Part 5

Short Story Series 763

Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, minggu.
Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, minggu.
ah tak terasa minggu depan sudah memasuki ulangan umum yang akan menentukan naik atau tidak nya kami ke kelas XII.

aku menatap papan pengumuman kelas XI IPS 1 dimana disana terpajang daftar nilai ulangan harian matematika kemarin.
bola mataku bergerak menyusuri urutan absen, pada no 15 aku mendapati nama ku.
Mellycha Feristha nilai 80.
dan siswa lain ternyata tak ada yang lebih tinggi nilai nya dari ku. bahkan ada di antara mereka yang nilai nya di bawah 5.
"apa...?" aku berdecak tak percaya.
"astaga aku tak percaya ini... nilai ku paling tinggi dikelas..?" gumam ku kesenangan.
"ehemmm..." seseorang berdehem dari belakang.
"Witan... lu..??" aku berbalik ke arah nya.
"Iya gue.. Kenapa?" tanya nya.
"ciee yang lagi bahagia dapat nilai bagus" ucap nya lagi sebelum sempat ku menjawab.
"iya dong se enggak nya gue gak kena remidial" kataku.
"iya sih tapi dapat 80 doang arti nya itu belum sempurna" dia mengoceh.
"ya gak pa apa tapi liat dong nilai gue paling tinggi di kelas, itu sesuatu yang harus di syukuri" ujar ku.
"hhmm iya deh iyaa" kata nya.
"eng... kalo gitu boleh dong ntar bantuin gue belajar matematika, soal nya gue gak ngerti banget pelajaran itu" kata nya lagi.
"ah elu bukan nya semua pelajaran juga lu gak ngerti.." protes ku.
"enak aja, ada tau pelajaran yang gue suka dan gue ngerti" bantah nya.
"apa coba?" tanya ku.
"pelajaran olahraga " jawab nya simple.
"fiiuuhhh..." aku mendengus.
"jadi mau gak ajarin gue? gue bener-benet pengen tuntas nilai nya, masa iya dua kali remidial nilai gue belom tuntas juga" keluh nya.
"hhuuhh tadi aja bilang nya 'cuma 80 doang belum sempurna ' " aku menirukan ucapan nya tadi.
"bercanda doang Caby ku sayang... ayo lah please...!" dia meminta.
"hhmm iya deh. dimana dan kapan?" tanya ku.
"ntar sore di rumah gue" jawab nya cepat.
"rumah lu?? gue gak tau ah" kataku.
"nih" dia memberikan alamat nya di secarik kertas.
seperti nya memang sudah di siap kan.
'jalan Merdeka Barat Gg. Galatia'
"ah deket sih" batin ku.

****

jam lima sore aku pergi ke rumah nya Witan.
tok... tok.. tok...
pintu di buka oleh seorang wanita paruh baya.
"siapa ya..?" tanya wanita itu ramah.
"oh emm saya Icha temen nya Witan, tadi kita janji mau belajar bareng di sini" jawab ku.
"oohhhh... saya mama nya Witan, masuk aja non Witan nya ada di dalam kok" mama nya Witan tersenyum.
aku masuk kedalam dan di ruang tamu.
ah yang ku lihat diruang tamu benar-benar membuat ku meleleh sekaligus heran.
"apa..?? seorang Witan? gue gak salah liat?" batin ku.
yap. saat itu Witan sedang menyuapi anak kecil dengan sangattttt manis.
raut wajah nya berbeda dari yang biasa ku lihat di sekolah. yang biasa nya seperti anak berandalan ternyata di rumah punya sikap semanis itu.
aku berjalan perlahan mendekati Witan dan anak itu.
"eh.. hai Cha" sapa Witan menyadari kehadiran ku dia lalu melepaskan bando micky mouse dari kepala nya yang dipakai untuk menghibur si anak kecil itu.
terlihat baju mereka sama-sama memakai baju merah gambar micky mouse.
aku duduk bergabung bersama mereka.
"haiii " sapa ku pada anak kecil itu.
"gue ganggu ya Tan?" tanya ku.
"nggak lah, malah gue nungguin lu dari tadi" jawab nya.
"sorry ya ke sorean " kata ku.
"gak apa-apa" sahut Witan.
aku tersenyum lalu menoleh pada anak kecil itu.
"heii kamu..? nama nya siapa?" ujar ku.
anak kecil itu cuma tersenyum, kalau di lihat-lihat umur nya paling sekitar antara 4 atau 5 tahun.
wajah nya manis mata nya bulat dan tubuh sedikit berisi, tapi gak gemuk.
"nama nya Maharani, anak kakak gue" Witan memperkenalkan nya.
"hello Maharani, aku Icha" aku mengulurkan tangan dan di sambut ramah olehnya.
"kok kamu gak ngomong sih? kamu malu ya?" aku bertanya.
"maaf Cha dia emang gak bisa ngomong, udah dari lahir"jelas Witan lagi.
"ups.. maaf" ucap ku.
"gak apa-apa. eh mau di buatin apa Cha minum nya ntar gue ambil" tawar Witan.
"gak usah ah ngapain sih repot-repot gue ke sini kan mau belajar bukan mau bertamu" kataku.
"Iya tapi kan gue enak masa temen ke sini gak di kasih minum" ujar nya.
"ya udah sih air dingin aja kalo gitu" jawab ku.
"ok deh" dia langsung pergi mengambil minuman.
"heii Maharani, kamu mau belajar bahasa inggris gak?" niatan nya pengen ngajak main Maharani.
dan ternyata dia mengangguk.
aku lalu mengambil beberapa krayon dari dalam tas ku.
"nah ini warna merah " aku menunjukan krayon merah.
"ini hijau, ini kuning, ini biru dan ini putih" kata ku sambil menunjukan beberapa krayon lain nya.
"kita mulai yaa..!" ujar ku.
"apakah ini warna biru?" aku mengangkat krayon hijau. dan maharani menggeleng.
"atau kuning?" tanya ku lagi. dia pun menggeleng lagi.
"hijau?" tanya ku dia mengangguk.
"Oke pintar. nah sekarang bahasa inggris nya" aku melanjutkan.
"Merah itu Red putih white hijau green biru blue dan kuning adalah yellow" jelas ku.
dan aku mengulanginya sekali lagi.
aku mengambil krayon biru dan bertanya
"yellow?" tanya ku dia menggeleng.
"white?" dia menggeleng lagi.
"blue?" dia mengangguk.
"sekarang ini " aku mengambil krayon kuning.
"yellow?" dia mengangguk seketika.
"uuhh kamu pinter banget sih..!" puji ku sambil mengusap pipi nya yang imut.
"Cabyy...." suara Witan mengganggu aktivitas kami.
sontak kami berdua menoleh serempak pada sumber suara itu.
Witan datang dengan nampan berisi 2 gelas minuman dingin dan beberapa cemilan.
aku melirik maharani "kok dia antusias gitu noleh nya" batin ku.
"ups... maaf kan aku duo Caby" ujar nya.
"hah? duo Caby?" batin ku lagi.
"sorry Cha Caby itu sebenar nya panggilan sayang gue ke maharani" jelas nya.
"lalu.." ujar ku masih dalam hati.
dan seperti mengetahui pertanyaan di hati ku Witan lalu menjawab.
"jadi kenapa gue panggil lu Caby juga karna setiap ngeliat lu, gue jadi inget maharani soalnya pipi kalian sama-sama chubby" jelas nya.
aku hanya melongo. selama ini aku gak pernah nanya sih kenapa dia tetiba manggil Caby.
"ha jadi maksud lu gue gendut gitu?" sela ku.
"yah bukan gitu eng..." dia mencoba jawab.
"lalu apa? apa iihh lu ngatain gue secara gak langsung kan..!" sergah ku.
"nggak gue cuma bilang lu mirip maharani" Witan membela diri.
"oh si dede Maharani mah iya pipi nya chubby ngegemesin. lah gue kan nggak, pipi gue tirus gini" aku masih tak trima.
"dihh tirus dari mana pipi kayak bakpao gitu" dia malah meledek.
"Witattaaannnn....!" aku melempar bantalan sofa ke arahnya.
"loh Witan? Icha kenapa? kamu jahilin dia ya?" ternyata suara ku membuat mama Witan menghampiri kami.
sontak saja aku kaget.
"eh nggak mah, Witan gak jahilin Icha kok" tukas Witan.
"i-yaa tante, kita cuma main-main" jawab ku gagu.
"oalah... tante kira kenapa" mama Witan kembali ke dapur.
"elu sih teriak nya kekencangan" Witan menuding ku
"apaan? yang ada juga elu" aku tak mau kalah.
"enak aja gue..!" serbu Witan lagi.
"eh udah lah, jadi mau belajar gam nih?" aku mengalihkan pembicaraan.
****

jam sembilan lewat kami selesai belajar sekalian mengerjakan tugas Witan.
"Tan gue pulang yah udah malem banget nih takut di cariin ibu" ujar ku.
"lu gak nunggu makan malam dulu sama gue dan mama?" tanya Witan.
"nggak usah lah gue mau pulang aja" tolak ku halus.
"yah mama gue udah masak tuh" kata Witan.
"sorry banget, next time aja ya soalnya gue takut ibu khawatir" balas ku.
"ya udah gue anterin lu pulang" kata Witan.
"gak perlu Tan, rumah gue deket kok dari sini, lagian lu belum mandi juga ntar kemalaman lagi lu mandinya" kata ku lagi.
"gue mandi bentar, lu duduk aja disini gue gak lama kok, jangan kemana-mana" dia membopong lu untuk duduk di sofa.
aku pun menurut saja sementara dia sendiri langsung per tegas untuk mandi.
mama nya Witan menghampiriku.
"noon..." iya duduk di sampingku.
"eh iya tante" aku senyum Pada nya.
"Witan nakal ya di sekolah? suka gangguin kamu ya??" tanya nya.
"ah.. enggak kok tan, Witan gak begitu nakal masih sama kayak anak-anak lain" jawab ku.
mama Witan tersenyum lembut.
"Witan itu sebenar nya anak baik, dulu dia punya kakak mereka akrab sekali, tapi setelah kakak nya menikah lalu bercerai dengan suaminya hingga memilih bekerja keluar negri sebagai TKW dan meninggalkan anak nya Maharani, Witan seperti nya sangat kehilangan" Cerita mama Witan.
aku mendengarkannya dengan antusias.
"akhirnya Witan berubah jadi seperti itu, nakal dan juga agak bandel, tapi di balik itu dia juga penyayang dia sangat sayang sama maharani" lanjut nya.
"tapi nakal nya Witan masih dalam batas wajar kok tante, dia nggak berlebihan" timpalku.
"Cha, gue udah siap" Witan datang.
"ma, aku anterin Icha pulang ya" izin Witan.
"iya, kalian hati-hati" jawab mama nya.
"tante Icha pulang dulu ya" pamitku.
"iya, jangan bosan-bosan ya main kesini" ujar mama Witan.
"pasti kok tante" jawab ku.
kami pun meluncur dengan motor nya Witan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience