Bab 3
Enak untuk Disayang
Kesempatan kedua ...
Janji Kimmy untuk menemani Erlynn ke supermarket jadi tertunda sampai malam.
Karena kebanjiran pembeli, Kimmy yang biasa menutup kios bukunya jam lima sore, hari ini terpaksa lembur sampai jam tujuh malam. Setelah mandi dan makan seadanya, ia dan Erlynn ber-gegas ke supermarket. Untung, tempatnya nggak jauh. Mereka tinggal berjalan kaki dan menyeberang.
Waktu Kimmy dan Erlynn sampai, 365 Days Supermarket yang lebih cocok disebut hypermarket masih ramai pengunjung. Lantai satu penuh sama ibu-ibu yang sibuk men-cari sayur, buah, ikan, dan makanan atau minuman kaleng buat persediaan. Sedangkan lantai dua, kebanyakan mereka yang ingin melihat-lihat barang elektronik, baju, kaset, dan perlengkapan rumah tangga.
"Bener kan, apelnya lagi murah," ucap Erlynn begitu melihat papan harga di atas rak buah
yang konon dari New Zealand. "Cuma sepuluh ribu satu kilonya. Gue mesti beli agak banyak, nih."
Kimmy nggak begitu memperhatikan apa yang diucapkan Erlynn. Ia berdiri di dekat rak yang penuh dengan jeruk sunkist. Matanya memperhatikan buah orange segar itu, sambil sekali-sekali menoleh ke kanan-kiri. Tahu, kan? Betul! Kimmy lagi mencari wajah keren yang dilihatnya kemarin, di tempat itu juga. Wajah yang membuatnya sering nggak bisa tidur semalaman karena memikirkannya.
Moga-moga aja, cowok itu tiba-tiba sadar, sunkist-nya di kulkas tinggal satu atau dua biji. Dia harus ke sini sekarang. Beli sunkist yang banyak dan ketemu ama gue!
Kimmy mengambil salah satu buah sunkist yang ada di bagian paling atas. Didekatkannya buah bulat itu ke hidungnya. "Hmmm ... wangi," ucapnya lirih. Ketika mencium aroma khas buah sunkist, nggak tahu kenapa, lagi-lagi wajah cowok itu muncul kembali di benak Kimmy. Wajah putih, cool, sedikit tanpa ekspresi, tapi bener-benar enak dilihat! Semua gambar itu menari-nari di pikirannya. Kimmy menarik napasnya dalamdalam.
Kenapa gue bisa terobsesi ama cowok itu? I even don't know what's his name! "Heh, bengong aje?! Udah belum?" tanya Erlynn yang trolley-nya udah penuh dengan macammacam buah.
"Oh..., eh..., gue mau nyobain sunkist, nih," sahut Kimmy agak malu ketangkap basah lagi melamun. Ia memasukkan beberapa buah sunkist ke dalam plastik yang sudah tersedia.
"Segini cukup kali, ya?" Kimmy mencoba mengangkat plastiknya.
"Eh, Kim, sini!" Tiba-tiba, Erlynn menarik tangannya. "Tolongin gue bentar." Erlynn membawa Kimmy ke rak buah-buahan paling ujung. Di sana, khusus dipajang buahbuahan impor yang harganya relatif mahal. Ada kiwi, durian montong, apel Jepang, dan yang lain.
"Pilihin gue beberapa buah kiwi, dong," ucap
Erlynn begitu sampai di depan tumpukan kiwi. "Gue nggak tau, kiwi yang manis itu yang kayak gimana. Kalo salah beli, sayang lagi. Harganya mahal banget
"Gue juga nggak begitu tau, Lynn. Elo pilih aja yang kelihatannya mateng," ujar Kimmy, tapi sambil nekat milih-milih dan ngambil beberapa buah.
"Jangan banyak-banyak, Kim. Mahal, tau!" "Segini cukup?" tanya Kimmy, tangannya menggantung plastik yang isinya kira-kira sekilo buah kiwi.
"Cukup. Ntar kalo kurang, gue bisa beli lagi," jawab Erlynn sambil meraih plastik itu, lalu melangkah ke bagian timbangan buah yang nggak jauh dari situ.
"Blendernya, elo mau pake punya gue atau mau beli yang baru?" tanya Kimmy melihat Erlynn bingung mau membeli apa lagi. "Kalo beli blender baru, mahal, kan? Boleh nggak, se-mentara ini gue pinjem blender elo dulu?" "Boleh aja, tapi nggak begitu bagus. Kalo elo mau hasil jus buah elo bagus, elo mesti beli yang baru."
"Kalo nggak, kita liat dulu harganya, yuk! Siapa tau ada yang rada murah," ajak Erlynn lagi-lagi menarik tangan Kimmy.
Mereka beranjak ke lantai dua, tepatnya ke bagian per-lengkapan dapur, seperti blender, mikser,
kompor elpiji, dan lain-lain. Di sana tersedia lengkap peralatan memasak, dari yang buatan dalam negeri sampai produk impor. Dari yang murah, tapi bahannya kurang bermutu, sampai yang harganya selangit.
"Waaah ... mahal banget!" seru Erlynn melihat harga se-buah blender model terbaru. "Iya. Mahal banget. Kalo elo beli yang itu, modal yang mesti elo keluarin besar banget," sahut Kimmy ikutan mem-perhatikan blender yang dipegang Erlynn.
"Tapi, gue pengin banget. Gimana, dong?" rajuk Erlynn.
"Elo yakin mau beli yang itu?"
"Kalo jus buah gue laris, gue yakin dalam waktu singkat, modal gue bakal balik. Tapi ... kalo sekarang sih, gue belum punya duit banyak." "Gini deh, gue pinjemin elo duit dulu, ntar kalo elo udah ...."
"Apa?! Elo mau bayarin dulu? Asyiiik ...!" teriak Erlynn senang. Diletakkan blender yang dari tadi dipegangnya, lalu dipeluknya Kimmy saking senangnya. "Elo emang temen gue yang paling baek sedunia. Mmmuaaah,' ucap Erlynn purapura mencium Kimmy.
"Ih, norak banget, sih. Biasa aja, napa?" ujar
Kimmy ber-usaha melepaskan pelukan Erlynn. "Hehehe ... ntar, gue bikinin elo jus buah kiwi, ya. Elo baek, sih," rayu Erlynn lagi. "Kiwi enaknya di-mix ama buah apa, ya? Ama sunkist, cocok nggak, ya?"
"Oh ya, sunkist gue tadi mana, ya?" tanya Kimmy tiba-tiba teringat. Ia mencari di trolley yang ada di dekat Erlynn. "Nggak ada, Lynn.
Wah, ketinggalan! Kayaknya abis milih-milih tadi, gue lupa bawa. Gara-gara elo sih, nariknarik tangan gue melulu. Gue ke bawah dulu, ya?" ucap Kimmy sambil ninggalin Erlynn yang sibuk mengamati blender pilihannya.
Kimmy turun lewat eskalator menuju bagian buah-buah-an. Ia sempat terhalang seorang ibu yang lagi memborong susu bayi sampai trolleynya nggak muat lagi. Dari sana, ia berputar ke bagian makanan dingin, sayuran organik, lalu sampai ke rak buah-buahan.
Deg! Jantung Kimmy serasa mau keluar ketika dari agak jauh dilihatnya seorang cowok dengan kaus biru muda bergaris putih, berdiri di dekat rak sunkist. Langkahnya tiba-tiba terhenti, kirakira tiga meter dari tempat cowok itu.
Is that really you? Tangan Kimmy mendadak terasa dingin sekali dan detak jantungnya berpacu tak beraturan. A ... apa gue nggak salah liat? Oh, Tuhan. That's him! seru Kimmy dalam hati. Oh no ... what am I going to do?
Cowok berbadan tegap dan tinggi itu sedang asyik memilih sunkist. Karena badannya yang sedikit membelakangi, ia nggak sadar ada Kimmy yang dari tadi menatapnya.
Cool down, Kimmy! Cool down! Don't be panic!
Hibur Kimmy pada diri sendiri. Elo jangan panik, Kimmy! Jangan panik! Biasanya, kalo panik, elo malu-maluin. Tenang, Kimmy! Tenang!
Kimmy menarik nafasnya dalam-dalam sebelum mem-beranikan diri melangkah perlahan mendekati cowok itu. Sepuluh, sambilan,
delapan, tujuh, ... Kimmy menghitung langkahnya yang semakin dekat. Enam, lima, empat, tiga, dua ....
Manusia yang satu ini harum banget! seru Kimmy dalam hati begitu berada pas di sebelah cowok itu. Bukan. Bukan aroma yang pernah Kimmy hirup waktu pertama kali bertemu. Hm ... aroma blackcurrant, tebak Kimmy. Ada berapa macem sih, parfumnya ?
Cowok itu nggak menoleh. Ia sedang menghitung berapa buah sunkist yang sudah ia masukan ke dalam plastik. Kimmy yang di sebelahnya kebingungan, benar-benar nggak tahu harus berbuat apa. Untungnya, mata Kimmy sempat melihat plastik berisi sunkist miliknya yang tergeletak di atas tumpukan buah, tepat di depan cowok itu berdiri. Tanpa
pikir panjang lagi, ia mengulurkan tangannya untuk mengambilnya.
Cowok itu menoleh waktu melihat tangan Kimmy melintasi matanya. Ia melihat ke Kimmy sebentar dan tertegun. Sepertinya cowok itu sadar, ia pernah melihat Kimmy sebe-lumnya.
"Itu punyamu? tanyanya.
Spontan mata Kimmy terbelalak mendengar suara co-wok itu. Dia tadi ngomong ama gue atau ama yang laen? tanyanya dalam hati nggak percaya. Ditatapnya mata cowok itu tanpa bisa menjawab apa-apa.
"Ketinggalan, ya?" tanya cowok itu lagi ramah walaupun tanpa senyum.
Lidah Kimmy benar-benar tersekat.
Tampangnya mirip orang bego. Bukan hanya bego, tapi juga bisu dan tuli. Habisnya, ditanya seperti itu bukannya menjawab malah melotot tanpa satu kata pun keluar dari mulutnya.
Terdengar nada dering. Rupanya, HP cowok itu berbunyi. "Halo," sahutnya begitu membuka flip. "Elo di mana, Nis?"
Sementara itu, Kimmy masih berdiri di tempatnya. Walaupun mata cowok itu sudah nggak bertatapan lagi dengannya, jantung Kimmy masih deg-degan. Ia memper-hatikan gerak-gerik cowok itu sambil mencuri dengar apa yang lagi dibicarakan cowok itu di telepon.
"Elo tunqquin que, ya! Bentar laqi gue jemput elo," sam-bung cowok itu. "Jangan ke mana-
mana! Tungguin gue, oke! Bye." Cowok itu mengakhiri pembicaraannya, lalu menyimpan HP-nya.
Kimmy sedikit sedih, waktu cowok itu mengambil plastik buah sunkist-nya, bergegas menimbangnya di bagian timbangan, lalu berlalu begitu saja meninggalkan Kimmy. Kimmy mengantar kepergian cowok tadi dengan matanya sampai nggak kelihatan lagi.
Kayaknya, dia punya urusan penting ama ... siapa tadi? Nis..., siapa Nis itu? Yang jelas, itu nama cewek. Mungkin nama pacarnya. Of course, masa cowok sekeren dia nggak punya cewek? Aaah, hilang deh, kesempatan kedua!
Draw a plans...
KELIHATAN banget, Erlynn semangat dengan rencananya. Buktinya, pulang dari supermarket, ia langsung mempraktik-kan salah satu resep jus buahnya.
"Hmmm .... Seger banget. Coba elo rasain, Kim!" seru Erlynn seraya rrenyodorkan gelas berisi jus stroberi campur lemon,
"Nggak, ah!" tolak Kimmy. "Masa malem-malem gini mi-num yang dingin."
"Belagu banget, sih! Cobain dikit napa?" Erlynn sekali lagi menyodorkar gelasnya. "Besok ajalah, Lyrn. Lagi nggak pengin, nih." Muka Erlynn langsung cemberut. "Ya, udah!" ucapnya rada kesal. "Cobain gitu aja, susahnya minta ampun. Elo tuh mesti-nya bersyukur, gue udah jadiin elo orang pertama yang nge-rasain
jus buah gue. Elo tau nggak, orang lain mau minum jus yang kayak gini, dia harus bayar. Sedangkan elo? Gratis dari yang bikinnya langsung! Apa kurang en...," "Oke, oke, oke. Gue minum, deh!" sahut Kimmy menyerah. Ia mengangkat tangannya persis tentara yang kalah perang. "Apa aja deh, asal elo jangan ngomel-ngomel kayak petasan cabe rawit."
"Nih!" Erlynn nyengir, lalu mendorong gelasnya ke depan muka Kimmy.
Dengan sedikit terpaksa, Kimmy meraih gelas yang isinya tinggal separuh. Baru aja Kimmy meminum beberapa teguk, tiba-tiba .... "Bbbrrruaaah ....!" Semua air di mulut Kimmy tersembur keluar. "Kenapa?" tanya Erlynn bingung.
"Asem buangeeet!" seru Kimmy. Mata dan hidungnya ber-kerut-kerut mirip orang yang lagi makan mangga muda.
"Justru di situ uniknya jus buatan gue. Asem, tapi seger, kan?"
"Elo ngasih lemon ama stroberinya berapa banyak, sih? Yang bener aja, gue bisa sakit perut, nih," kata Kimmy masih dengan lidah yang terasa nggak enak.
"Sini. Sini," Erlynn menarik kembali gelasnya. "Kok, tadi waktu gue minum enak, ya?" sambungnya, lalu meneguk se-dikit isi gelasnya. "So sour, right?" tanya Kimmy Erlynn menggeleng-geleng, "Hmmm ... asem
dikit sih, tapi ...."
"Elo kena stroke kali, Lynn?!" Erlynn mendelik,
"Maksud elo?"
"Kenapa lidah elo jadi mati rasa begitu?" Erlynn menepuk lengan Kimmy. "Dasar elo! Ngomong sembarangan!" ujar Erlynn lagi. "Oke. Gue ngaku!" "Ngaku apa?"
"Jus gue ini ... hm ... kurang ... hm ... kurang ...."
"Kurang enak, maksud elo?"
"Bukan. Menurut gue udah enak, cuma kurang
... hm ... kurang tepat... takarannya!"
Kimmy memutar bola matanya. "Sama aja, Monyong! Bikin jus buah, kalo nggak tepat takarannya, ya hasilnya nggak enak. Katanya mau ngaku!!!"
"Iya. Maksud gue, ya itu. Kurang pas gitu, kan? Tapi besok gue coba lagi dan pasti rasanya bakal jauh lebih enak," jawab Erlynn nggak mau kalah.
"Sekarang juga, elo mesti ngaku!"
"Ngaku apaan?"
"Elo kenapa?"
"Kenapa apanya?" tanya Kimmy bingung. "Gini ya, Kim. Jujur aja. Gue tuh, merasa nggak enak. Sejak pulang da'i supermarket tadi, muka elo tuh nggak enak banget diliatnya. Gue jadi mikir, apa gara-gara elo minjemin duit ke gue, terus elo jadi bete. Elo bete ama gue ...."
Kimmy mendengar penjelasan Erlynn masih dengan wajah nggak mengerti. Walaupun begitu, Erlynn masih berceloteh panjang lebar. "Elo sebel ama gue, soalnya elo merasa gue udah meman-faatkan elo sebagai sahabat gue. Jujur sekali lagi ya, Kim. Sebenarnya, gue nggak mau minjem-minjem duit. Nggak enak ngutang ama orang lain. Iya, kan? Tapi, tadi itu, kan elo sendiri yang nawarin ke gue. Jadi, gue gimana yaaa, gue itu ..." PLETAK!!! Mendadak, Kimmy menjitak kepala Erlynn.
"Awww ...!" teriak Erlynn kesakitan.
"Elo tuh udah gila, ya?" seru Kimmy. "Kirain gue, elo mau ngomong apaan. Nggak taunya, omongan elo ngawur kagak ada ujung pangkalnya!"
Erlynn mengusap-usap kepalanya. "Elo jangan pake keke-rasan kayak gini dong, Kim!" "Abisnya, elo sok tau banget, sih! Gue jadi bener-bener bete ngedengerinnya." "Kalo gitu, sekarang jelasin ke gue. Kenapa elo mendadak jadi diem plus nggak bersemangat tadi?"
Kimmy menarik napasnya. "Heh .... Gue lagi sedih."
"Karena?"
"Gue ... gue ketemu ama dia tadi."
"Siapa?"
"Cowok itu."
"Yang mana?" Erlynn mengerutkan keningnya.
"Yang kemaren dulu gue ceritain ke elo itu."
"Yang malem-malem gue bangunin elo itu, lho.
Aduh, elo itu!"
"Oh yang elo bilang jodoh elo itu? Hah?!
Ketemu lagi? Di mana?"
"Ya, waktu kita ke supermarket tadi. Tadi, jeruk gue ketinggalan, pas gue balik mau ngambil, gue
ngeliat dia lagi milih jeruk sunkist. Terus dia ngajak gue ngomong
"Oh, ya? Terus ... terus
"Dia nanya, apa plastik yang ketinggalan itu punya gue." "Terus, elo jawab apa?"
"Jawab apa? Gue ... gue ... I didn't speak any word!" ujar Kimmy dengan wajah bersalah.
"Lho, kok?!"
"Abisnya gue bingung, Lynn. Gue nggak tau mesti ngo-mong apa. Maksud hati sih, pengin
ngomong, tapi suara gue kagak bisa keluar," jelas Kimmy penuh penyesalan. "Oooh ... gitu? Ya, gue ngerti. Tapi kalo cuma gitu doang, elo nggak usah sedih sampe kayak gimana. Gue kira, elo ngeliat dia jalan ama cewek cakep atau elo denger dia lagi ngomong di telepon ama ceweknya. Nah, kalo kayak gitu, baru elo boleh sedih. Aaah ... elo, gitu aja dipikirin!"
"Tadi gue denger, dia jelas-jelas lagi ngomong ama ceweknya."
"Haaah?" Erlynn jadi melongo. Ia sadar baru saja salah ngomong.
"Dia udah punya cewek, Lynn. Dia udah ada yang punya. Dia nggak bisa jadi pacar gue. Dia udah ...," celoteh Kimmy setengah merengek persis kayak anak kecil yang mainannya hilang. "Stop! Stop!" Erlynn menyumpal mulut Kimmy dengan telapak tangannya. "Kalo elo ngoceh
terus, masalah elo nggak bakal bisa diselesaikan. Tenang dikit napa?" ucap Erlynn sok dewasa. Kimmy diam sebentar. "Sekarang, elo kasih tau ke gue, elo tuh tau dari mana kalo dia udah punya cewek?" "Dia tadi terima telepon," jawab Kimmy sedih.
"Dari ceweknya?"
"I think so," Kimmy menganggukkan kepalanya.
"Kok, elo tau itu ceweknya?" "Abis, ngomongnya mesra banget. 'Elo jangan ke mana-mana, gue jemput elo sekarang, ya Kimmy menirukan sambil tangannya pura-pura memegang HP.
"Tapi belum tentu itu pacarnya, kan?"
"Cowok itu manggil namanya. Cewek itu dipanggil 'Nis'. Dia bilang, 'elo tungguin gue ya, Nis!
Gue jemput elo sekarang.' Itu kan, pasti nama cewek."
"Hmmm ... iya sih, nama cewek," kata Erlynn manggut-manggut.
"Tuh, kan ucap Kimmy bersiap merengek lagi. "Ssst. Diem. Elo tuh, jangan kekanak-kanakan napa? Gitu aja udah mau nangis. Nis itu bisa siapa aja. Bisa adik dia, keponakan, atau tetangga yang namanya Anisa. Siapa tau juga kucing dia namanya si Ma ... nis atau ...." "Masa ngomong sama kucing?" teriak Kimmy bete. "Be serious, please ...." "Hehehe ... gue bercanda doang," lanjut Erlynn sambil menggaruk kepalanya yang nggak gatal. "Gimana, ya? Hm ...."
"Gue kok, jadi kayak gini, sih, Lynn?" tanya Kimmy tiba-tiba dengan nada suara yang sama sekali berbeda. "Gue kok, bisa naksir matimatian ama tuh cowok. Padahal ... padahal gue nggak kenal dia."
"Nah! Itu yang gue pengin tanya ke elo tadi." Kimmy mendesah pelan, "Gue sendiri merasa aneh. Pertama kali gue liat dia, gue seperti kena sihir. Itu cowok bener-bener masuk ingatan gue terus ... kok bisa, ya?!"
"Sebenernya, falling in love at the first sight bisa-bisa aja. Cuma yang gue bingung, elo tergila-gila banget ama tuh cowok, sampe kayak kagak ada cowok lain aja di dunia ini." "Dia beda banget, Lynn. Gue nggak pernah liat cowok kayak dia sebelumnya. Matanya, rambutnya, hidungnya, bibirnya ... bener-bener beda, Lynn. Walaupun gue cuma ihat sekilas, sampe sekarang gue nggak bisa lupa wajah cowok itu. Mata dia indah banget. Matanya ... gimanaaa gitu
"Kim ucap Erlynn pelan, "kali ini, kayaknya elo bener-bener jatuh cinta."
"Aduuuh, Lynn. Gue jadi takut ama perasaan gue sendiri. Apa betul ini cinta? Kalo bener ini
cinta, harusnya gue nggak tersiksa kayak gini. Gue ... gue ... harus gimana sekarang?" tanya Kimmy terlihat resah.
"Gini ya, Kim. Menurut gue, cowok itu pasti rumahnya nggak jauh-jauh banget dari sini. Soalnya, dia demen banget belanja di supermarket seberang. Nah, kalo elo sering jalan-jalan ke sono, pasti deh, elo bakalan ketemu dia lagi."
"Kalo udah ketemu?"
"Elo jangan sia-siain kesempatan lagi. Elo tanyain nama-nya, alanatnya, teleponnya, tanggal lahirnya, sodaranya be-rapa, ama ... hm..."
"Kok, nanyanya lengkap banget? Kayak mau daftar sekolah aja? Yang serius dong, Lynn," kata Kimmy. "Lagian, masa sih, gue tiap hari ke supermarket. Ngapain coba?"
"Iya, sih. Emang repot kalo elo tiap hari ke sono.
Tapi gimana lagi?" ucap Erlynn jadi bingung
sendiri. "Hei, gue ada ide!" sambungnya tibatiba.
"Ide apaan?"
"Gimana kalo gue buka stan jus buah gue di depan supermarket? Jadi, gue bisa memantau kalo
itu cowok datang lagi ke sono. Gimana?" tanya Erlynn bersemangat.
Kimmy tersenyum, "Boleh juga, tuh."
"Elo liat sendiri, di depan sono belum ada yang jualan minuman. Wah, jus gue bisa laku banget!"
"Dan elo bisa pulang kapan aja elo mau. Tinggal nyeberang bentar, iya nggak?" Kimmy ikut bersemangat. "Setuju! Setuju!" "Tumben otak gue encer, ya? Hehehe ...," ujar Erlynn bangga.
"Hahaha ... iya, tumben ide elo bisa kepake," lanjut Kimmy.
"Kalo gitu, besok gue mau ketemu ama yang punya super-market. Gue mau tanya apa aja persyaratannya kalo gue mau jualan di depan," ujar Erlynn semakin antusias.
Lovable-man ...
SELESAI berdiskusi dengan Kimmy satu jam yang lalu, Erlynn langsung tenggelam di balik selimutnya. Sementara itu, Kimmy masih duduk bersandar bantal di atas tempat tidurnya. Ia asyik melamun sambil sesekali menghirup secangkir herbal tea hangat.
Suara jam dinding yang baru saja berbunyi dua belas kali sama sekali nggak menganggu
lamunannya. Entah sudah be-rapa kali, benaknya
memutar ulang rekanan peristiwa yang baru ia alami di supermarket tadi. Bagaimana cowok dengan sejuta pesona itu membuatnya terpaku tanpa suara. Bagaimana suara lembut dan khas cowok itu mendebarkan hatinya. Bagai-mana bau harumnya yang elegan itu membuatnya terhipnotis. Dan bagaimana ia berlalu seperti angin ketika Kimmy masih berharap ada di dekatnya.
Hhh ... pusing, desah Kimmy sambil memijit kepalanya. Cinta seperti ini namanya cinta jenis apa? What kind of love? Kok, gue jadi nggak bisa tidur? Kalo jatuh cinta aja begini menderita, gimana kalo patah hati, ya?
Pikiran Kimmy dipenuhi dengan berbagai
macam perta-nyaan yang membingungkan. Ia
merasa hatinya seperti terisi dengan sesuatu yang sulit untuk diceritakan dar digambarkan. Gesuatu yang indah, tapi yang juga membuatnya berdebar-debar cemas setiap waktu. Sungguh, Kimmy sama sekali nggak menduga, penemuan tak sengaja dengan cowok tak dikenal itu membuat hidupnya mendadak berubah.
"Andy Steven Danny ...," ucap Kimmy lirih. Ia mencoba mengingat-ingat semua nama cowok yang pernah singgah di hatinya. "Dulu, gue udah pernah pacaran. Waktu SMP pernah, SMA juga pernah. Tapi ... setau gue, pera-saan gue nggak seperti ini dulu."
Kimmy melirik sebentar ke tempat tidur Erlynn, untuk me-mastikan temannya yang satu itu sudah benar-benar tidur. Ia nggak mau, lagi-lagi ketang-
kap basah sedang ngomong sendiri. "Emang sih, cowok-cowok gue yang dulu nggak se-perfect cowok itu, tapi semua mantan gue jelas di atas rata-rata. Jadi ... jadi kenapa? Kenapa gue bisa ngerasa seneng banget kalo bisa ngeliat wajah dia? Kenapa rasanya gue pengin ketemu dia terus? Kenapa gue teringat dia terus? Dan kenapa gue tiba-tiba jadi kayak orang bisu waktu ngelihat mata dia? Speechless!" ucap Kimmy sambil menggelenggelengkan ke-pala nggak mengerti.
Kimmy terdiam sejenak. Matanya menyapu seluruh sisi ruangan kamarnya. Lampu kamar menyala kecil dan suara yang terdengar cuma bunyi jarum jam yang berputar. Tik ... tak ... tik
... tak ....
"Where are you?" bisik Kimmy pelan. "What are you doing? Elo udah tidur? Atau elo lagi ngelamun, kayak gue sekarang?"
Kimmy memejamkan matanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Seperti yang ia duga, lagilagi wajah cowok itu terlukis jelas di benaknya. Kimmy nggak berusaha mengusir bayangan cowok itu. Ia suka melihatnya. Benar-benar suka.
Tiba-tiba, Kimmy tersenyum sementara matanya masih terpejam. "Gue tau sekarang," bisiknya pelan. "Yang bikin gue nggak bisa lupa ama elo .... Yang bikin gue kangen ama elo karena ... karena wajah elo itu ... wajah orang yang ... pantes untuk disayang. Wajah elo lembut, menenangkan. Your face lovable ... very lovable."
Kimmy membuka matanya dan tersenyum agak lama. "Gue udah tau jawabannya. Gue nggak salah.
Elo emang beda ama yang lain!" ucap Kimmy dengan wajah kelihatan puas banget. Setelah itu, ia bangkit sebentar untuk menutup tirai jen-dela yang dari tadi dibiarkannya sedikit terbuka. Ia menghirup habis tehnya, lalu meletakkan cangkirnya kembali ke nakas. Kemudian, ia merebahkan kepalanya di atas bantal dan menarik selimut penghangat tubuhnya. Tak berapa lama setelah itu, ia mulai terbang ke alam mimpi. Malam itu, Kimmy tidur dengan senyum di bibirnya.
Kimmy 's Diary ...
BENER-bener ajaib! Gue ketemu lagi ama cowok itu.
Gue seneng banget ama suaranya, waktu dia bilang, "Itu punyamu?" dan ... "Ketinggalan ya?" Wah, dua kalimat ini bisa bikin gue kenyang walaupun nggak makan tiga hari tiga malem. And u know what, kayaknya parfum blackcurrant dia nempel di badan gue. Soalnya sampe sekarang, hidung gue masih bisa nyium bau enak cowok itu. Hm ... yang ini bisa bikin gue nggak mandi seminggu (nggak lah, cuma bercanda).
Heran. Gue ini kena serangan jantung atau apa, sih? Kalo inget dia, tiba-tiba jantung gue berdetak cepet. Belom ada kan, yang mati sakit jantung gara-gara jatuh cinta?
Hm ... ni se wo zui sheng ai di ren.(Elo adalah orang yang paling gue cintai) (Fuiiihhh ... ini kalimat bagus banget! Gue dapet dari CD Mandarin Song tadi).
Share this novel