BAB 4

Family Completed 304

Sukarelawan telah berumur dua puluh tahun. Ia telah menjadi sosok pemuda yang penuh daya tarik. Walaupun ia masih miskin, itu tak membuat para gadis ogah mendekatinya. Untuk menyambung hidupnya, Sukarelawan tetap memilih bekerja sebagai pembersih bilik mandi sekolahnya dulu. Berkat kontribusi dan dedikasinya di sekolah itu setelah bertahun-tahun, Sukarelawan menjabat juga sebagai penjaga malam sekolah bobrok itiu.

“Mas Pala, bolehkah saya menemani anda duduk disitu?”

Malam itu, Jumini, salah satu gadis cantik di desa tersebut, Desa Ceboraya, datang ke pos jaga malam sekolah. Sukarelawan terkejut bukan main, sebab ia tadi sedang menggaruk-garuk pantatnya. Tentunya Sukarelawan malu sekali jika Jumini melihatnya menggaruk pantat.

“Ada apa?”

“Saya hanya ingin lebih dekat dengan anda.”

Sukarelawan mulai berkeringat dan menelan ludah saat Jumini mengambil posisi tepat di sebelah ia duduk. Jemari Jumini yang lentik itu mulai beraksi di sekitar pipi Sukarelawan . Bibir Jumini yang dilapisi lipstik merah produk ternama itu tampak menggoda, sengaja memancing nafsu Sukarelawan .

“Maaf, mbak. Saya.. Anu.. Takut… ”

“Mas Pala tidak perlu takut. Saya bukan sundel bolong, ataupun nona kunti. Saya asli Jumini. Apakah saya perlu membuka pakaian saya di hadapan Mas Pala agar anda percaya bahwa saya adalah manusia asli?”

Jumini beranjak dari duduknya. Detak jantung dan nafas Sukarelawan semakin tak beraturan saat Jumini mulai berdiri dengan pose yang sangat seksi di hadapannya. Piyama tidur warna putih nan tipis itu semakin membuat ludah Sukarelawan banyak tertelan.

“Tentu saya tak sungkan-sungkan untuk melucuti pakaian saya sendiri di sini, apalagi di hadapan Mas Pala. Mumpung ini malam yang sunyi, kenapa tak kita manfaatkan saja waktu ini menjadi waktu penuh nafas kepuasan?”

Sukarelawan semakin gemetar dan menggigil saat melihat Jumini mulai membuka kancing piyamanya satu persatu. Untuk menambah daya tarik, Jumini tak lupa membasuh bibirnya dengan lidahnya yang runcing itu.

“Tidak!”

Sukarelawan segera mencengkeram tangan Jumini kala tangan itu sedang asyiknya melepas kancing. Namun tiba-tiba semua menjadi peluru bagi Sukarelawan saat Jumini mulai berteriak kencang.

“Tolong! Tolong! Saya diperkosa!”

Entah bagaimana bisa, selang sepersekian detik dari teriakan Jumini, pos jaga malam itu sudah dipenuhi pasukan “Siap Gebuk”. Wajah mereka begitu sangar dan ganas. Atau jangan-jangan Sukarelawan memang masuk ke dalam jebakan Jumini?

“Bapak-bapak, lihatlah yang telah diperlakukan Sukarelawan pada saya,”

Jumini mengangkat piamanya dan menunjukkan pada orang-orang bahwa ia tengah hamil!

“Loh, bagaimana bisa? Saya baru kali ini bahkan hanya memegang tangan kamu, Jumini! Saya dijebak! Saya dijebak!”

Tak ada yang peduli pada Sukarelawan . Ia hanya menjadi bulan-bulanan para warga yang begitu beringas menghajarnya. Di lain sisi, Jumini tersenyum penuh kelicikan. Dan syukurnya, Sukarelawan dihajar sampai mati.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience