Bab 4 - Cinta Nggak Pernah Sembunyi

Romance Completed 20308

Bab 4

Cinta Nggak Pernah Sembunyi

Shut up, Monyong!

KIMMY duduk di meja sambil asyik bermain dengan kalkulatornya. Setiap hari, ia emang harus menghitung pemasukan toko bukunya. Kalau orang lain cuma memerlukan satu atau dua jam untuk menyelesaikannya, nggak begitu dengan Kimmy. Ia termasuk orang yang super nggak teliti. Selalu saja ada perhitungan yang salah atau yang terlewatkan. Jadi, jangan heran kalau Kimmy bisa menghabis-kan setengah hari, bahkan pernah sampe ketiduran gara-gara urusan hitung-menghitung.

"Lho, kok, segini?" tanya Kimmy sama diri sendiri. Ia baru menemukan kalau jumlah uang yang diterima hari ini dengan buku yang terjual ternyata nggak sama. "Harusnya kan, empat ratus dua puluh tujuh tiga ratus? Hm ... mungkin belum dipotong diskonnya kali, ya? Hmmm ... berapa ya, tadi? Seratus tiga puluh lima, seratus tiga puluh ...," lanjut Kimmy mulai menghitung dari awal.

"Kim ...," teriak Erlynn dari dalam. "Dua ratus, dua ratus tiga puluh, dua ratus tiga puluh tiga, dua Kimmy masih terus menghitung. "Kiiim teriak Erlynn lebih keras. "Elo denger nggak, sih? Kiiim..."

"Apaan, sih? Tiga ratus sepuluh ribu, tiga

ratus..."

"Elo liat botol madu yang gue taruh di atas meja nggak?"

"Tiga ratus dua puluh satu. Madu apaan? Tiga ratus lima puluh dua, tiga ratus tujuh puluh sembilan, tiga ratus

"Yang di botol gede itu, lho. Yang tutup botolnya merah, yang ada tulisannya "Dua ratus dua puluh, dua ratus .... Lho, kok, balik dua ratus lagi? Aduuuh ...."

"Kiiim...," suara Erlynn lagi. "Elo tau nggak, sih?!"

"NGGAK TAUUU ...," balas Kimmy kesal. "MASA NGGAK TAU? KAN, TADI ADA DI MEJA?" teriak Erlynn lebih keras.

"NGGAK TAUUU .... GUE NGGAK LIAT! GUE NGGAK TAUUU ...," balas Kimmy lagi nggak kalah keras.

Erlynn muncul dengan celemek di badannya. "Elo mestinya tau, dong! Elo kan, liat tadi pagi gue buka botolnya, Terus gue tar...," katanya. "Hei Tante! Udah gue bilang nggak tau, ya nggak tau! Gara-gara elo, gue salah ngitung melulu. Elo tuh resek, tau nggak!" jawab Kimmy belum hilang kesalnya.

"Lho? Kok, nyalahin gue? Dari dulu-dulu, elo emang salah melulu kalo ngitung duit?!" "Udah tau gue nggak bisa itung-itungan! Bukannya bantuin, elo malah bikin gue bingung!"

"Siapa yang bikn elo bingung? Elo aja yang

kebingungan sendiri," sahut Erlynn nggak mau disalahkan. "Gue cuma na-nya, elo tau nggak di mana madu yang gue ..."

"NGGAK TAUUU!!!" potong Kimmy tambah bete.

Erlynn menutup telinganya dengan telapak tangan. "Kalo nggak tau, bilang dong, baekbaek. Nggak usah teriak-teriak kayak gitu, dong."

"Udah-udah! Gue lagi pusing. Elo jangan gangguin gue dulu!" Kimmy menyuruh Erlynn pergi dengan gerakan tangan-nya.

"Huh, payah! Katanya mahasiswa, ngitung kayak begitu aja nggak bisa," cibir Erlynn sambil melengos pergi.

Kimmy tampak nggak peduli. Ia meraih kalkulatornya dan untuk kesekian kalinya, ia mulai menghitung lagi. "Seratus. Seratus tiga puluh lima,

seratus ...."

Tiba-tiba, Bi Umi keluar dari dalam. "Non

Kimmy, saya disuruh nanya ama Non Erlynn, madunya yang tadi pagi ditaruh di mana?" Kimmy nggak menjawab. Ia cuma menggelenggelengkan kepalanya sementara mulutnya masih komat-kamit menghi-tung. Melihat begitu, Bi Umi masuk ke dalam. "Kim, gula yang kemaren itu udah abis, ya?" Lagi-lagi, Erlynn berteriak dari dalam. Kimmy langsung berhenti menghitung. Ia menarik napas dalam-dalam. "Resek banget tuh anak!!!" gerutunya. "Madu lah, gula lah, ini lah, itu lah. Huuuh

"Kim, masa gulanya tinggal segini doang?" lan- jut Erlynn.

Kimmy diam nggak menjawab. Wajahnya kelihatan menahan marah.

"KIIIM ...!" seru Erlynn makin keras. "KIIIM,

GULANYA MA -NAAA ...?"

Sekali lagi, Kimmy menarik napas dalam-dalam lalu...," NGGAK TAUUU, MONYOOONG!!!" teriaknya sekuat tenaga.

Nggak lama kemudian, Erlynn keluar dengan wajah bi-ngung, "Elo kenapa, sih? Lagi PMS, ya?"

"ELO BISA NGGAK, BERHENTI TERIAK-TERIAK?!"

"Lho, yang sekarang lagi teriak-teriak siapa?" tanya Erlynn santai.

"Grrrhhh Kimmy geregetan melihat wajah tak berdosa Erlynn.

Erlynn bergegas masuk ke dalam sebelum Kimmy sempat berteriak lagi. lak lama kemudian, ia keluar bagi sambil membawa dompet di tangannya. "Gue mau ke supermarket. Elo mau ikut nggak?" "NGGAK TA ... apa?! Apa elo bilang tadi?"

"Gue mau beli madu ama gula di supermarket.

Elo mau ikut nggak?" ulang Erlynn. Kimmy diam sejenak. Ke supermaket? Hmmm ... kalo gue ke sana, mungkin gue bisa ketemu ama cowok itu lagi.

"Mau, nggak? Cepetan!"

"Nggak!" jawab Kimmy sok ketus. "Yakin? Nggak mau ikut?" "Nggak!" wajah Kimmy cemberut kesal.

"Yakin? Kalo mau, mau. Kalo nggak, nggak.

Jangan mau yang nggak-nggak!"

"Nggak!" jawab Kimmy.

"Ya udah kalo gitu. Gue pergi dulu, ya. Byeee ..." ujar Erlynn sambil melambaikan tangannya. Kimmy mendengus kesal melihat Erlynn berjalan menye-berang. Awas elo, ya!!! katanya dalam hati. Eh, cowok itu lagi ada di supermaket

nggak, ya? Nggak mungkin kan? Masa ke supermarket terus? Hm ... ada nggak, ya? Kimmy melirik sekilas ke jam tangannya. Baru jam enam? Kok, udah gelap, sih? Ehm, ada.

Cowok itu pasti ada di sana. Gue yakin! Kemaren Erlynn bilang, kemungkinan cowok itu rumahnya deket-deket sini. Ya, dia pasti di supermaket seka-rang. I'm sure.

Dengan cepat, Kimmy merapikan rambutnya dengan je-marinya. Setelah itu, ia mengganti sandalnya dan berjalan keluar. Baru saja Kimmy hendak melintasi jalan yang ada di depan rumahnya, ia berubah pikiran. "Ah, nggak jadi, deh!" ucapnya tiba-tiba sambil membalikkan badannya.

"Ayolah Kimmy!" ucap Kimmy mulai ngomong sendiri lagi. Ia berjalan bolak-balik di depan pintu kaca toko bukunya. "Ayo, Kim! Elo pasti

ketemu dia. Pasti!" sambungnya menyemangati diri sendiri. "Nggak ada ruginya kalo elo

ke sana? Kenapa mesti bingung? Ayo, Kim!!!"

Kimmy berhenti mondar-mandir. Ia diam sejenak untuk berpikir. Setelah itu tanpa raguragu lagi, ia menyeberang ke supermarket depan.

HARI ini, Supermarket 365 Days kelihatan agak sepi. Beberapa petugas kasir yang biasanya sibuk dengan pengunjung yang hendak membayar, tampak asyik mengobrol. Ruangan dalam supermarket juga terasa lebih luas karena nggak dipadati trolley.

Jantung Kimmy berdetak cepat ketika kakinya berjalan ke bagian makanan dingin dan buahbuahan. Perasaannya campur aduk. Ia benarbenar ingin bertemu dengan cowok yang mengganggu tidurnya akhir-akhir ni. Namun, ia juga bingung harus berbuat apa jika melihat cowok itu. Kimmy nggak mau salah tingkah dan bertampang bego seperti terakhir kali ia bertatapan dengan cowok itu.

"Elo pasti ada. Gue yakin!" bisik Kimmy pelan. Ia menutup matanya sejenak setelah berbelok ke bagian buah-buahan. Mendadak tubuhnya terasa dingin. Entah karena udara dari lemari pendingin yang ada di sana atau karena gugup takut bertemu dengan cowok itu.

"Hmm ...," desan Kimmy kecewa begitu membuka mata. Tempat buah-buahan yang selalu dikunjunginya belakargan ini sama sekali nggak ada siapa-siapa. Bagian penimbangan buah dan sayur yang nggak jauh dari situ juga nggak ada yang menjaga. Kimmy menarik napas

sekali lagi. Ia merasakan jantungnya nggak lagi berdebar-debar seperti tadi.

Seharusnya gue tau, elo nggak mungkin ada di sini, batin Kimmy kecewa.

"LHO, elo dari mana?" tanya Erlynn yang sudah pulang duluan dari supermarket. Kimmy diam tak menjawab. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Wajahnya ditelungkupkan di atas bantal empuknya.

"Elo kenapa, sih?" tanya Erlynn lagi. Ia duduk di pinggir tempat tidur Kimmy. "Bilang dong, ke

gue, elo kenapa?"

Kimmy cuma menggeleng.

"Terus kalo nggak ada apa-apa, kenapa elo sedih begitu? Emangnya, elo tadi dari mana?"

"Supermarket," jawab Kimmy malas. "Hah?! Ke supermarket? Ngapain? Bukannya waktu gue ngajakin elo, elo bilang nggak mau. Kok, jadinya elo pergi juga?"

"Iya," sahut Kimmy nggak jelas karena wajahnya tertutup bantal. "Gue pengin ketemu dia." "Cowok yang itu? Ya ampyuuun!" Erlynn menggelengkan kepalanya. "Terus, elo ketemu dia lagi?" "Dia nggak ada."

"Ya iyalah. Masa tiap hari ke supermarket. Elo tuh ada-ada aja. Elo mikir dong, Kim. Mana ada cowok yang kerjaannya cuma belanja ke supermarket. Dia nggak kerja apa? Nggak kuliah apa? Nggak ...."

Kimmy langsung bangun dari tempat tidurnya. "Kan, elo yang nyuruh gue tiap hari ke sana?!" teriaknya kesal. "Elo tuh, dasar! Kemaren

ngomong gini, besok ngomong gitu. Elo bikin gue bingung, tau!!!"

Erlynn melongo, nggak menyangka reaksi Kimmy seperti itu.

"Kemaren elo juga bilang, dia pasti rumahnya deket-deket sini. Kalo gue sering-sering ke supermarket, pasti gue bisa ketemu dia lagi. Masa elo lupa ama omongan elo sendiri?" sambung Kimmy sambil menuding-nuding ke wajah Erlynn.

"Kim? Kok, elo marah-marah kayak gitu, sih?" Erlynn protes. "Maksud gue baek. Ya udah, kalo elo nggak mau de-ngerin nasihat gue, mulai sekarang, gue nggak mau ngurusin elo lagi." Kimmy menundukkan kepala. "Sori, Lynn," ucapnya lirih. "Gue lagi bete. Gue kesel sori, ya?" lanjutnya menyesal. Erlynn menarik napas sejenak, "Elo tuh, sebenarnya kenapa, sih?"

"Gue bingung, malu, sedih ... dan sebagainya."

"Malu kenapa? Sedih kenapa?" "Kok, gue bisa-bisanya nguber tuh cowok sampe kayak orang gila. Kok, gue maunya tiap hari ketemu ama dia. Malu-maluin, kan?!" Erlynn mendengarkan Kimmy dengan serius. "Harusnya, dia yang ngejar gue. Harusnya, dia yang nyari-nyari informasi tentang gue. Bukan gue, dong. Dia kan, cowok?" "Kim ... Kim!" Erlynn menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. "Elo lagi mengekspresikan perasaan elo dalam bentuk tindakan. Menurut gue, itu sah-sah aja," sambung Erlynn de-ngan bahasa yang tinggi. "Mau cowok kek, mau cewek kek, semua orang punya hak asasi untuk menunjukkan perasa- annya dengan cara seperti apa pun." "Nggak malu-maluin?"

"Nggak, lah. Justru biasanya, cewek mengekspresikan perasaan cintanya dengan cara nonverbal. Verbal, elo ngerti, kan?" tanya Erlynn sok pinter. "Kalo cowok suka ama seseorang, biasanya dia ngomong langsung. Itu namanya cara verbal. Kalo cewek, laen lagi, biasanya cewek malu disuruh ngo-mong cinta. Tapi bukan berarti dia nggak bisa menunjukkan rasa cintanya. Dia bisa pake cara nonverbal tadi

itu."

"Caranya?"

"Bisa lewat senyuman, sikap, tatapan mata, perhatian, macem-macem. Bisa juga kayak elo sekarang. Nungguin wak-tu bisa ketemu dia, cari tau tentang dia, ikutin kesukaan dia makan sunkist, sama hm ... pokoknya yang gitu-gitulah. Yang jelas, setau gue, cinta itu nggak pernah sembunyi. Cinta itu butuh diekspresiin. Cinta itu harus ditunjukin dan harus diproyeksiin dengan berbagai cara."

Kimmy tersenyum lega sambil menatap Erlynn.

"Kenapa elo senyum-senyum?"

"Thanks ya, Lynn."

"Buat?"

"Elo bener, Lynn. Cinta itu bukan sesuatu yang negatif, yang jelek, yang harus ditutup-tutupin. Cinta itu indah dan selama cinta itu cinta yang tulus, kita harus berani nunjukin." "Tuh, pinter!" ujar Erlynn ikut tersenyum. Kimmy meraih tangan Erlynn. "Elo sahabat paling oke!" katanya sambil mengacungkan jempol.

"Hehehe ...," Erlynn tersipu. "Ngomongngorrong, gue mau nanya, elo tadi bisa ngomong kayak gitu belajar dari mana?" "Ngomong apa?"

"Ya itu tadi. Ekspresi, verbal, proyeksi... ckck. ck, gue nggak nyangka, ternyata kosakata elo hebat juga."

"Ah, nggak juga. Hehehe ...," ucap Erlynn merendah. "Kadang-kadang, gue juga heran ama diri sendiri. Bentar-bentar otak gue encer, bentar-bentar ngomong apa aja kagak nyambung. Aneh!"

"Hahaha Kimmy tertawa ngakak melihat kepolosan sahabatnya. "Elo ngetawain gue, ya?" "Hahaha ... nggak ...," tawa Kimmy tak bisa ditahan.

"Awas, ya! Elo ngetawain gue, kan?" Erlynn meraih bantal lalu memukul-mukulkan ke kepala Kimmy. "Elo ngeledek gue, kan? Awas elo!"

Kimmy juga nggak mau kalah. Ia mengambil bantalnya dan membalas pukulan Erlynn. Jadilah perang bantal diiringi ketawa panjang dua sahabat.

Kimmy 's Diary ...

SEHARIAN ini, gue mikirin dia. Kalo gue tidur, gue mimpi tentang dia juga. Dan waktu bangun, rasanya gue nggak sanggup bernapas. Udah pasti.

Ini gejala penyakit rindu. Kalo darah gue dites di laboratorium, gue udah tau. Positif! Kena penyakit jatuh cinta kronis!

Wo cen bu nai fan hen xiang jain jian nil.(Gue

bener-bener nggak sabar pengin ketemu elo

lagi.)

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience