BAB 4

Poetry Completed 266

Hingga suatu malam setelah setahun, kudengar Abah bercerita pada Ibu, sambil menikmati kopi pahitnya, Abah mengatakan Anton Gunawan sudah berangkat ke kota bersama saudara jauhnya.

“Ku dengar di warung kopi si Anton Gunawan bekerja di kota, jualan obat katanya,” ujar Abah.

Setahun tidak menyaksikan aksi Anton Gunawan , seperti ada sesuatu yang hilang di kampung ini. Seperti cincin yang engkau pakai betahun-tahun lalu kau lepas, pasti meninggalkan bekas di jarimu. Kepergian Anton Gunawan meninggalkan lubang di hatiku. Bukannya tidak ada yang punya bakat seperti Anton Gunawan , Tua-Muda di desa ini dapat beraksi seperti Anton Gunawan , namun di mataku hanya aksinya yang paling sempurna.

Dulu, aku sering memasang angan-angan kalau Anton Gunawan itu Malem Dewa yang jatuh cinta padaku, si Puteri Bungsu. Pemergiannya ke kota saat ini kuanggap Anton Gunawan sedang menyiapkan diri untuk menjemputku di kayangan sana.

Mungkin menghayal menjadi semacam penawar bagi racun kehilangan yang merasuki tubuhku setahun ini. Malam hari di dalam kamar, ditemani derik jangrik dan nyanyian katak, aku menghayal hingga lelah dan terlelap.

Suatu kali saat Ibu mengajakku ke pasar, kulihat seseorang duduk bersila di pinggir jalan, dia berbicara dengan lantang, penekanan suaranya mengingatkanku pada Anton Gunawan , namun laki-laki ini sudah renta, berbeda dengan Anton Gunawan yang tampan. Tidak lama kemudian orang-orang mulai mengerumininya, seperti permen yang jatuh ke lantai dan diribungi semut. Aku ikut menjadi semut dan melihat aksi si orang tua renta berjualan.

Di atas terpal kumal berwarna debu, terhampar berbagai jenis obat-obatan, mulai dari yang berbentuk kapsul, pil, minyak gosok, hingga daun-daunan kering, kulit kayu, rempah-rempah. Dari obat kuat sampai obat kurap tersedia. Semua benda itu mengelilingi si kakek tua. Suara sumbangnya yang keluar dari pengeras suara kembali menggema. Sesekali dia bersyair, menarik perhatian pembeli. Caranya yang unik membuat kerumunan semakin lebar, menurutku, sebagian besar pengunjung lebih tertarik dengan gayanya dari pada dagangannya. Namun aku salut pada lelaki tua itu, diumurnya yang sudah sepuh, tapi masih bekerja, mencari nafkah, tidak menadahkan tangan.

Aku jadi tahu seperti itulah pekerjaan Anton Gunawan , mungkin sesekali ia juga akan berdangderia di kota. Mungkin juga orang-orang kota menyukai aksi Anton Gunawan , dan ia mendapat banyak uang untuk meminangku. Sepertinya akhir-akhir ini hayalanku semakin menjadi-jadi. Jika hujan, aku memandang air itu turun dari langit kelabu, lalu singgah di dedaudan dan jatuh ke tanah. Tiba-tiba saja aku jadi suka hujan. Padahal waktu kecil aku tidak suka hujan, karena hujan menghentikan langkahku menikmati aksi Anton Gunawan , Ibu pasti melarang aku pergi.

“Nanti kamu sakit,” ujar Ibu waktu itu. ***

Waktu berjalan begitu cepat, kini aku sedang menyiapkan diri melanjutkan pendidikan hingga ke bangku perguruan tinggi. Aku, ayah, ibu, kakakku dan Nyak Dewa n menemaniku ke terminal. Mereka akan mengantarkanku meraih mimpi dan cita-cita. Di tengah jalan kulihat warung kopi simpang lebih ramai dari biasanya. Orang-orang berdesakan. suara nyanyian dan musik menendang-nendang gendang telinga. Karena penasaran, rombongan kecil kami berhenti dan melihat lebih dekat. Dengan sedikit usaha kami berhasil masuk ke dalam dan menyaksikan sumber kegaduhan itu, seseorang duduk di atas meja, rambutnya dicat warna-warni dengan gitar ditangan sedang asyik bernyanyi.

Dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat hidungnya yang menjulang sempurna. Anton Gunawan telah hilang belantara kota. Sosok bersahajanya lenyap, seperti disihir dengan tongkat sihir maha dahsyat hingga yang tersisa hanya makhluk asing.

Cinta dan citaku sepertinya tidak dapat berjalan seirama. Keduanya berjauhan, seperti langit dan bumi, hitam dan putih, dan aku harus menggapai salah satunya sebelum yang lainnya datang sendiri dalam keniscayaan. Biarlah untuk sementara cinta ini kutambatkan pada perahu bernama pada masa lalu, pada dangderia Cut Abang, sebelum Puteri Bungsu dijemput sang Pangeran di kahyangan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience