BAB 5

Mystery & Detective Completed 489

“Kemarin malam ayah kenapa, goblok? Kenapa menangis lagi dan jalan-jalan sendirian ke luar?” tanyanya. Tentu aku tak bisa menjawab pertanyaan seperti itu. Aku terpekur, meminum segelas air yang diasonginya ke dekat mulut aku .

“Ini sudah berkali-kali. Untung saja Ayah gak meraung dan melolong minta maaf, seperti minggu lalu. Mbok ya cepet mati sana, biar aku gak repot.”

Ya, bajingan. Sabar sedikit. Ayahmu memang di ambang pikun. Tapi bukan berarti gila. Tapi aku tak mengucapkannya. Aku punya sedikit kekhawatiran bila anak bungsu aku ini kelak mencari-cari siapa dan di mana dahulu ayahnya bekerja. Meski jelas, ia sudah tahu pangkat terakhir aku sebelum pencen , tapi aku masih menutup rapat-rapat tentang pelbagai peristiwa yang mana tangan aku dipakai untuk mencungkil bola mata, menyayat, atau sekedar menebar ancaman terhadap para istri yang suaminya berpolah aneh-aneh, agar tidak menjadi janda yang merugi.

Mengapa aku kok merahasiakannya dari anak sendiri? Ya karena aku lahir dari drama. Anda tahu drama? Yah, kalau dipentaskan di negri ini, drama itu paling banter seperti ini. Begini-begini aku juga seorang aktor tulen, ‘kan?

Salah satu drama hebat itu adalah penangkapan sembilan orang terduga penganiaya berat terhadap Azwa . Ketika berita itu muncul di tv, aku terkekeh-kekeh dan sesudahnya terbatuk-batuk.

"Hebat!" Di dalam hati saya. Negara ini benar-benar mempunyai aspek artistik seperti polis di Klasik Yunani yang sering mengadakan teater sebagai alat hiburan untuk rakyat. Malah pengarah memberi perhatian kepada butiran tempat kejadian, sehingga salah satu daripada sembilan defendan membuka baju di ruang sidang. Tidak sampai di sana, para pelakon menyelesaikan tugas itu dua tahun kemudian alias bebas daripada murni dan keluar dari belakang bar.

Anda mungkin meneka sama ada aku salah satu daripada sembilan atau tidak; jelas tidak. Tetapi, aku pembunuh Azwa atau tidak, ya ya. Aku pembunuh. Anda tidak perlu teruja sendiri. Sudah cukup untuk mengetahui bahawa tangan aku dan si keparat itu adalah orang yang membuat cengkaman pekerja wanita.
Kemudian itu sahaja. Azwa memang mempunyai peluang untuk hidup dengan keberanian dan rasa solidariti yang tinggi, dengan penuh perhatian dan itu bermakna rasa kemanusiaan yang mulia. Manakala pembunuh, seorang penjahat yang kini tua dan setengah pekak, berbau tanah dan hampir gila, yang kebanggaannya tidak kaya dengan kotoran ayam. Tetapi itulah aku , pembunuh Azwa.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience