Setelah kami menghitung, uang yang ditinggalkan Bapa mencapai 20 juta. Nilai yang sangat besar waktu itu. Dengan uang itu, Emak segera putar otak dan membeli sebuah kios baju. Uang itu bersisa sekitar lima juta. Emak menyimpan dua juta untuk tabungan mendadak dan mengolah tiga juta sebagai modal usahanya. Dengan uang itu, tidak banyak model dan jumlah helai baju yang dapat dibelinya. Dagangan Emak kalah bersaing dengan kios di depan dan di samping kanan kiri kami. Model-model bajunya tak sebanding dengan model baju tetangga. Alhasil, Emak selalu ditinggal pembeli. Terkadang perih hatiku ketika melihat para pembeli itu menolak baju yang disodorkan Emak dan beralih menuju kios sebelah. Sering sekali kami pulang tanpa membawa hasil apa pun. Tabungan dua juta itu digunakan Emak sehemat mungkin. Pernah satu hari itu kami hanya makan dengan kecap dan kerupuk, namun Emak selalu mengajarkan kami untuk hidup penuh rasa syukur. Di luar sana, masih banyak orang yang tidak dapat makan. Sedangkan kita masih bisa makan nasi. Kita harus mensyukurinya, itu yang selalu ia ajarkan kepada kami. Hati yang penuh dengan ucapan syukur.
Mak, ingatkah? Hari itu Emak membelikan tiga bungkus es kolak pisang.
Hidup kami yang serba pas-pasan bahkan kadang kekurangan, membuat kami bertiga bertumbuh tangguh. Kami tak mengenal manja, dan bermalas-malasan. Terlebih diriku sebagai anak sulung. Status sulung, membuat Emak berharap lebih dan menuntut diriku untuk dapat menjadi pemimpin dan penjaga adik-adikku. Aku selalu mengingatkan adik-adikku untuk tidak mengganggu Emak saat bekerja, tidak rewel, dan jangan pernah meminta uang jajan, hari ini bisa makan, udah bersyukur, itu yang selalu kukatakan pada mereka. Karena itu setiap pulang sekolah, aku selalu mengajak dua adikku pergi bermain di sekitar pasar. Kadang kami tergiur ketika melihat anak-anak lain menyeruput es cendol, makan es krim, dan mengunyah bulatan bakso-bakso kecil. Kedua adikku menoleh padaku dengan wajah yang kumengerti maksudnya, kak, aku juga mau. “Kita pergi main ke tempat lain yok. Nanti malam Emak pasti masak enak,” selalu itu jawabku.
Share this novel