Rate

BAB 3

Mystery & Detective Completed 278

Marlina dan Dee berdiri terdiam di luar bilik mereka, di tengah lorong yang gelap. Keduanya tidak membuat bunyi , dan keheningan melingkupi keduanya.
Mereka baru sadar bahwa bunyi piano itu telah berhenti.

“Yang benar saja!” ucap Dee. “Sebaiknya kita kembali tidur.”

Marlina dan Dee memutuskan bahwa bunyi itu telah menghilang untuk malam itu. Tapi ternyata, dugaan mereka salah. Tepat pukul satu, Marlina kembali terbangun saat mendengar bunyi piano itu lagi. Bach, Air. Musik yang sama dengan nada sumbang. Marlina dan Dee mengintip dari jendela mereka ke arah ruang seni yang ada di seberang halaman. Tempat itu masih dalam keadaan gelap.

“Sepertinya bunyi itu berasal dari asrama ini.” Ucap Dee. “Anehnya, tidak ada satupun piano di tempat ini.”

Keduanya kembali keluar dari bilik mereka untuk menyelidiki. Namun lagi-lagi, ketika mereka sampai di koridor, bunyi itu menghilang. Hal yang aneh ini membuat Dee dan Marlina mengerutkan dahi mereka.

“Apa yang terjadi?”

Marlina dan Dee belum boleh tidur, bahkan hingga pukul dua dini hari. Keduanya duduk dalam keheningan, berfikir, dan tidak tahu bagaimana cara menjelaskan bunyi aneh itu. Bunyi piano telah menghilang sepenuhnya untuk malam itu.
Hingga pagi menjelang, Marlina dan Dee tidak mendapat gangguan sedikitpun.

“Ini aneh.” Ucap Dee. “Seolah siapapun yang memainkan piano itu tahu bahwa kita akan pergi menyelidiki. Aneh, ‘kan? Bagaimana mungkin?”

“Sudah kukatakan bahwa ada yang tidak beres dengan bunyi piano itu, Dee.” Ucap Marlina . “Malam ini, aku punya satu rencana kecil.”

Seperti yang mereka lakukan di malam sebelumnya, mereka pergi tidur setelah menyelesaikan tugas-tugas kuliah mereka. Lampu bilik mereka padamkan, tetapi mereka tidak tidur, melainkan menunggu dalam keheningan. Ketika jam melewati pukul dua belas malam, keadaan asrama itu sudah benar-benar sepi.
Bilik-bilik lainnya pun sudah memadamkan lampu mereka dan tidur.
Sepertinya hanya Marlina dan Dee yang masih terjaga hingga jarum jam kini menunjukkan pukul setengah satu.
Anehnya, mereka tidak mendengar bunyi piano itu lagi.

Marlina bangkit ke posisi duduk lalu membangunkan Dee, yang ternyata juga belum tidur. Keduanya saling menggelengkan kepala tanda tidak mengerti.

“Kenapa tidak ada bunyi itu lagi?” bisik Dee keheranan. Marlina pun merasakan hal yang sama, dan juga tidak dapat menjelaskannya.

Keduanya terdiam dalam kebingungan, hingga akhirnya Marlina tersentak bangkit dari posisi duduknya. Dengan sabar ia coba perhatikan, dan ya. Ia kini mendengar bunyi itu.

“Kau mendengarnya?” tanya Dee.

“Ya.” Jawab Marlina sambil berbisik.
“Tapi tidak sekeras kemarin malam. Bunyi nya terdengar begitu jauh, dan…”

Marlina bergerak ke arah jendela dengan tujuan agar ia dapat mendengar dengan jelas bunyi itu. Ketika ia buka jendelanya, memang bunyi nya sedikit terdengar jelas, meski masih tampak jauh. Namun detik berikutnya, ada satu hal yang berhasil membuat Marlina terperanjat. Dee sadar akan reaksi temannya itu.

“Ada apa?” tanya Dee. Marlina mengangkat sebelah tangannya, dan menunjuk ke arah ruang seni. Ya. Ruangan yang seharusnya kosong itu kini terlihat berpendar. Menandakan bahwa ada seseorang disana.

“Mustahil! Piano itu berbunyi.”

“Ini mengerikan.”

“Ini kesempatan kita.” Ucap Dee. Marlina ang merasa ketakutan memebrikan tatapan aneh pada temannya itu.

“Tidak mungkin hantu, ‘kan?” ucap Dee.
“Ayolah, Marlina ! Kau akan selamanya merasa takut jika belum mendapat jawabannya.”

Apa yang membuat Marlina menyetujui ajakan Dee? Mungkin kerana Marlina sebenarnya memang ingin mengetahui kebenaran dibalik bunyi misterius piano itu. Dalam beberapa menit, kedua remaja itu telah bergerak cepat menyeberangi halaman kampus, dengan cahaya kecil dari senter yang mereka bawa. Hingga pada akhirnya, mereka sudah cukup dekat dengan ruang seni, dan dapat mendengar dengan jelas bunyi piano dengan nada sumbang itu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience