Chapter 1

Romance Series 366

"Oppa(kakak laki-laki)boleh aku bertanya?" Ucapku sambil menutup novel yang baru saja selesai kubaca. Dia menoleh menatapku dengan alis mengernyit.

Sore itu kami sedang duduk santai diatas rumput. Tepatnya dihalaman belakang rumah kami. Kami memang sering menghabiskan waktu disini. Seperti sekarang. Aku sibuk dengan novelku sedangkan dia sibuk dengan laptopnya.

"Apa cinta itu?"

Angin berhembus pelan membuat rambutku seperti berkibar karenanya. Daun-daun keringpun seolah berlari mengejar kemana angin pergi.

Dia terlihat bingung dengan pertanyaan yang baru saja aku katakan.

"Kenapa kau bertanya soal itu?" ucapnya santai sambil menatapku penuh tanya. Kini bukan hanya kepalanya saja yang menoleh tapi arah duduknyapun menghadap padaku. Jadi kami sekarang duduk dirumput berhadap-hadapan.

"Memang kenapa kalau aku bertanya soal itu? Sudah jawab saja. Apa itu cinta?" protesku mendesak.

Dia terdiam sejenak. Terlihat berpikir keras sebelum menjawab. Padahal aku bukan sedang bertanya rumus matematika yang biasa aku tanyakan
padanya-yah yang sialnya bisa ia jawab dengan mudah- . Tapi kini dia malahan terlihat kesulitan untuk menjawab pertanyaanku barusan.

"Ehmmm....sebuah perasaan. Mungkin?"

Kelihatan sekali dia ragu pada jawabannya sendiri.

"hah?maksud oppa(kakak)?Aku sudah tau kalau cinta itu sebuah perasaan."

"lalu apa?" tanyanya bodoh. Dia menatapku dengan wajah polos. Melihatnya, membuatku menjadi kesal. Jangan-jangan dia dari tadi tidak tahu maksud pertanyaanku .

"Oppa (kakak) pernah jatuh cinta?" tanyaku memastikan.
Dia diam saja dan menatap lurus kearahku.

"hah....ternyata benar." desisku lalu menepuk dahiku pelan. Aku lupa dia tidak pernah-belum pernah sekalipun-membawa perempuan kerumah. Dia ini masih suci. Belum Tersentuh.

"Pernah kok." celetuknya cepat , tak terima.

"Dengan siapa?"

Dia kelihatan gugup saat ku tatap dengan padangan menyelidik.

"Ah...ehmm....eomma ??(ibu)" jawabnya bingung setengah ngasal.

"EOMMA!!IYA EOMMA!!DENGAN EOMMA!! AHHH...KAU JUGA!"lanjutnya tambah ngasal sambil setengah berteriak menunjuk-nunjuk wajahku, membuatku ingin mati saja mendengarnya. Dia ini pintar sebenarnya. Jenius malah. Tapi baru aku tahu saking jeniusnya otaknya mungkin sekarang sudah pindah posisi. Dari lurus jadi miring.

"Kenapa panggil-panggil eomma?"

Eomma muncul dari pintu belakang membawa nampan . Diatasnya ada beberapa potong kue bolu yang masih mengepul dipiring. Sepertinya baru saja matang dan juga ada 2 gelas sirup jeruk yang terlihat sangat segar. Ia mendekati kami dan meletakkan nampannya diatas rumput. Aku mengambil sirup jeruk lalu meminumnya.

'Ah segarnya'

"Aku cinta eomma dan Hyeon"ucapnya tidak nyambung sambil menatapku dan eomma bergantian dan sukses membuatku tersedak. Eomma terlihat binggung lalu detik berikutnya tertawa mendengar ucapan bodoh anak laki-lakinya itu.

"Eomma juga mencintaimu." ucap eomma ikut tidak nyambung sambil tertawa lalu bangkit masuk kedalam rumah. Meninggalkan kami berdua yang sekarang saling menatap bingung.

"Tadi apaan sih?"

Dia bertanya sambil mencomot kue bolu lalu melahapnya bulat-bulat hingga pipinya menggembung-persis seperti ikan gembung menurutku - dan menatap penuh tanya padaku. Kujawab dengan mengangkat bahu malas. Dia saja bingung apalagi aku.

Sejenak kami terdiam. Dia sibuk mengunyah bolu dimulutnya. Pandanganku beralih keatas. Langit senja memang selalu membuatku betah untuk terus-terusan menatapnya.

"Cinta itu perasaan suka dan sayang yang dijadikan satu." ucapnya tanpa kutanya. Aku menoleh menatapnya tak percaya. Sedikit kagum bahwa dia mampu mengatakan hal seperti itu saat ini. Membicarakan hal seperti ini dengan ekspresi serius itu bukanlah gayanya. Dia bahkan selalu bercanda meskipun dalam keadaan serius sekalipun.

Diam.

Dia terlihat begitu nyaman walaupun angin membuat rambutnya yang sedikit ikal itu berantakan. Ia menatap langit lama. Biasanya saat suasana seperti ini dia akan tiba-tiba tertawa keras dengan ekspresi menyebalkan dan memiting kepalaku kencang lalu mengacak-acak rambutku gemas.

Aku menatapnya aneh. Kali ini malah aku yang ragu, apa dia mengatakan hal yang benar atau salah.
Dia kelihatan biasa saja-terlalu santai malah- saat kutatap dengan pandangan aneh. Membuatku tak yakin bahwa memang benar orang ini yang baru saja mengatakannya. Kurasa posisi otaknya kembali benar lagi.

"Ah....Tinggal satu. Kau mau?" tanyanya dengan mulut penuh. Membuat remah kue didalam mulutnya ikut menciprat kemana-mana. Dia bahkan menawariku kue yang sudah digigit olehnya. Aku tarik lagi mengatakan bahwa dia kembali menjadi orang normal dengan posisi otak yang benar.

"Tidak, terima kasih. Oppa(kakak) saja yang makan."

Dia kembali mengunyah dengan khusyuk seakan apa yang dilakukannya tadi itu sudah benar. Menawari kue yang sudah ternoda liurnya pada orang lain-walaupun aku ini adiknya sendiri-merupakan hal yang tergolong wajar untuknya. Selalu begitu, seperti orang tidak punya dosa saja.

Ku tatap lekat novel ditanganku. Pikiranku melayang mengingat percakapan bodoh kami tadi. Aku rasa perkataanya ada benarnya juga meskipun sedikit.

'Cinta itu perasaan suka dan sayang yang dijadikan satu'

Entah kenapa kata-kata itu terus terngiang dikepalaku.

'Jadi seperti itu ya?' pikirku sedikit menerawang.
Aku masih belum mengerti sepenuhnya arti ucapan itu.

"Bingung?"

Dia tiba-tiba kembali berbicara seakan tahu akan kebingunganku dan membuatku tidak jadi beranjak bangun.

Angin kembali berhembus kali ini lebih kencang. Suara daun yang bergerak memecah keheningan diantara kami. Aku menatapnya jengah. Sudah malas berbicara tidak penting lagi seperti yang sedari tadi kami lakukan.

Dia memandang kosong pada kolam ikan didepannya sambil memutar-mutar pinggiran gelas dengan pelan. Lama kutunggu dia tetap diam saja tak mengatakan apapun.

Aku mendengus kasar.
Membuatnya sadar bahwa aku menunggunya untuk bicara lagi. Tapi dia malah membalas dengan tertawa menyebalkan. Sepertinya dia sudah kembali lagi menjadi orang menyebalkan sekarang.

"Kau akan tahu saat kau jatuh cinta nanti"

Setelah mengatakan itu dia beranjak bangun lalu menepuk-nepuk kepalaku pelan sambil tersenyum. Kemudian pergi masuk kedalam rumah sambil menenteng laptop meninggalkanku yang termenung menatapnya pergi.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience