Rate

BAB 4

Fanfiction Completed 222

Perutku keroncongan sekali hari ini. Aku lupa sarapan kerana buru-buru ke sekolah, biasalah anak rajin hanya memikirkan tentang belajar, belajar, dan belajar sampai lupa semuanya. Untung aku tidak lupa untuk mandi dan berpakaian seragam ke sekolah. Aku tiba di kantin dan menemukan sebuah tangan yang melambai ke arahku. Ah, ternyata Caca. Aku segera menghampirinya dan mendapati si makhluk pluto itu juga ada di sana. Bodohnya aku.

“Ayo duduk, Tar.” tawar Caca.
“Aku duduk di tempat lain aja.” tolakku dengan cuek. Aku melangkahkan kakiku untuk enyah dari meja itu. Tapi tiba-tiba lenganku digenggam oleh seseorang. Aku menghentikan langkah kakiku dan menoleh. Mataku seketika membola dan wajah singaku pun kembali muncul. Untuk apa sih makhluk pluto itu melakukan ini? Dasar gila!

“Bisakah kau enyahkan rasa benci dan marah itu dalam bola matamu?” katanya dengan pelan. Dan aku terus saja menatapnya dengan sinis seolah siap untuk mencakarnya.
“Bisakah kau tidak menyiksa dirimu seperti ini?” lanjutnya.
“Sudah cukup bicaranya?” kataku dengan dingin. Ia pelan-pelan melepaskan genggamannya. Dan aku langsung mengangkat kaki dari tempatku tadi berdiri.
Setelah aku berjalan sekitar lima langkah dari tempat makhluk pluto itu berdiri. Tiba-tiba ada sebuah suara yang menghentikan langkahku sekaligus menghujaniku dengan tatapan mata-mata yang penuh dengan keheranan.

“Apa kau akan terus seperti ini? sampai kapan kau akan terus seperti ini? Membenci orang-orang yang tidak pernah menyakitimu? Apa semua ini masuk akal?” benar-benar si makhluk pluto itu! Apa maksudnya? Apa ia mau mempermalukanku di tempat umum. Aku menoleh, memasang tampang datar. Aku melangkah mendekatinya. Dan mengatakan sesuatu tepat di depan wajahnya yang terpaut ekspresi kesal. “Bisakah kita selesaikan ini di rumah!” pintaku bernada perintah.

Sepanjang perjalanan ke rumah aku terus memikirkan perkataan si makhluk pluto itu, walaupun perjalanan dari sekolah ke rumah lumayan jauh tapi aku lebih memilih untuk berjalan kaki kali ini ketimbang naik bus seperti biasanya. Entahlah, tiba-tiba aku memikirkan semua sikap dan perilakuku selama ini. Apa aku terlalu egois? Kata-kata Lans terus menggema di fikir anku, apa aku akan terus seperti ini? Kata Mama aku tidak akan pernah hidup tenang di dunia ini kalau aku terus seperti itu.

Tanpa sadar aku sudah melangkahkan kaki ke dalam rumah, ku lihat sekilas mata mama dan nenek yang menatapku dengan keheranan di sofa ruang tamu.
“Kamu ada jam tambahan ya?” tanya Mama tanpa beranjak dari posisi duduknya.
“Mm?” ku lirik jam yang melekat di pergelangan tanganku, ya ampun hampir maghrib, pantes aja Mama dan Nenek terlihat khawatir.

Setelah salat Maghrib berjamaah dengan keluarga di ruang salat, mengaji bersama, dan salat Isya berjamaah pula aku kembali ke bilik ku. Sesaat setelah melangkah masuk ke dalam bilik aku memikirkan kata-kata Lans, bukankah aku bilang kalau aku akan menyelesaikan persoalan ini di rumah. Aku meraih ponselku dan mengirimkan pesan pada makhluk pluto itu.

“Tunggu aku di taman belakang..” Setelah pesan itu terkirim, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke tilam , entahlah tapi aku merasa hati dan fikir anku sedang kacau saat ini. 10 menit kemudian aku beranjak dari posisiku dan ke luar dari bilik menuju taman.

Di sana aku melihatnya berdiri dengan posisi membelakang di bawah lampu taman yang tidak begitu terang, sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Aku mendekatinya dan setelah aku semakin dekat dengannya, “Jadi katakan padaku mengapa kau begitu membenci makhluk sepertiku.” sahutnya dengan nada pelan dan suara yang berat tanpa menoleh padaku.

“Aku tidak tahu apa mata Papa bulat atau almond, apa hidung Papa pesek atau mancung, gimana bentuk wajahnya, warna rambutnya, apa dia pendek atau tinggi. Aku tidak tahu. Kerana dia tidak pernah kasih aku kesempatan untuk melihat dia walau hanya sedetik seumur hidupku. Dia membuat aku tidak tahu arti sebenarnya dari kata ‘Papa’ dia membuat aku membenci kata itu.” kataku sambil menunduk.

“Dan dia membuat aku membenci semua laki-laki yang ada di dunia ini. Dia pergi! Dia pergi saat aku masih berjuang dalam perut Mama, dia ninggalin Mama dalam keadaan yang menyedihkan. Dia pergi bersama wanita lain yang punya banyak uang. Saat itu Mama berjuang keras untuk makan dan untuk mempertahankan aku dalam kandungannya, bahkan aku dan Mama hampir aja meninggalkan dunia ini saat Mama akan melahirkan.” lanjutku dengan nada kesal campur sedih.

Setelah mendengar semua penjelasanku, dia berbalik dan memandangku dengan mata beningnya, “Tapi setidaknya kamu tidak berfikir an sempit seperti itu.” ujarnya dengan nada sedikit membentak dan anehnya aku sama sekali tidak marah dan hanya menunduk dengan mata berkaca-kaca. Biasanya kalau ada manusia yang bersikpa tidak sopan padaku aku akan langsung menggamparnya.z

“Kamu tidak akan pernah mengerti.” kataku dengan lemas.
“Aku mengerti.” sahutnya dengan suara yang lembut sambil memgang kedua bahuku dengan kedua tangannya kemudian jari-jari panjangnya meraih daguku dan mensejajarkan pandanganku dengan pandangannya, mata bening yang lembut itu merobohkan pertahananku. 30 detik kemudian setetes air bening meluncur melewati kelopak mata kananku.
“Arhh Aku takut. Aku takut. Aku tak ingin seperti Mama, aku tak nak jadi manusia yang lemah. Aku taknak aku dan anak aku mengalami nasib yang sama , aku tak nak, please.” jelasku dengan penuh kemanjaan.

“Aku tidak pernah melihat kamu serapuh ini.” sahutnya dengan nada prihatin.
“Dengar, aku akan selalu ada di belakangmu, kamu akan selalu ada dalam masa depanku. Aku akan selalu melindungi kamu, kamu harus tahu itu dan jangan pernah berfikir kalau aku akan pergi meninggalkan kamu. Oke!” urainya dengan nada yang begitu lembut dan yah 2, 3, 4 tetes air mataku meluncur dan sekejap aku berubah menjadi Astari yang lemah, cengeng, manja, dan memang seperti itulah aku. Berusaha menjadi kuat dengan menahan semua air mataku membuatku menjadi sangat tersiksa.

Aku menggeleng, “Aku ingin kamu selalu ada di sini.” kataku sambil menunjuk samping kananku, “Aku ingin kamu selalu merangkulku ke mana pun kamu pergi.”
Senyumnya seketika merekah dan ia langsung merubah posisinya ke samping kananku dan merangkulku, “Oke.” katanya.

“Apa itu berarti kamu mau jadi Ibu dari anak-anakku?” lanjutnya mengagetkanku. Aku menoleh memandang mata beningnya dan mengerutkan keningku. Dia mengangkat kedua alisnya dan sedikit mengerutkan bibirnya dan tanpa mendengarkan sepatah kata pun dariku ia langsung berjingkrak-jingkrak kegirangan. Dasar! Dengan hanya melihat senyumku dia sudah tahu isi hatiku dan itu untuk pertama kalinya aku tersenyum.

Dunia seketika berubah, semua udara yang ku hirup terasa sangat sejuk dan sama sekali tidak menyesakkan. Tidak ada lagi kebekuan di kelas, di rumah, dan di mana pun, semua terasa longgar dan inilah kehidupan baruku. Dan kau tahu siapa yang sudah merubah wanita penyihir sepertiku menjadi seorang Cinderella? Bukan, bukan seorang pangeran berkuda putih tapi seorang alien dari planet Pluto, alien yang sangat tampan yang menghembuskan sejuta kekuatan padaku.

Saatnya aku menutup diary hitamku dan membuka diary dengan sejuta warna. Terima kasih, Tuhan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience