- Prolog -

Romance Completed 32409

LET GO
Windhy Puspitadewi

Kau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya.
Raka tidak pernah peduli pendapat orang lain, selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia harus berteman dengan Nathan, Nadya, dan Sarah. Tiga orang dengan sifat yang berbeda, yang terpaksa bersama untuk mengurus mading sekolah.

Nathan, si pintar yang selalu bersikap sinis. Nadya, ketua kelas yang tak pernah meminta bantuan orang lain, dan Sarah, cewek pemalu yang membuat Raka selalu ingin membantunya.

Lagi-lagi, Raka terjebak dalam urusan orang lain, yang membuatnya belajar banyak tentang sesuatu yang selama ini ia takuti. Kehilangan.


- Prolog -

"Raka..." Bu Ratna menghela napas. "Kali ini, kenapa lagi?"

"Mereka duluan yang ganggu saya," jawab Raka tegas.

"Bukan alasan!" kata Bu Ratna tak kalah tegas. "Apa kamu lupa kalau kamu ini baru kelas X? Artinya, kamu baru empat bulan di sekolah ini, empat bulan Raka! Dan, kamu sudah berkelahi sebanyak dua kali!"

"Jadi, maksud Ibu, kalau ada yang ganggu saya, saya harus diam saja?" protes Raka. Rahangnya mengeras dan tangannya tergenggam erat.

"Bukan!" sergah Bu Ratna. "Tapi, Ibu ingin kamu
membalasnya bukan dengan otot, tapi otak!"

Raka mengernyitkan dahi.

"Ah, sudahlah." Bu Ratna menggeleng. "Setelah ini, saya mau menghadap Kepala Sekolah untuk mendiskusikan hukuman yang cocok untukmu, sepertinya skorsing saja tidak cukup. Aku harus memberi tahumu, Pak Kepala Sekolah tidak begitu suka ada biang kerok di sekolahnya.
Motonya: mumpung masih berupa larva, harus secepatnya dibasmi sebelum menjadi nyamuk dan menyebarkan penyakit. Kamu tahu maksud
Ibu, kan?"

Raka mengangguk pasrah.

"Kamu boleh pergi," kata Bu Ratna kemudian. Namun, ketika Raka sudah hendak keluar dari ruangannya, Bu Ratna menghentikannya kembali.

"Sebagai wali kelas, Ibu sungguh-sungguh tidak ingin kamu dikeluarkan," ujar Bu Ratna. "Kamu percaya pada Ibu?"

Raka terdiam sejenak, lalu memasang tampang
pura-pura bingung. "Itu pertanyaan retoris?"

Bu Ratna tersenyum.

Sejak tadi, Raka sudah cukup lama merasa tegang akibat menahan emosi, apalagi setelah dipakai berkelahi. Begitu berada di luar, dia langsung meregangkan otot-otot tangannya yang kaku. Dia mengerang pelan karena beberapa bagian tubuhnya terasa sangat sakit. Wajahnya memar di beberapa bagian. Mengingat dia baru saja merobohkan lima orang sekaligus, luka yang didapatnya tergolong ringan.

Setibanya di lapangan parkir, tiba-tiba dia mendengar teriakan.

"JANGAN BELAGU!!!!"

Raka menghentikan langkahnya, mencari-cari sumber suara. Ternyata, suara itu berasal dari belakang gedung yang letaknya tidak jauh dari tempat dia berdiri sekarang. Dia melihat segerombol orang yang sepertinya hendak mengeroyok seseorang.

Nathan? tanya Raka dalam hati melihat orang yang akan dikeroyok.

Setelah sadar kalau cowok yang akan dikeroyok adalah teman sekelasnya, dia cepat-cepat mengendap-endap mendekati mereka.

"Sebenarnya, apa masalah kalian?" tanya Nathan tanpa rasa takut sedikit pun tersirat di wajahnya.

"Jangan kamu pikir karena tampangmu lumayan, kamu bisa seenaknya sendiri tebar pesona ke sana kemari!" bentak salah satu dari empat orang yang ada di depannya itu.

"Terima kasih atas pujiannya," jawab Nathan kalem.

Mulut Raka menganga mendengar kata-kata Nathan. Dia itu terlalu bodoh atau terlalu berani?!

Wajah keempat orang itu langsung merah padam. Tangan mereka mengepal erat dan rahang mereka terkatup. "KAMU...!!!!" Salah seorang di antara mereka mulai mengeluarkan tinjunya.

Nathan berhasil menghindari pukulan pertama, tetapi ternyata pukulan kedua sudah menunggunya tidak lama kemudian. Tepat saat itu, Raka keluar dari tempat persembunyiannya dan berhasil menangkisnya.

"Siapa kamu?!!" tanya mereka. "Jangan ikut campur!"

"Pengecut!" ejek Raka kesal. "Atau, emang sudah budaya sekolah ini selalu main keroyokan?"

"SIALLL!!!!" Salah satu dari gerombolan itu maju siap menerjang Raka dan cowok ini pun sudah bersiap hendak menghadapinya.

"TUNGGU!!!" teriak salah seorang dari gerombolan itu.

"KENAPA?" tanya cowok yang akan menerjang Raka itu dengan marah.

"Dia itu Caraka," jawab temannya. "Dia anak kelas X yang baru aja bikin babak belur lima anak basket itu."

Sekarang, Raka memandang orang-orang itu dengan heran. Tidak menyangka hanya karena sebuah rumor, reaksi mereka langsung berubah 180 derajat.

Keempat orang itu membeku. Bahkan dua di antara mereka menelan ludah dengan suara yang cukup keras, membuat Raka tertawa dalam hati.

"Hei, dengar, ya," kata cowok yang dari tadi terlihat paling marah. "Kami nggak punya masalah denganmu. Lagian, ini nggak ada hubungannya sama kamu. Jadi, jangan ikut campur."

Raka mengangkat bahu. "Dia teman sekelasku. Bisa dibilang, kami punya hubungan. Kalau kalian emang mau mengeroyoknya, lakukan di tempat yang nggak bisa aku lihat atau aku dengar."

Cowok itu tersenyum sinis, lalu mengalihkan tatapannya pada Nathan. "Kali ini, kau beruntung, tapi kau dengar sendiri apa kata temanmu barusan, nggak selamanya kau akan
seberuntung sekarang."

"Wah, aku nggak sabar menunggunya," jawab Nathan tenang.

"Kurang ajar! Lihat saja nanti!"

Lalu, mereka pergi dengan sedikit gerutuan.

Raka menoleh menatap Nathan dengan tatapan kau-bodoh-atau-apa? "Kau itu bodoh atau idiot? Cari mati, ya! Kata-katamu tadi malah bikin mereka tambah marah."

"Bukan urusanmu," kata Nathan sambil membetulkan letak kacamatanya. "Itu
kulakukan dengan sengaja."

Raka langsung melongo. "Hah? Buat apa?"

Nathan mengabaikan pertanyaan Raka, lalu berjalan pergi.

"Sopan sekali," sindir Raka sambil berjalan mengikutinya.

"Kau ingin aku berterima kasih? Aku nggak
memintamu membantuku."

"Oh, ya? Tapi, tadi kau kelihatan seperti itu." Raka tersenyum mengejek.

"Kalau begitu, kau perlu kacamata."

Raka langsung membatu. Dia mengutuki dirinya sendiri karena telah menolong orang sialan seperti yang satu ini.

"Sekarang, kau menyesal sudah menolongku?" tanya Nathan seolah-olah bisa membaca pikiran Raka.

"Hah?" Raka berpura-pura tak mengerti apa yang dikatakan cowok itu.

"Terima kasih," kata Nathan kemudian.

"Hah?" Raka melongo. "Aku nggak salah dengar, kan?"

"Puas?" tanya Nathan.

Raka memutar bola matanya. "Iya, iya."

"Oh, ya." Nathan menatapnya tajam. "Setelah ini, jangan harap lantas hubungan kita jadi lebih dekat."

"Hah?" Kali ini Raka benar-benar tidak mengerti maksud ucapan Nathan.

Nathan tidak memedulikan kebingungan di wajah Raka. "Sampai kapan pun, kita cuma teman sekelas. Nggak kurang, nggak lebih.
Camkan itu!"

Dia berbalik dan berjalan meninggalkan Raka yang hanya bisa terbengong-bengong melihatnya.

"MAKSUDNYA APAAAAAAAAAAA?!!!" teriak
Raka begitu Nathan hilang dari pandangannya.

Share this novel

Nafaiqanada
2020-06-26 08:27:39 

bagus kak ceritanya aku suka... jangan lupa mampir ke ceritaku Romeo and Juliet ya kak..


NovelPlus Premium

The best ads free experience