Bab 1

Romance Series 2685

Rara Raditya. Gadis kelahiran Jakarta 13 Juli 1998, keturunan asli Indonesia. Seorang karyawan perusahaan terkenal di Jakarta, gadis cerdas, paling benci dibohongi, tidak terlalu peduli dengan omongan orang lain tentangnya.

"Kata orang cinta dan kebencian itu hanya berbeda tipis. Dan saat ini aku baru menyadarinya"Rara Raditya.

         Alexander Graham. Pria kelahiran Jakarta 24 November 1995, pria campuran Jerman dan Jawa. Pemilik perusahaan ternama di Indonesia . Dia adalah sosok pria Tampan, dengan perawakan tinggi dan terbilang nyaris sempurna. Tapi sayang, sikapnya sangat dingin membuatnya sangat ditakuti oleh siapapun.

"Apa yang saya mau itu harus terwujud, termasuk memiliki kamu."Alexander Graham.

00oo

Mentari pagi telah muncul menyinari atmosfer bumi. Burung-burung berkicau merdu dan menari indah menyambut kedatangan mentari. Terlihat gadis berkacamata bulat sedang mengikat rambut dengan berhadapan dengan cermin, menatap pantulan dirinya.

 Pagi ini Ara terlihat rapi dengan setelan baju formal, dia berjalan keluar dan menutup pintu kamar. Dia melangkahkan kaki menuruni anak tangga dan terlihat sangat kesusahan akibat memakai sepatu high heels.

Kakek Rachmat yang berada di ruang tamu mendongak menatap Ara yang menuruni anak tangga tampak kesulitan.

"Kaki kamu kenapa?" Ucap Kakek Rachmat mengerutkan kening.

"Hah?"balas Ara gagu mendongak ke arah kakeknya.

"Jalannya kayak gitu, kenapa? Lagi sakit kakinya."

Dengan susah payah berjalan, akhirnya ia sampai dan langsung duduk di kursi berhadapan dengan kakek Rachmat.

"Aku kesusahan pake sepatu high heels, kek."kata Ara sambil menghela napas miris.

Kakek yang mendengarnya hanya menggeleng pelan, lalu berkata. "Sudah tahu tidak biasa pakai high heels, masih aja ngeyel."

Ara terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Memangnya kamu mau pergi ke mana? Pakaian rapi, dan pakai high heels juga."pekik kakek Rachmat sambil menutup koran yang ia baca kemudian di letakkan ke meja.

"Oh iya, aku lupa kasih tahu kakek."Ucap Ara menepuk dahinya pelan.

"Kalau hari ini Ara dapat panggilan interview kerja, kek."

"Interview?"ucap Kakek Rachmat mengerutkan keningnya.

"Iya kakek, Ara mau pergi interview hari ini. Lagian juga kan Ara nganggur udah lumayan jamuran."kata Ara sambil terkekeh kecil.

Tawa Ara terhenti kala melihat wajah kakek yang tampak murung setelah mendengar perkataan dirinya.

Ya. Ara paham, semenjak kematian orang tuanya perekonomian keluarga Ara sangat terpuruk. Tetapi, berkat kecerdasan yang ia miliki Ara mendapat beasiswa sampai lulus kuliah.

"Kakek minta maaf ...  tidak bisa menjadi kakek yang baik buat kamu. Kamu harus terbebani oleh kakek...."lirih Kakek meminta maaf.

Ara tersenyum, dia berjongkok sambil memegang kedua tangan Kakek. Menatapnya penuh kasih sayang.

Tess!Air mata kakek jatuh mengenai punggung tangan Ara. Ara tersenyum dan menghapus air mata kakek.

"Ara sayang kakek. Dan, Ara nggak mau melihat kakek menangis hanya karena ini"kata Ara.

 
"Berjanjilah kakek tidak akan berkata jika kakek beban bagi Ara?"Ara mengacungkan jari kelingkinya pada kakek.

Kakek sebentar diam. Ia pun langsung mengaitkan jari kelingkinya pada jari Ara sambil tersenyum.

"Baiklah...."

   

-----

    "Duh, jangan sampai telat nih karena hari pertama interview harus ngasih kesan yang baik."gumam Ara berjalan cepat di pinggir trotoar, Untung saja sebelum ia berangkat sudah mengganti sepatunya.

Saat ia tengah berdiri di bahu jalan. Tiba-tiba mobil mewah berwarna merah dengan atap yang terbuka berhenti di depannya dan hanya satu orang di dalamnya. Entah apa maksudnya Ara tidak tahu. Ara cuek bebek, ia memilih menengok kanan kiri mencari taksi atau angkot yang melintas.

Seorang pria yang menghentikan mobilnya di depan Ara, lantas membuka kacamata hitam miliknya dengan narsis tentunya. Pria tampan itu tersenyum, entah apa maksud dari senyumannya itu.

"Hai. Kamu Ara kan?"tanya pria itu sambil memandangi wajah Ara.

Ara mendelik tajam, ia familiar sekali dengan suara pria ini. Air wajah Ara berubah seketika, kedua tangannya mengepal kuat.

"Ck. Kenapa sih aku harus ketemu dia!"gumam Ara menghela napasnya gusar.

"Oh iya, ternyata kamu itu Rara Raditya mantan pacarku toh."pekik cowok manggut-manggut sambil mengerucutkan bibirnya.

"Gimana kabarnya, Sehat kan?. Kok nggak jawab sih?"

Ara mendengus sebal mendengar kata-kata pria yang membuat uluh hatinya sakit sampai saat ini.

"Kamu itu mau apalagi sih? Nggak puas nyakitin hati aku, hah?"ucap Ara setenang mungkin, walau tenggorokannya sudah terasa sakit akibat menahan emosi.

"Waw, ternyata kamu udah berani ngomong kasar sama aku ya? Kamu nggak mau ngomong lembut sewaktu kita pacaran dulu, hehehe..."ucap cowok itu sok dramatis.

Ara tersenyum muak mendengar kata-kata itu.

"Nggak Sudi! Lagian juga buat apa aku ngomong lembut sama kamu? Kamu itu bukan level aku lagi sekarang."tegas Ara walau hatinya sukar berkata seperti itu.

Rahangnya yang tegas, mengeras. Menunjukkan betapa tidak sukanya ia mendengar perkataan Ara. Kedua tangannya mengepal kuat, dengan tatapan tajam mengintimidasi Ara. Ara menghela napasnya, ia memberanikan diri untuk berkata.

"Kenapa? marah? Kamu nggak suka? Itu hak kamu. Oh ya, aku nggak ada waktu adu mulut sama cowok nggak punya hati kayak kamu. Redy Alamsyah Gibran!"

"Taksi, pak!"Ara melambaikan tangan menghentikan taksi yang melintas.

Ia menoleh sekilas, lalu masuk ke dalam taksi tersebut dengan perasaan yang terkoyak-koyak.

    Bukk!

Redy melampiaskan kekesalannya dengan memukul setir berkali-kali. Kata-kata Ara sudah membuatnya sangat marah.

"Cih! Dasar cewek jalang! Lihat saja Ara aku bakal bales kamu atas kejadian hari ini!"gumam Redy dengan sorot mata penuh dendam tercampur emosi.

Ara duduk di dalam taksi dengan wajah yang pucat, dia gelisah dengan perkataannya tadi. Apakah sangat berlebihan?

"Mbak, mau pergi ke mana?"sopir taksi bertanya dan melihatnya di pantulan kaca spion dalam mobil.

"....." Ara diam. Dia tak mendengar pertanyaan sang sopir yang melintas di telinganya. Dia sibuk berargumen dengan pikirannya sendiri.

"Mbak!"sang sopir bertanya yang ketiga kalinya dengan suara yang agak tinggi.

"Ah, apa pak?" Ara terkejut Sampai bicara gagap.

"Mbak, mau pergi ke mana? Saya sedari tadi bertanya."

"Maaf, pak. Saya melamun jadi nggak denger deh yang bapak tanyain. Maaf..."

"Saya, nggak butuh maaf mbak. Yang saya butuh mbak mau pergi ke mana."

"Ke perusahaan samudra group."balas Ara.

"Samudra group, mbak karyawan di sana?"

"Bukan, saya mau pergi interview kerja pak."

"Emangnya, modelan kayak mbak bakal lolos interview di perusahaan SG?"pekik pak sopir dengan nada mengejek.

Ara tertegun, memangnya apa yang salah dengan dirinya. Sudahlah semua orang pasti bakal mengatai dirinya seperti itu. Contohnya saja Redy si mantan pacarnya, selalu mempermasalahkan penampilan Ara yang kuno.

Ara menyenderkan kepalanya ke senderan Jok mobil sambil menatap ke arah luar jendela, perkataan sang sopir tidaklah salah jika ia ditolak perusahaan SG. Tetapi, tidak salah kan jika Ara mencoba?

------------

     Ara akhirnya sampai di perusahaan SG dan ia tengah berdiri sambil menatap bangunan yang menjulang tinggi pencakar langit itu. Perusahaan terbaik di negara ini, dengan cabang dimana-mana. Menjadi karyawan di sini adalah anugerah yang luar biasa, sangat jarang orang di panggil interview. Ya mungkin ini adalah keberuntungan Ara.

Ara masuk dan langsung bertanya pada resepsionis dimana ruangan interviewnya. Setelah resepsionis menunjukkan ruangan tersebut, Ara duduk dan menunggu gilirannya untuk di panggil.

Mata Ara menelisik setiap sudut ruangan tunggu, banyak sekali yang datang untuk interview. Kemungkinan Ara untuk di terima di perusahaan SG sangatlah kecil, apalagi yang datang interview tampak cocok sekali bekerja di sini.

"Perusahaan ini nggak salah panggil orang kan?"pekik seorang wanita yang duduk berhadapan dengan Ara menatapnya hina.

"Betul banget tuh, masa iya perusahaan terkemuka mau menerima kriteria karyawan kayak gini?!"sahut wanita di sebelahnya.

Ara diam. Mendengarkan ocehan mereka yang mengata-ngatai dirinya.

"Heh, cewek cupu. Mending pulang aja gih, baca komik sama minum susu."wanita di samping Ara menyentuh dagu Ara dengan jari telunjuknya.

"Sabar, Ara. Sabar ... Sabar!"batin Ara tanpa ada niatan untuk membalas perkataannya mereka.

Brakk!benturan pintu yang dibuka secara kasar amat mengejutkan jantung. Orang yang tadi masuk untuk wawancara keluar dengan berteriak memaki tidak jelas sebab dirinya tidak memenuhi kriteria di sini. Bahkan, ada pula yang sampai menangis. Di usir oleh scurity dan sebagainya.

Ara tentunya agak was-was setelah melihat semua itu.

 "Rara Raditya. Silahkan masuk giliran Anda."

Namanya di panggil. Ara pun bangkit. Hendak masuk ke dalam ruangan di depannya itu, namun mendadak lengannya dicekal oleh wanita yang duduk bersebelahan dengannya dengan tatapan tak suka.

 "Jangan berbangga dulu. Saya yakin kau tidak akan di terima di perusahaan SG ini! Dengar baik-baik!"ketus wanita itu mengancam sambil menekan kuat dan menghempaskan kasar tangan Ara.

Ara meringis kesakitan. Pergelangan tangannya sedikit memerah akibat ulah wanita penyihir itu. Lalu melangkah ia untuk masuk dan meyakinkan diri bahwa ia mampu pikirnya.

"Ayah, ibu. Doakan Ara semoga lancar, Aamiin. Bismillah."batin Ara berdoa dimudahkan segala urusannya dan menuai hasil yang menggembirakan.

*Ruangan interview*

"Perkenalan nama saya Rara Raditya umur 22 tahun, lulusan universitas A jurusan manajemen."

Tanya jawab terjadi, untungnya Ara menjawab dengan lugas dan jelas. Setelah semuanya selesai Ara keluar dari ruangan tersebut dengan jantung sedikit tenang tidak seperti awal ia masuk, jantungnya seperti sedang lari marathon.

"Huff untung saja lancar walaupun ada masalah sedikit. Aku beruntung sekali baru interview dan langsung diterima untuk bekerja di sini."kata Ara bersyukur atas diterimanya ia sebagai bagian dari perusahaan yang amat di dambakan orang banyak ini.

Semua orang menatapnya sinis, entah karena kesal akibat tidak lolos interview atau apalah itu. Ara menepis jauh-jauh perkataan yang tidak enak di dengar olehnya.

 
 

                                    
To Be Continued!

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience