Chapter 1 Semua Keluargaku

Drama Series 1733

Manifa Darmaya adalah nama seorang gadis yang saat ini bersekolah di SMA N/X di Eropa. Kota kecil tempatnya tinggal terletak di daerah yang dikelilingi pemandangan indah khas pedesaan Eropa. Jalan-jalan berbatu yang terhampar rapi melintasi setiap sudut kota, mengarah pada rumah-rumah tua dengan arsitektur klasik yang menambah pesona kota ini. Pohon-pohon besar yang berjajar rapi di sepanjang trotoar menambah suasana tenang, dengan dedaunan hijau yang bergerak lembut ditiup angin, seolah menyambut kedatangan siapa pun yang melintas. Pemandangan ini tidak hanya menenangkan mata, tetapi juga memberikan ketenangan bagi jiwa Manifa yang tumbuh di sini. Suasana kota yang sederhana, namun penuh pesona, membuatnya merasa seperti bagian dari lukisan indah yang penuh kedamaian.

Namun, di balik kedamaian ini, Manifa memiliki kehidupan keluarga yang penuh warna, yang terkadang jauh lebih kompleks dari kehidupan di luar sana. Rumahnya yang besar berdiri di tengah taman luas, dengan kebun bunga kecil yang selalu dipenuhi dengan bunga bermekaran, menciptakan latar yang sempurna bagi kesehariannya. Rumah yang penuh dengan kenangan, di mana tawa dan canda sering bergema di setiap sudutnya, terutama pada sore hari ketika keluarga berkumpul.

Dia adalah gadis favorit semua orang yang mengenalnya. Wajahnya yang selalu dihiasi senyuman manis membuatnya mudah disukai. Rambut peraknya yang panjang, seperti milik ibunya, sering kali diikat sederhana, menciptakan kesan anggun yang memancarkan ketenangan. Warna peraknya yang lembut mencerminkan keanggunan dan kehangatan yang ada dalam dirinya, menjadikannya pribadi yang menenangkan bagi siapa saja yang berada di dekatnya. Ayahnya sering berkata dengan nada bangga, "Dia putri kecil yang turun dari istana." Ayahnya, dengan tatapan bangga dan penuh kasih, melihat putrinya tumbuh menjadi sosok yang luar biasa, sementara ibunya selalu hadir dengan kelembutannya, duduk santai sambil menikmati secangkir teh sore di ruang tamu yang hangat.

Ibunya, yang memiliki kebiasaan duduk santai sambil menikmati secangkir teh sore di ruang tamu, berkata, "Dia gadis yang penurut dan bisa menjaga kepribadian nya dengan baik." Setiap kali mendengar kata-kata itu, Manifa merasa bahwa ibunya mungkin tidak sepenuhnya memahami betapa besar dunia yang ada dalam dirinya, dunia yang lebih luas dari sekadar kedamaian yang mereka rasakan di rumah ini. Sementara kakak-kakaknya, meskipun suka menggoda, memiliki pandangan masing-masing tentang adik perempuan mereka. Kakak pertama, dengan suara berat khas seorang lelaki dewasa, berkata sambil tertawa kecil tapi tetap tenang, "Oh, dia adalah mainan ketika baterai HP-ku habis." Di balik kata-kata itu, ada kehangatan yang menyertai, seperti cara seorang kakak melindungi adiknya meskipun dengan cara yang terkadang membuat Manifa kesal. Dia juga sering menyembunyikan sebuah kenyataan demi bisa menjalani kehidupan nya.

Kakak kedua, dengan gaya bicara energiknya, menambahkan, "Hm... Dia adalah gadis yang cengeng." Namun, ada kejujuran dalam perkataan itu, meskipun terasa mengganggu bagi Manifa. Kakak ketiga, yang sering kali paling tenang di antara mereka, berkata sambil tersenyum lebar, "Yeah, gadis kesayangan kita." Kalimat itu disampaikan dengan penuh rasa sayang, meskipun diselingi dengan canda tawa yang sering kali membuat Manifa merasa dilema, antara rasa sayang dan sedikit kesal karena terlalu sering diperlakukan seperti anak kecil.

Seperti yang terlihat, dia memiliki tiga kakak laki-laki, dan mereka semua bersaudara. Kehidupan mereka sehari-hari penuh canda tawa meskipun terkadang bercampur dengan pertengkaran kecil khas keluarga besar. Rumah mereka, yang memiliki halaman luas dengan kebun bunga kecil, selalu dipenuhi suara anjing-anjing yang dirawat oleh ayahnya. Hewan-hewan itu tidak hanya menjadi penjaga setia tetapi juga sahabat bagi anak-anak di keluarga ini. Ketika malam tiba, suara anjing-anjing menggonggong kadang menggema, menambah kesan bahwa rumah ini benar-benar hidup.

"Woof, woof..." Gonggongan itu terkadang terdengar seperti memiliki arti tersendiri. Hanya orang yang benar-benar pandai berbicara dengan hewan yang tahu apa yang dikatakan anjing-anjing itu. Kehadiran mereka membuat suasana rumah semakin hangat sekaligus aman, dengan kaki mereka yang berlari-lari di halaman, meninggalkan jejak-jejak kecil di tanah yang lembut. Suasana ini menghadirkan kenyamanan, memberikan rasa terlindungi bagi Manifa yang selalu merasa ada yang menjaga di sekelilingnya.

Manifa sudah jelas seperti apa yang dikatakan oleh keluarganya. Dia memiliki keluarga yang tampaknya sempurna, sebuah keluarga yang mungkin hanya ada dalam cerita dongeng. Namun, di balik semua itu, dia mulai menyadari dinamika yang berbeda di antara anggota keluarganya, dan satu per satu akan dibahas bagaimana kehidupan mereka berjalan. Kehidupan yang tampaknya sempurna ini bukan tanpa tantangan, dan Manifa mulai melihatnya seiring berjalannya waktu, menyadari bahwa tidak semuanya selalu berjalan dengan mudah, meskipun keluarga mereka selalu bersatu.

"(Oh, sungguh? Keluargaku utuh? Keluargaku pelengkap? Oh tidak.... Aku hanya sayang pada ayahku.... Dia sangat menganggapku sebagai putri kecil... Dia selalu melindungiku....)" Pengakuan itu meluncur dalam hati Manifa, menciptakan percikan emosi yang tak bisa ia ungkapkan langsung kepada siapa pun.

Ketika Manifa masih kecil, dia sering menjadi sasaran keisengan kakak-kakaknya. Rumah yang besar dengan ruang tamu yang luas dan lorong-lorong panjang menjadi tempat favorit mereka bermain-main. Terkadang, mereka sengaja mengerjai Manifa hanya untuk melihat reaksinya yang lucu. Dia tidak pernah bisa melawan, apalagi jika semuanya dilakukan secara bersamaan. Namun, ada satu tempat di mana dia merasa aman—di balik tubuh ayahnya yang tegap dan kokoh. Ketika ayahnya datang, Manifa segera berlari, menyembunyikan diri di balik paha ayahnya, seolah itu adalah benteng terkuat di dunia.

"Ayah.... Aku diganggu sama mereka..." ucapnya dengan suara kecil. Tangan kecilnya yang menggenggam celana ayahnya gemetar, sementara wajahnya mengintip dari balik tubuh sang pelindung. Di depan mereka, salah satu kakaknya tertawa, suaranya bergema di seluruh ruangan.

"Haha.... Cengeng sekali...."

Namun, sang raja rumah tangga, Darmaya, tidak tinggal diam. Dengan suara tegas yang selalu bisa membuat semua orang berhenti sejenak, dia berkata, "Hei, jangan begitu pada adikmu.... Siapa yang menenangkan dia jika dia menangis, huh?" Matanya yang tajam menatap kakak-kakak Manifa satu per satu, memastikan mereka mengerti. Kadang kala, jika keadaan sudah terlalu parah, Darmaya bahkan mendorong mereka untuk menjauh, memberikan ruang bagi Manifa untuk merasa aman.

Di saat seperti itu, senyum puas muncul di wajah Manifa. "Hahaha.... Lihat itu!!" katanya sambil tertawa kecil, menunjukkan keberanian yang jarang terlihat darinya.

Namun, suasana berbeda jika dia bersama ibunya. Ketika dia mencoba meminta perlindungan dari ibunya, dia tidak mendapatkan respons yang sama. "Ibu... Mereka menggangguku..." katanya sambil mendekat ke sofa tempat ibunya duduk santai. Dengan tangan yang sibuk mengambil camilan dan mata yang terfokus pada layar televisi, ibunya hanya berkata dengan nada santai, "Jangan khawatir, mereka hanya main-main."

"(Ibu sama sekali tidak membantuku....)" pikir Manifa dengan kesal. Raut wajahnya yang cemberut tidak mengubah apa pun, dan dia tahu bahwa ibunya cenderung membiarkan semuanya terjadi.

Yang selalu memberikan cinta berlebih adalah ayahnya. Dia adalah seorang pria yang meskipun sudah berumur 47 tahun, belum terlihat tua. Rambutnya yang sedikit memutih di sisi pelipis tidak mengurangi aura ketegasan dan wibawa yang ia miliki. Postur tubuhnya tetap kokoh, hasil dari bertahun-tahun latihan keras sebagai marinir AS. Setiap gerakannya mencerminkan disiplin dan tanggung jawab yang sudah mendarah daging. Itu benar, Manifa dan ketiga kakak saudaranya adalah blasteran. Eropa dari ibunya dan Amerika Serikat dari ayahnya, kombinasi yang menghasilkan perpaduan unik dalam penampilan mereka.

Warna mata mereka berbeda, sebuah ciri khas yang menarik perhatian siapa pun yang melihat keluarga ini. Warna mata biru cerah yang diwariskan dari ibu mereka tampak seperti lautan yang tenang saat diterangi matahari pagi, memberikan kesan lembut dan penuh kasih. Warna ini dimiliki oleh Manifa dan kakak pertamanya. Sebaliknya, warna mata coklat milik ayah mereka memancarkan kehangatan dan ketegasan, diwariskan kepada dua putra lainnya. Kontras warna mata ini seolah mencerminkan kepribadian mereka masing-masing, seperti melambangkan perpaduan antara keteguhan dan kelembutan dalam keluarga.

Rumah mereka, meskipun sederhana, menyimpan ribuan kenangan indah. Kompleks rumah yang cukup luas itu sering dipenuhi suara tawa, cerita, dan canda. Di ruang tamu, foto-foto keluarga dipajang rapi di dinding, membentuk kronologi perjalanan mereka dari masa ke masa. Setiap tahun, tradisi foto bersama dilakukan dengan penuh semangat. Mulai dari foto pertama ayah dan ibu sebagai pasangan muda yang penuh harapan hingga foto terbaru dengan keempat anak mereka, semuanya tersusun dalam bingkai yang indah.

"(Haha... Menyenangkan membuat foto bersama... Aku ingat ketika abang-abangku selalu bersikap acuh tak acuh ketika difoto padahal ketika aku kecil. Mereka berebut ingin memangku aku ketika foto. Karena mereka berebut, bahkan ayah juga, alhasil aku selalu dipangku oleh ibu ketika kami difoto... Itu menyenangkan, dan itu masih berlangsung hingga sekarang...)"

Di sudut lain rumah, ada ruang kerja Darmaya. Meja kayu besar di ruangan itu dipenuhi dokumen dan peta-peta misi yang menunjukkan betapa sibuknya pekerjaan ayah mereka. Namun, di atas meja itu juga terdapat foto keluarga kecilnya, sebuah pengingat bahwa di balik tugas beratnya sebagai seorang marinir, dia adalah seorang ayah yang selalu mencintai keluarganya.

"(Ayahku memang seorang marinir AS. Pekerjaannya sangat berat bahkan dia selalu berjaga dan bertempur demi kesetaraan dunia. Dia pernah pergi sangat lama di Turki dan tak lama lagi, dia juga akan pergi untuk terakhir kalinya dan setelah itu dia pensiun....)"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience