Chapter 3

Romance Series 366

"baru pulang?"

Aku hanya melirik sedikit padanya tak berniat untuk menjawab. Aku sedang kesal sekarang. Pagi tadi aku terlambat ,ditambah belum makan sampai sekarang , dan sebagai hukuman karena terlambat tadi selesai pelajaran sekolah aku diharuskan membersihkan lapangan yang penuh dengan daun kering.

Kuhempaskan tubuhku kesofa tepat disampingnya duduk. Dia menatapku dalam diam karena aku tak menanggapi sapaannya.

"Ada apa?"

Suaranya terdengar khawatir. Tumben sekali dia terlihat seperti kakak yang normal. Membuatku mau tak mau menatapnya sambil tersenyum mengejek.

"Uangku habis untuk membeli rok. Rokku robek saat memanjat pagar tadi. Oppa mau menganti uangku?" kataku bercanda. Tapi soal rok yang robek memang benar adanya.

Dia masih menatapku lurus tanpa berekspreksi membuat senyumku luntur. Aku gagal menggodanya.

"Berapa?" ucapnya tiba-tiba membuatku sedikit bingung. Pih! Dia benar-benar serius mau memberiku uang? Padahal aku hanya bercanda saja. Kami sering melakukannya dan dia tidak pernah sekalipun memberiku uang sungguhan.

Kuraih remote tv untuk mengganti channel yang menarik tak memperdulikan pertanyaannya tadi. Suasana aneh apa ini. Kulirik dari ekor mataku dia masih betah menatapku lama sama seperti tadi .

Saat menemukan channel kartun kesukaanku aku mengeraskan volume dengan keras.
Dilayar tertampang 2 larva bergerak. Yang kecil warna merah dan yang besar warna kuning. Biasanya saat aku melakukan itu dia akan merebut remote dariku dan mengataiku anak kecil kemudian menggantinya dengaan drama picisan kesukaannya. Tapi kali inipun dia tetap tak bergeming sedikitpun. Dia tidak bicara saja itu aneh apalagi sampai diam seperti ini.

"hahaha"

Untuk mencairkan suasana aku mencoba tertawa keras padahal tidak ada adegan lucu saat itu, berharap dia menunjukan reaksi seperti biasanya seperti memukul kepalaku atau membekap mulutku agar berhenti tertawa. Tetapi kali inipun dia tetap diam.

"Ah menyebalkan!!" teriaku lalu bangkit setelah mematikan tv sebelumnya. Untuk kesekian kalinya aku gagal untuk menggodanya. Padahal dia selalu saja dengan mudah mengodaku dan membuatku jengkel setengah mati padanya.

Aku beranjak menuju dapur sambil melirik sebal kearahnya. Dia diam saja menatap layar tv yang mati.

Aku membuka kulkas dan sama sekali tak ada apapun didalamnya. Benar-benar kosong. Hanya ada beberapa botol air mineral dingin yang berjejer.

"Tidak ada makanan" ucapanya pendek dan sukses mengagetkanku. Dia sudah berdiri tepat dibelakangku. Wajahnya terlihat sedih sekarang. Hohoho ....rupanya dia seperti itu karena lapar?

"Eomma sakit"

Tanganku berhenti bergerak. Aku menatapnya serius dan dia malah mengalihkan pandangannya dariku.

"tidak lucu"

Lihatlah sekarang dia sama sekali tak mau melihatku. Pasti sebentar lagi dia akan tertawa kesetanan karena sudah berhasil mengerjaiku. Ku akui kali ini bercandaannya sudah kelewatan. Aku akan memukulnya kalau sampai dia melakukannya.

" aku tidak sedang bercanda"

Tiba-tiba aku merasa waktu berhenti sejenak.
Lidahku terasa kaku, sulit hanya untuk mengucapkan sepatah kata saja sekarang. Kami hanya diam. Kalut dalam pikiran masing-masing.

"Dimana?"

Aku bisa mendengar suaraku sendiri bergetar saat mengatakannya. Dia menghela nafas pelan. Kemudian mengambil botol air dan meminumnya dengan cepat.

"sudah tidur" ucapnya sambil menunduk memainkan botol air yang sudah separuh kosong ditangannya. Dia terlihat seperti orang lain sekarang.

AKu tahu dia sedang berpikir mengenai eomma. Mengenai Aku dan mengenai dirinya sendiri.

Kami hanya hidup bertiga karena appa(ayah)sudah pergi meninggalkan kami 8 tahun yang lalu ke surga. Itu artinya sebagai anak laki-laki dikeluarga mau-tidak mau dialah yang bertanggung jawab atas aku dan eomma dan tentu saja dirinya sendiri. Jujur aku merasa kasihan melihatnya menanggung hal seberat ini.

Karena eomma sakit artinya tidak ada pemasukan mulai saat ini kan? Keuangan kami sedang krisis.

"Aku akan membantu"ucapku mencoba tenang. Dia menatapku tajam dan membuat nyaliku sedikit ciut saat akan mengatakannya.
"Aku bisa bekerja...."

"Tidak usah. Yang kau lakukan cukup belajar saja." potongnya.

"Aku bisa membantu"

"TIDAK PERLU!!!"

"Aku sudah besar! Aku bisa sepertimu bekerja sepulang..."

"KUBILANG TIDAK PERLU! YA TIDAK PERLU!!"

Bentaknya keras membuatku tersentak kaget. Tidak ada lagi wajahnya yang konyol. Tidak ada tawa menyebalkan yang keluar dari bibirnya. Tidak ada lagi sorot mata menjengkelkan yang selalu kulihat.

Botol mineral yang tadi ia pegang sudah jatuh dilantai karena dibanting dengan keras. Isinya meluber kemana-mana. Air mataku sampai turun tanpa sadar. Wajahnya yang tadi mengeras kini berganti kaget setelah melihatku menangis. Nafasnya sampai terengah-engah .

Walaupun dia sering berteriak keras dan marah-marah padaku, aku tak pernah sekalipun melihatnya semarah ini. Sekali lagi dia seperti orang yang berbeda sekarang.

"Mianhae (maaf)" gumamnya pelan lebih seperti bisikan. Seiring dengan itu air mataku terus saja turun. Dia menatapku kosong.

"Mianhae"
Dia mendekatiku hendak menyentuhku. Kutepis tangannya dengan cepat. Apa salahku? Aku hanya ingin membantu. Aku sudah besar dan bisa bekerja. Tapi dia malah meneriakiku karena itu.

Dia terus menundukkan kepala saat aku berlari memasuki kamarku. Aku tak ingin melihat dan berbicara dengannya untuk saat ini. Aku ingin sendiri.

*****

Saat aku turun untuk berangkat sekolah dia sudah duduk dimeja makan dengan eomma (ibu) . Aku membuang wajah saat dia menatapku. Aku masih kesal sekali padanya.

"Makan dulu Hyeon" seru eomma (ibu) terbatuk-batuk sambil memegangi dadanya. Wajahnya pucat dan terlihat kesakitan.

Aku menarik kursiku lalu mengambil roti dan mengolesinya dengan selai. Sebenarnya aku tidak bernafsu untuk makan apalagi dengan adanya dia yang duduk tepat didepanku. Tapi aku tak ingin eomma tahu bahwa sedang terjadi perang dingin diantara kami berdua.

Dia masih memandangku sedari tadi dan terlihat ingin mengucapkan sesuatu namun urung. Malas sekali aku melihat wajahnya sekarang setelah dia sudah membentak-bentakku seenaknya tadi malam.

Eomma ( Ibu) kembali terbatuk. Mendengar saja membuatku kesakitan sendiri. Eomma bangkit hendak berdiri namun sedikit hilang keseimbangan. Hampir saja jatuh jika tidak dipegangi olehnya.

"Eomma gwaenchana( ibu , tidak apa-apa)?" ucapnya. Eomma hanya tersenyum tipis menanggapinya. Dia itu bodoh atau apa? tentu saja eomma tidak baik. Mau jatuh begitu masih ditanya.

"Eomma mau masuk kamar? Hyeon bantu ya?" tanyaku. Aku meletakkan rotiku yang belum sempat kugigit.

"tidak usah eomma bisa sendiri. Kalian lanjutkan saja makannya. Nanti terlamat."serunya lalu berjalan dengan pelan menuju kamarya.

Sekarang tinggal kami berdua. Mengingatnya membuatku tanpa sadar mendengus keras lalu kembali duduk dengan kasar. Kursiku berderit keras karenanya. Dia melirikku sambil tetap melanjutkan makannya.

"Hei"

Dia memanggilku. Aku tahu itu. Tapi aku tidak akan menjawabnya. Tidak akan.

"Hei!" serunya lebih keras. Aku pura-pura menjadi orang tuli sekarang. Silahkan saja terus memanggilku. Teriakpun aku tidak akan menjawab.

" kau marah padaku?"

Heh, orang bodoh ini tidak sadar dari tadi bahwa aku mendiamkannya. Baiklah akan kubuat kau sadar sekarang betapa aku kesal sekali denganmu.

" Hei! kau marah padaku?" ulangnya karena pertanyaanya tak kujawab. Dia menghela nafas pelan. Dan itu membuatnya semakin terlihat menyebalkan. Seharusnya aku yang melakukannya bukan dia.

" hei ,jawab "
Dia memaksaku untuk menjawab setelah ia membentak-bentakku. Jangan harap!

"hei"

"Siapa kau? Jangan mengangguku!!" ucapku berpura-pura takut .Aku memandang sekeliling dengan ketakutan seolah ada seseorang tak berwujud sedang berbicara padaku. Dia menatapku bingung.

" Hei !jangan bercanda! Aku yang berbicara padamu!"

"Hah!! Setan!" tunjukku padanya. Dia terlonjak kaget karena aku menggebrak meja dengan keras. Hampir saja aku tertawa melihat ekspresinya. Namun tak jadi kulakukan mengingat aku sedang marah dengannya.

"jangan bercanda" jawabnya setelah berdehem beberapa kali. Terlihat sedikit tersinggung karena ucapanku. Aku tidak memperdulikannya lagi. Aku kembali memakan makananku dengan tenang.

"Aku minta maaf sudah membentakmu dengan keras tadi malam." ucapnya pelan dengan wajah menunduk. Aku tak perduli. Minta maaflah yang banyak aku tetap tidak akan memaafkan dosamu padaku selama ini.
" Kau boleh melakukan apa saja padaku. Kau boleh minta apapun padaku." lanjutnya.

Cih,dia mau menyogokku? Tapi tunggu dulu. Tadi dia bilang aku boleh melakukan apapun padanya dan boleh meminta apapun padanya kan? Sekarang berbagai ide jahat bermunculan dikepalaku. Aku tersenyum dalam hati. Menarik juga.

" Baiklah" ucapku belagak jual mahal.
"benar aku boleh melakukan apapun dan meminta apapun darimu?"

Dia mengangguk cepat. Bodoh sekali. Apa dia tidak berpikir kalau aku akan balas dendam padanya?

"Asal kau tidak mendiamkanku" Dia mentapku meyakinkan. Aku mengangguk-angguk setuju dan dia tersenyum senang karenanya. Dia pikir dia sudah berhasil membuatku memaafkannya. Mati kau Baek Seung Hwan.
"Dasar anak kecil"

"Hei aku masih bisa dengar!" seruku memelototinya. Dia membalas menjulingkan matanya. Ah....dia ini pintar sekali membuat keadaan terbalik.

"Baik. Tapi aku akan menyimpan perjanjian ini sampai aku menemukan keinginanku. Dan saat itu kau harus mengabulkannya"

Kali ini aku belum punya ide yang brilian untuk membuatnya mati karena jengkel. Akan ku buat kau merasakan apa yang kurasakan selama ini karena tingkahmu itu hohoho.....Tunggu saja!

*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience