel pintar itu, KUD jadi berkembang sangat pesat. Warga jadi ndak ketinggalan info dari pemerintah. Cukup tekang gambar bola dunia di benda itu, mereka sudah mendapat kabar dari seluruh dunia. Hebat tho?” jelas Warni penuh kekaguman.

“Ya dek sudah terserah kamu saja. Mas capek. Istirahat dulu. Biar tetep sabar buat ngajar anak-anak besok. Inget dek, segala pekerjaan itu harus dilakoni dengan ikhlas. Jangan kerana sesuatu lantas kita jadi ndak lillah.”

Lalu suara jangkrik lah yang mengiringi malam. Sementara itu, gelap semakin menyelimuti suasana desa.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience