Rate

4

Horror & Thriller Series 526

Awalnya Jun hanya ingin berjalan-jalan. Namun, tampaknya wanita yang ada disampingnya mengajaknya memasuki sebuah restaurant. Mereka berdua masuk dan memesan sebuah makanan mewah dan mahal. Seorang pelayan datang dan menghidangkan semua makanan yang mereka berdua pesan.

Setelah selesai, Desi menyarankan untuk kesebuah taman, tapi Jun yang melihat bahwa ini sudah hampir tengah malam berniat membawa kembali Desi kerumahnya. Mereka kembali.

"Terimakasih atas makan malamnya!" Ucap Desi dengan senyum sumringah. Memamerkan gigi putihnya.

"Tidak masalah."

Lalu Jun kembali kerumah.
Tempat yang sangat nyaman dan santai untuk menikmati malam yang serasa mencekam barusan. Jun sangat tidak percaya bahwa Desi akan mengajaknya keluar malam ini. Tapi tidak akan mungkin untuk menolak ajakan Desi karena ajakan ini menyertakan nama ayah Desi didalamnya.

Didepan rumah, Erik sedang duduk sambil mengetik sesuatu didepan laptopnya. Matanya sesekali menatap buku yang ada disamping lalu kembali menatap layar monitor dan mengetik kembali.

Jun turun dari mobil dan mendesah panjang saat duduk di kursi panjang di samping Erik.

"Bagaimana? Apakah menyenangkan?" Tanya Erik tidak lepas dari pandangan dan tangannya tetap mengetikkan sesuatu pada layar laptopnya.

"Membosankan."

"Bagaimana mungkin membosankan? Desi tipe orang yang baik dan perhatian. Wajahnya juga manis dan cantik. Bagaimana bisa membosankan?" Kali ini Erik menatap Jun. Membutuhkan penjelasan kakaknya.

"Entahlah, tapi Desi tidak sesuai dengan kriteriaku!"

"Apa....?" Erik berteriak. Tatapan kagetnya terasa dia akan dimangsa oleh seekor harimau ganas yang belum pernah makan selama dua hari. "Apakah Jun buta? Desi wanita cantik dan baik, apanya yang kurang dari wanita itu?".

"Dia bukanlah tipeku, dan tidak akan pernah menjadi tipeku. Walaupun wajahnya cantik dan dia juga baik, tapi dia terlalu antusias terhadapku. Aku tidak menyukai orang-orang seperti itu." Jelas Jun kembali.

Inilah alasan Jun tetap tidak mempunyai kekasih sampai sekarang. Bukanlah dia tidak pernah disukai oleh beberapa wanita. Tapi prinsip Jun yang membuatnya begini. Dia tidak akan menyukai wanita yang terlalu antusias, yang terlalu berkhayal bahwa mereka akan tetap disukai oleh Jun. Yang terlalu memamerkan kekayaan. Yang terlalu memamerkan kecantikan dan keseksian mereka, dan terlalu over protektif padanya. Semua itu bahkan selalu dijauhi oleh Jun sendiri dari wanita yang selalu mendekatinya.

Dari dalam rumah, Edward berjalan menghampiri mereka berdua. Tatapannya langsung terarah ke arah Jun yang terlihat lelah. Duduk didepan mereka berdua.

"Bagaimana dengan Desi? Apa dia menarik?" Tanya Edward fokus pada wajah Jun.

"Sangat membosankan!". Jun hanya menyandarkan tubuhnya pada kursi panjang dan mengatur tubuhnya se-rileks mungkin agar merasa nyaman.

Edward bahkan tidak kaget mendengar pernyataan anaknya itu. Sudah beberapa gadis yang diajaknya jalan dan setiap kata yang diucapkan Jun hanyalah 'membosankan'. Edward ingin anaknya ini juga mendapatkan pacar seperti anak-anak yang lain. Apalagi umur Jun sudah 22 tahun. Dengan wajah tampan miliknya tidak akan ada yang berani menolaknya. Tapi bukan itu masalahnya. Jun-lah yang selalu bersikap dingin pada semuanya. Tidak ada rasa semangat dalam dirinya.

"Emm, begini..." Kata Edward terputus.

Dengan adanya kata-kata ini, seharusnya ini sangat penting. Erik dan Jun yang sedari tadi melakukan kegiatannya sendiri kini fokus pada Edward yang sedang duduk didepan, ingin menjelaskan sesuatu.

"Minggu depan, ayah akan melakukan pekerjaan di kota C." Mata Edward masih menyapu kedua anaknya dan melanjutkan, "Setidaknya itu membutuhkan waktu selama 4 tahun."

Mata Jun yang sedari tadi tegang terlihat kaget. Namun bibirnya melengkung dan terlihat tersenyum. Desi, maaf aku harus pergi.

"Lalu rencananya kita akan ke kota C dan tinggal disana bersama. Ayah sudah memberitahukan ibumu mengenai ini dan dia setuju untuk tinggal disana. Bagaimana menurut ka..." Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Jun telah memotongnya dan berbicara.

"Baiklah. Aku akan ikut ayah dan ibu ke kota C."

*****

Tiga puluh menit berlalu, Mei duduk diam didalam bus. Langit yang tampaknya mendung hampir meneteskan air. Suasana mulai sedikit dingin. Embun-embun tipis mulai terlihat. Pandangannya tetap menatap kesamping. Pohon-pohon tinggi sesekali bergoyang oleh terpaan angin. Bahkan beberapa daun kering terjatuh dari kuatnya ranting pepohonan.

Sedikit jelas dijalan. Seorang laki-laki tua mondar-mandir resah tak henti. Setelah bus berhenti, dia dengan cepat naik ke bus dan duduk bergetar. Mei hanya menatapnya. Aura hitam menyelimuti laki-laki tua itu.

Laki-laki itu memakai pakaian hitam dengan topi koboi dikepalanya. Tangannya yang agak keriput mulai gemetar. Pandangannya juga seolah-olah melihat sesuatu yang salah. Tebakan Mei adalah laki-laki tua itu hampir mencapai 'waktunya'. Dan memang akan terjadi.

Diperhentian berikutnya. Sebelum Mei beranjak dari tempat dia duduk. Laki-laki tua itu terjatuh dan bergetar hebat dikursi paling depan. Tampak beberapa orang yang melihat laki-laki itu mencoba menolong. Dan beberapa orang lagi bergidik ngeri dan takut. Selang beberapa menit, ambulance datang lalu membawa laki-laki yang 'berpenyakit aneh' itu pergi.

Sopir bus tidak terlihat cemas dan khawatir sama sekali. Serasa dia telah menemui beberapa kejadian seperti ini dimasa lalunya. Bahkan sikapnya seperti orang normal biasanya dan tidak terlalu kaget atau takut saat ditanya beberapa pertanyaan oleh pihak kepolisian. Beberapa penumpang juga memberikan kesaksian mereka termasuk Mei.

***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience