BAB 1

Drama Completed 317

Kugenggam erat dua mug berukuran sedang yang sejak tadi mengepulkan asap, lantas membawanya ke teras depan. Tampak seorang lelaki paruh baya berumur 50 tahun sedang duduk, asyik membolak-balik halaman korannya. Aku tersenyum sepertinya dia tidak menyadariku. Kuletakkan mug di meja kaca yang menimbulkan suara dan ikut duduk bersamanya menikmati hawa dingin sisa-sisa hujan yang sejak tadi sudah mulai reda.

Sesaat dia hanya menoleh padaku, tersenyum dan meletakkan korannya dan beralih ke minuman yang kubuatkan. Dia sedikit menyesapnya dan mengangguk-angguk seperti kebiasaannya

“Kopi susu untukku seperti biasanya dan kopi hitam untukmu terima kasih”. Ujarnya. Aku tertawa lantas menganggukkan kepala aku tahu bahwa ayahku sedang mengejekku sebenarnya. Menurutnya bagaimana mungkin seorang wanita minum kopi hitam meskipun dia tahu secara tidak langsung dia yang turut andil membuatku menyukai kopi juga. Meski kita punya pandangan dan selera yang berbeda dalam memaknai secangkir kopi.

Setiap kali duduk berdua bersama ayah dan menikmati secangkir kopi selalu membawaku ke masa lalu. Dulu saat tinggiku hanya sebatas lutut ayah. Tidak ada kata absen untukku saat menemani ibuku mengambil biji kopi di kebun. Dengan riangnya kupungut satu-persatu biji kopi dengan tangan yang tak seberapa besar. Biji itu selanjutnya diolah menjadi minuman yang selalu terhidang di meja untuk ayah dan selalu kucicipi diam-diam saat ayahku tak ada.

Masa anak-anak yang khas dan penuh dengan kesederhanaan. Jauh dari sentuhan teknologi dan permainan yang bertemakan layar. Sebuah kenangan yang kerap kali kukeluhkan ingin kembali ke masa-masa seperti itu, jika saja aku bisa.

“Jadi bagaimana pekerjaanmu”, kata ayahku sambil kembali melakukan aktivitas kembali membolak-balikkan halaman korannya. Aku yang sedari tadi sibuk memperhatikan tetesan hujan yang mengalir lewat atap sedikit tersentak

“Untuk saat ini semuanya baik-baik saja yah”. Ayah mengangguk-anggukan kepalanya dan mulai memandangku sebentar, tersenyum sebentar dan beralih menatap tetesan-tetesan hujan.

Aku selalu menyukai akhir pekan bersama ayah meski ayahku yang lebih banyak mendominasi percakapan kami dengan lebih banyak memberikanku pertanyaan-pertanyaan. Memberikanku petuah bijaknya yang sudah kuhafal. Kau perlu berbagi pada mereka yang bernafas juga, bukan hanya sibuk dikendalikan koneksi internet.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience