4 OVERWEIGHT

Humor Completed 12578

4 OVERWEIGHT

-MENDADAK senyum Lulu jadi lebar hari itu. Lama-lama senyumnya makin lebar. Makin lebar. Makin lebar. Dan makin lebaaar. Akhirnya senyum itu lebih lebar dari pintu kamar mandi. Bosen senyum yang lebar-lebar, Lulu lalu loncat-loncat sembari tertawa kegirangan. Kemudian menari sambil nyanyi keras-keras.

Mendengar suara-suara ribut begitu, Mami yang lagi sibuk mengkalkulasi penghasilan katering, menongolkan kepalanya dari dapur. Disusul Lupus dan Kelik. Mereka heran memperhatikan tingkah Lulu yang aneh bin ajaib.

Sementara Lulu-nya sendiri nggak nyadar kalo lagi diperhatiin. Mami memberi isyarat bertanya pada Lupus. Dijawab oleh Lupus dengan mengangkat bahu. Artinya Lupus samaan nggak taunya. Lalu Mami menoleh ke Kelik.

"Lik, Lulu kenapa?" tanya Mami.

"Menurut Mami kenapa?"

"Idih kamu, ditanya kok malah nanya?" semprot Mami sebel. Saking sebelnya Mami lalu menyuruh Kelik mendekati Lulu.

"Ayo, Lik, cari tau dengan jarimu!"

"Ih, Mami, kayak iklan halaman kuning aja!"

"Eh, ayo jalanin aja. Banyak omong kamu!" semprot Mami. Kelik ketakutan, lalu mendekati Lulu. Mengamat-amati Lulu sambil memicingkan matanya. Persis pemburu mau nembak burung.

Nggak lama kemudian Kelik mendekati Mami lagi untuk melaporkan hasil pandangan matanya.

"Kayaknya Lulu lagi jatuh cinta, Mi."

"Jatuh cinta? Impossible! Mustahil! Nggak mungkin! Waktu jadian sama Bule, Devon, atau mantan-mantannya dulu, Lulu juga nggak histeris begitu," sangkal Mami yang tau betul tabiat Lulu dalam soal yang satu itu.

"Jangan-jangan Lulu lo guna-guna, Lik?" serobot Lupus asal tuduh.

Di luar dugaan, tuduhan Lupus ternyata bikin Mami histeris bak nenek-nenek kesundut rokok.

"Astaga, Lik, jadi Lulu kamu guna-guna?"

"Tenang, Mi, tenang.... Jangan mudah termakan hasutan Mas Lupus. Masa sih saya tega guna-gunain Mbak Lulu.

Lagian, kalau ketauan Srintil, saya bisa repot!"

"Srintal-Srintil. Srintal-Srintil. Siapa itu Srintil?" tanya Mami galak.

Kelik lari ke arah gorden, menutupi sebagian mukanya. Dengan gaya penari India, Kelik lalu menjawab pertanyaan Mami sambil tersipu malu, "D-dia penjaga warteg di pangkalan ojek, Mi. Tapi saya sukaaa banget. Apalagi anaknya jinak-jinak merpati. Dari jauh mesam-mesem terus. Tapi pas saya mau ngebon kopi, dia manyun!"

"Sebodo, ah. Mo manyun, kek. Mo menyan, kek. Yang penting gue cuman pengen tau, kenapa Lulu jadi begitu!" semprot Lupus.

"Mami juga nggak tertarik sama yang namanya Srintil." Kelik tersenyum plong.

"Ya baguslah. Kalo Mami sampai tertarik sama Srintil, bukan cuma saya yang repot. Tapi..."

Kelik belum sempat merapikan omongannya, Lupus sudah keburu menyodok perutnya pakai sikut.

"Permisi, Mi, Mas Lupus, saya ke belakang dulu. Mo nabung!" kata Kelik yang mendadak perutnya jadi mules. Dan tanpa menunggu jawaban dari Mami, Kelik sudah ngacir ke belakang sambil memegangi perutnya.

Sementara itu Lulu masih terus menari sambil nyanyi. Cuma aja gerakannya udah mulai melambat, kecapekan.

"Perlu ganti batre lagi, Lu?" tawar Lupus polos.

"Hus, Lupus!" Mami membentak Lupus, sambil mendekati Lulu. "Kamu kenapa sih, Lu, kok girang amat?" tanya Mami akhirnya, dengan nada lembut.

Lulu mendadak menghentikan tingkah anehny. Menoleh pada Mami dan Lupus, lalu tersenyum lebar.

"Barusan Lulu ditelepon Adi KLa, Mi. Dia ngajakin ketemu di Kafe Mila," jawab Lulu semangat sambil mengerjapngerjapkan matanya. Persis anak-anakan Jawa.

Mami dan Lupus saling pandang.

"Adi siapa?" tanya Mami nggak paham.

"Aduh, Mami, masa nggak kenal Adi KLa Project, yang suka main keyboard?"

Mami mengangguk paham. Sekarang giliran Lupus yang ngoceh, "Lantas Devon mau kamu apain, Lu? Kamu tendang? Aduh sayag, jangan begitu dong. Devon kan udah baik banget sama keluarga kita," kata Lupus.

"Mami juga ikutan nggak enak kalo kamu sampe putusin dia, Lu...."

"Iya, Lu, kamu kan tau banget mami sering ngelecein Devon bawa oleh-oleh tiap kali dia mau ngapel kamu ke sini," ujar Lupus menimpali ucapan Mami.

Lulu menatap bingung ke arah Mami dan Lupus. Nggak lama Lulu cekikikan sendiri, persis kuntilanak dapat lotre. Mami dan Lupus jelas tambah sebel.

"Mami, Lupus, tenang aja. Lulu nggak sedikit pun punya niat mutusin Devon. Dan Lulu nggak bakal selingkuh sama

Adi. Soalnya..."

"Soalnya kenapa, Lu?" kejar Mami semangat.

"Soalnya Adi nggak mau selingkuh sama Lulu...." .

"Uuuu...," teriak Mami kecewa, persis penonton layar tancep yang mendadak diguyur ujan.

"Ah, tapi nggak apa deh kamu janjian sama Adi di kafe. Cuma Mami perlu tau dulu, si Adi itu anaknya gimana? Punya surat kelakuan baik dari kepolisian nggak?" "Dia anak band, Mi. Selebriti," jawab Lupus.

Mami melongo.

"Apa itu selebriti?"

"Yah, sebangsa orang top-lah...," jelas Lupus singkat.

Dasar Mami, begitu nyadar Adi orang top, sikapnya jadi kecentilan banget. "O ya, Adi orang top, ya? Kenapa nggak kamu suruh dateng ke sini aja, Lu? Kenapa ketemunya mesti di kafe?"

"Nyari praktisnya aja, Mi. Kalo ke kafe, Adi udah tau jalannya. Kalo ke sini, belum tau. Maklum deh, Mi, rumah kita kan di dalam gang. Bisa-bisa dia nyasar ke kamar mandi orang...."

"Yah, pokoknya gimana baiknya ajalah, Lu. Yang penting kamu bisa deket sama Adi," tukas Mami dengan mata berbinar-binar. Lulu mesem, lalu berbalik jalan ke kamarnya dengan riang.

"Ah, nggak nyesel Mami ngelahirin kamu, Lu. Sebentar lagi kamu bakal jadi selebriti. Bakal jadi orang top sedunia," gumam Mami seraya menghela napas lega.

Lupus yang sebel liat tingkah maminya, kontan berteriak panik, "Nyadar, Mi, nyadar...." ***

Kesebelan Lupus temyata terbawa sampai kafe. Gimana nggak sebel, coba, kalo gara-gara mau ketemu Adi aja, Lulu jadi top banget. Mila, Inka, Bule, Kevin pada semangat merubungi Lulu.

"Lu, ntar gue dikenalin juga, ya?" pinta Mila tanpa tedeng aling-aling.

"Beres!" jawab Lulu bangga.

"Lu, ntar fotoin gue sama Adi, ya...," kali ini Inka yang memohon. "Itu bisa diatur...."

Bule dan Kevin nggak mau ketinggalan. Mereka menyodorkan kaset KLa Project ke Lulu.

"Buat apaan, nih?" tanya Lulu heran.

"Tolong mintain tanda tangan Adi, Lu...," Kevin menjawab penuh harap.

"Oooh, itu sih kecil...," jawab Lulu seraya menyaut kaset yang disodorkan Bule dan Kevin.

"Baru mo ketemu Adi aja, hebohnya udah kayak gitu. Apalagi kalo bener-bener jadi selebriti. Ambruk kali ni, kafe!" sungut Lupus mengekspresikan perasaannya yang sirik berat. Boim dan Devon yang waktu itu ada di bar sama-sama Lupus, nggak tahan buat nggak mengornentari sungutan Lupus.

"Sinis amat, Pus. Apa lo nggak suka punya adik selebriti?" tukas Devon.

"Kalo Lulu ngetop, elo kan ikut ngetop juga, Pus. Paling nggak bisa jadi modal buat kenalan sama cewek sele yang cakep-cakep," Boim nimpalin.

Lupus mencibir. Lalu mengkonter serangan dari para sahabatnya itu, "Yailah, Im, baru kenalan sama cewek cakep aja, bangga. Gue, biar kata cuma anak sekolahan, kenalan selebriti gue juga nggak kurang-kurang. Gue kan sering wawancara sama mereka."

Lagi seru-serunya anak-anak itu berdebat kusir, tiba-tiba telepon berdering. Suaranya seperti peluit kereta api yang mau masuk stasiun. Mila buru-buru mengangkat.

"Halo, Kafe Mila di sini." Mila bengong sebentar, lalu panik. "Astaga, Lu, Luuu.... Ini Adi KLa, Luuu! Dia nelepon!"

Lulu yang lagi asyik ngebersihin kuku jempolnya, jadi kaget. Dan setelah kaget, panik. Setelah panik, ia buru-buru menyambar telepon yang disodorin Mila. Setelah menyambar telepon, Lulu pun ngomong dengan penuh semangat.

"Halo, Adi, ya? Kok nggak jadi dateng? Oh, lagi rekaman. Trus, trus gimana?"

Selagi Lulu ngoceh, Devon meninggalkan Lupus dan Boim. Lalu bergabung dengan Lulu. Tingkah Devon diikuti yang lainnya. Nggak lama Lulu menutup telepon rapat-rapat. Yang lain jadi penasaran minta diceritain.

"Apa katanya, Lu?" tanya Devon polos.

Lulu mengulum senyum. Lalu menjerit semangat, persis anak balita kejepit pintu.

"Dengar baik-baik ya, Sodara-sodara. Saya nggak akan mengulangi sampai dua kali. Kata Adi, ada produser rekaman yang tertarik sama suara saya."

Yang mendengar informasi Lulu kontan terperanjat. Sebagian percaya. Sebagian nggak. Sebagian lagi antara percaya dan nggak.

"Syukur deh, Lu, akhirnya cita-cita lo kesampean. Lo kan emang udah lama pengen jadi penyanyi," puji Devon.

Lulu tersenyum senang.

"Tapi jangan salah paham dulu, ya. Suara Lulu emang mau direkam, tapi bukan buat album. Melainkan buat jingle iklan," jelas Lulu lagi.

"Buat jingle iklan?" tanya Devon agak-agak kecewa.

"Bener. Tapi Lulu malah lebih suka. Soalnya iklan kan tiap menit nongol di tivi."

"Tapi kalo iklannya pake kartun, gimana?" Lulu mikir sebentar mendengar pertanyaan Devon barusan.

"Nggak apa, yang penting orang-orang bisa tetap denger suara merdu Lulu. Terus, ada lagi informasi penting, nih!" "Apa?" sambut anak-anak serentak.

"Karena kebetulan produser jingle-nya tinggal di Bandung, jadi Lulu harus rekaman di Bandung!"

Mendengar penjelasan Lulu, anak-anak pun tersenyum-senyum senang. Mila dan Inka langsung memeluk Lulu. Bule juga memanfaatkan kesempatan itu buat memeluk Lulu, tapi langsung dikepret Inka.

"Tenang, Sodara-sodara, tenang," jerit Lulu mencoba menguasai anak-anak yang tiba-tiba jadi rese. "Lulu yang mau rekaman ke Bandung, kenapa kalian yang jadi pada histeris?"

"Soalnya kita mo nganter kamu ke Bandung, Lu. Boleh, kan?" tanya Bule mewakili teman-temannya.

Lulu tersenyum.

"Boleh aja, yang penting ongkosnya kalian tanggung sendiri."

"Horeee...!" anak-anak kontan menjerit histeris menyambut keterangan Lulu.

Puas teriak-teriak, Kevin keluar dari kerumunan, dan langsung nyamperin Lupus dan Boim yang cuma memandang peristiwa tadi dari bar.

"Kita pada mo ke Bandung nih, kalian ikut

nggak?" tukas Kevin membuka percakapan. Lalu anak itu menyentuh HP-nya yang berdering lembut. "Eh, bentar ya, gue kudu ngebatalin janji-janji bisnis dulu demi nganter Lulu ke Bandung...."

Kevin menyingkir ke pojok kafe. Lupus dan Boim saling pandang, lalu memperhatikan Kevin dengan tatapan aneh. Keduanya lantas cengengesan.

"Kasian tu anak, ngomong sendirian...," komentar Lupus.

"Iya, padahal orang-orang udah pada tau kalo itu HP palsu. Kok dia masih nekat...," timpal Boim.

"Ya, itulah akibatnya kalo orang udah jadi korban gengsi...," sambut Lupus lagi.

Tapi Kevin yang dikomentarin sedemikian rupa cuek bebek. Ia tetap berbicara di HP-nya yang ternyata... palsu, seperti kata Boim.

Puas ngomentarin Kevin, Lupus jadi ingat lagi sama Lulu.

"Dipikir-pikir, hebat juga ya Lulu, ada yang mau nawarin nyanyi. Gue kira tuh anak karier nyanyinya cuma abis di kamar mandi doang."

Tiba-tiba Boim menggumam sendiri, "Gue kudu ngebatalin acara malam ini." Lupus terperangah.

"Kali ini cewek malang mana lagi yang lo kadalin, Im?"

"Sialan lo, Pus. Malem ini gue janji mo nraktir Gusur nonton."

"Gue nggak salah denger kan, Im?"

"Nggak. Dan gue juga nggak salah ucap."

"Peristiwa ngeri macam apa yang lo alamin sampe mo ngajak nonton Gusur, Im?"

"Gue cuman kasian aja sama si Gusur. Sebab sejak peristiwa tustelnya yang ancur itu, tu anak jadi banyak bengong. Gue ngeri tu anak mati mendadak. Tapi yah, apa boleh buat, sekarang terpaksa gue batalin niat gue...." "Bagus, berarti lo masih waras," kata Lupus sambil tersenyum.

"Tapi sebagai gantinya, gue mau ngajak Gusur ke Bandung nganter Lulu. Transportasi sama akomodasinya gue yang tanggung. Pasti si Gusur lebih suka."

Selesai ngomong, Boim langsung meninggalkan Lupus, yang terbengong-bengong keheranan.

***

Teras dipenuhi koper-koper gede, dan travelling bag yang gendut-gendut laksana Gusur. Mami dan Lupus kecapekan, duduk di antara tumpukan koper. Sementara Lulu mondar-mandir keluar masuk rumah mengangkuti barang-barang. Lulu muncul lagi di teras, mikir apalagi yang harus dia bawa. Mami nggak tahan, lalu menarik tangan Lulu yang sudah mau masuk lagi.

"Udah, Lu, udah. Ke Bandung cuman bebe

rapa hari, tapi bawaan kamu kayak mau pindah rumah aja."

"Kali Lulu emang mo pindah, Mi. Biasanya kan penyanyi Bandung yang pada hijrah ke Jakarta. Lulu malah pindah ke Bandung. Bagus. Kan balanced," ujar Lupus.

Dikomentarin begitu sama Lupus, Lulu kontan cemberut.

"Siapa yang mo pindah! Ini semua buat jaga-jaga. Soalnya Lulu kan nggak tau, mesti berapa lama di Bandung. Adi nggak bilang, dan nggak ikut, lagi."

Selesai ngomel, Lulu langsung nyebeng. Siap-siap mau nangis. Mami menarik kepala Lulu, dan mengusap-usapnya.

"Mami ngerti problem kamu, Lu. Makanya Mami sama Lupus nemenin kamu."

"Malah Devon, Mila, Inka, Bule, Gusur, Boim, Kevin gue denger juga mo nemenin lo. Pokoknya bedol desa, deh!" timpal Lupus.

Lulu menatap Lupus kesel.

"Kok lo sinis, sih? Gue nggak minta mereka nganter. Mereka yang maksa pengen ikut! Kalo lo nggak ikut, gue juga nggak rugi."

"Lagian siapa yang pengen ikut. Mami aja yang maksa gue ikut buat ngawal elo!" sambut Lupus.

Lulu makin keki.

"Gue nggak butuh pengawal! Udah ada Devon."

"Justru ada Devon, elo butuh pengawal. Biar bisa ngawasin elo berdua."

Lulu mau membalas. Tapi Mami yang sejak tadi diam, akhirnya nggak tahan lagi.

"Kok jadi pada ribut? Mami masih segar bugar, kalian udah bertengkar terus. Gimana kalo nanti Mami nggak ada?" Dibentak begitu Lupus dan Lulu terperangah. Akhirnya mereka jadi nggak enak hati sendiri. Keduanya pun diam. "Ayo pada salaman...," pinta Mami kemudian.

"Nggak mau, Mi...." ujar Lupus.

Mami tersentak. "Nggak mau gimana?"

"Ntar kalo Lupus rukun sama Lulu, Mami meninggal, lagi...," jawab Lupus polos.

"Jangan ngaco kamu, Pus. Memutarbalikkan omongan Mami," Mami misuh-misuh.

Lupus cuma cengengesan. Saat itu Devon terbit bersama gerombolan kafe. Mila, Bule, Inka, Kevin, Gusur, dan Boim.

"Tuh, Devon sama anak-anak dateng!" tunjuk Lulu.

Devon dan gerombolannya masuk. Mereka langsung cekikikan melihat bawaan Lulu yang segunung banyaknya.

"Lo ngamuk, Lu. Masa bawaan satu rumah diangkutin?" ledek Devon.

"Atau berantem lagi sama Lupus? Sampe-sampe lo melarikan harta gono-gini ke Bandung?" timpal Mila.

"Nggak lucu, ah! Ini bukan cuma bawaan gue, tapi ada juga punya Mami sama Lupus. Mereka kan pada mo ikut...," Lulu kontan menyangkal ledekan Mila.

Lupus langsung berkomentar, "Betul, barang-barang itu selain punya Lulu, ada juga punya gue sama Mami...." Lulu lega dengan komentar Lupus yang bernada mendukung itu.

"Tapi, bawaan gue sama Mami cuma satu hand-bag kecil. Sisanya punya calon selebriti," kata Lupus menyambung kalimatnya.

Lulu langsung cemberut abis.

"Sialan lo, Pus!" maki Lulu.

Yang lain cekikikan. Supaya Lulu jangan tambah panik, Mami memberi isyarat agar rombongan cepat berangkat. Tapi Devon yang mobilnya akan dipake buat ngangkut rombongan ke Bandung, mendadak puyeng.

"Kenapa, Von?" tanya Mami.

"Gimana ya? Kayaknya nggak bisa semuanya ikut mobil," jawab Devon dengan perasaan nggak enak.

"Nggak bisa. Pokoknya barang Lulu nggak ada yang boleh ditinggal!" Lulu belum apa-apa udah protes duluan.

"Jangan salah paham, Lu. Maksud gue yang nggak bisa dibawa tuh anak-anak. Bukan barang lo," jelas Devon.

Lulu tersenyum lega. "Oooh, gue kirain..."

"Makanya jangan punya pikiran ngeres dulu," cibir Lupus.

"Biarin, suka-suka gue dong!" sungut Lulu.

"Eh, udah jangan ribut lagi," Mami lagi-Iagi menengahi. "Hm, kalo emang nggak bisa ngangkut semua, ya udah Mami nggak ikut aja."

Tapi Lulu buru-buru meneegah, "Nggak bisa. Mami harus ikut. Kalo mau ada yang ditinggal, kenapa nggak Lupus aja.

Biar deh Lulu relain."

"Lo sentimen amat ya sama gue," sungut Lupus.

Lulu cuek.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience