Sekarang aku sedang merokok, dan di akhir bulan nanti, seperti bulan-bulan yang lalu, aku akan diantar anak bungsu aku ke kantor Pos mengambil uang pencen . Uang di dalam amplop itu memang tak seberapa, tapi cukup untuk membeli rokok, kopi, dan makan dan membeli bibit bunga tulip atau batu kali kiloan. Aku suka berkebun, tapi setiap lengan aku menggenggam batang pacul, ingatan aku lebih sering berlari dan jatuh tercecer di hutan Wilangan. Anda mungkin sudah tahu apa yang dilakukan pacul itu di sana, 25 tahun yang lalu.
Meski sudah lama sekali, yah kira-kira 25 tahun yang lalu, tapi kenangannya masih melekat di kepala aku . Jujur aku sedikit malu, ketika teman-teman seangkatan mengadakan reuni, mereka masih hafal hawa dingin yang menjalari tengkuk mereka saat kali pertama memeluk laras panjang dan menarik tangkai picunya. Sedangkan aku , cuma batang pacul yang aku ingat, dan sialnya tak bisa lekang, mengganjal serupa tumor di otak. Aku tak bisa mengingat senapan mana yang membuat aku jatuh cinta dengan lekuk dan suara kokangnya. Aku bahkan lupa sama sekali harum mesiu dan muntahan asap dari ujung senapan saat peluru melesat keluar. Yang hanya aku ingat hanyalah batang pacul keparat itu!
Karena aku dalam keadaan sadar, maka wajar bila di saat aku mencatatnya seperti ini aku masih ingat. Pertemuan kami singkat saja. Meski kami sering berjumpa, atau lebih tepatnya lagi, aku memang mengincarnya sejak lama, khususnya di saat ia dan kawan-kawan buruhnya bergerombol menuntut yang tidak-tidak. Sore hari sebelum jasadnya koyak di tengah hutan, mata kami memang sempat bertumbuk pandang. Malam hari, sekitar pukul sepuluh lewat, aku mengikutinya dari balik pepohonan. Aku menyelinap ke balik himpitan tembok rumah yang dingin dan lembab. Bahkan aku harus bersembunyi di kolong kandang ayam, dan menginjak kotoran ayam berkali-kali.
Suasana malam begitu lindap. Tak terdengar gemerisik daun pohon yang diterpa desir angin. Aku lihat dari kejauhan, ia berjalan sendirian dengan langkah yang tergesa. Barangkali instingnya memberi tahu, atau jangan-jangan ia sudah memergoki sosok asing tetapi familiar, yang gerak-geriknya mencurigakan dan menambah keyakinannya untuk bersicepat. Itu tanda bagi aku dan tim untuk bergerak keluar dari kegelapan, dari celah dinding, dari balik pohon, dan aku dari kolong kandang ayam keparat.
Share this novel