BAB 4

Drama Completed 861

Janur kuning yang seharusnya terpasang di hari ini, telah berganti dengan bendera kuning. Orang-orang yang seharusnya datang bergembira pada hari itu, menjadi bersedih dan berkabung. Aku masih duduk setia di samping jenazah kekasihku. Aku ingin lebih lama menatap wajahnya. Apakah ini yang di namakan takdir, ya Tuhan. Takdir kami berdua yang berakhir dengan perpisahan.

Setelah Yudha dimakamkan, aku pergi mengunjungi apartemen kami berdua. Airmata ini jatuh kembali ketika aku melihat ruangan yang sudah tertata rapih. Aku membuka pintu bilik kami, dengan langkah lunglai aku berjalan menuju katil . Aku merebahkan tubuh ini, pikiranku masih terbanyang-bayang tentang sebuah pernikahan yang terganti dengan kepergian Yudha. Karena terlalu lelah, aku pun tertidur di katil kami berdua.

“Sayang…, Hi ayo bangun?”. Kamu mau tidur sampai jam berapa bisik seseorang persis di telingaku.
Itu suara Yudha. Aku tersadar dari tidurku dan terhentak kaget. Aku melihat Yudha sedang duduk di pinggir katil dan tersenyum padaku. Apakah aku sedang bermimpi Tuhan, aku menangis melihat Yudha di hadapanku.
“Kenapa kamu menangis sayang, kamu sakit?” tanyanya sambil mengusap airmataku.
“Ka… kamu, masih hidup?” tanyaku terbata-bata yang merasakan sentuhan tangannya.
“Sayang… Kamu ngelindur ya? aku belum mati? Ayo bangun” teriak Yudha sambil tertawa.
Apa… Aku langsung beranjak dari katil ku dan melihat keadaan di sekelilingku. Hmmm… Ini bukan di apartemen, tapi aku berada di bilik tidurku sendiri. Aku lalu memandang Yudha yang masih terlihat bingung dengan kelakuanku yang masih seperti orang linglung.
“Sayang… Kamu kenapa?” Tanya Yudha panik.
“Ini… Ini cuma mimpi? ternyata kamu masih hidup” teriakku yang masih tidak percaya.
Aku menghampiri Yudha lalu memeluknya dengan sangat erat. Terima kasih Tuhan, ternyata kejadian yang aku alami cuma mimpi, kataku dalam hati yang bisa bernafas dengan lega.
“Sayang… Aku tidak bisa napas” kata Yudha sambil tertawa.
“Maaf… maaf” kataku sambil tersenyum.
“Memangnya semalam kamu tidur jam berapa sih? kok sampai bisa mimpi seperti itu”, Tanya Yudha ketika aku menceritakan tentang mimpi yang aku alami.
Aku tertawa, lalu memeluknya sekali lagi.
“Aku… enggak mau kehilangan kamu lagi, Yud” bisikku.
“Aku ada di sini kok, Re” jawab Yudha.
“Ehhh… Kita kan sedang di pingit?” kenapa kamu ke rumahku? Tanyaku bingung.
“Aku mau minta kunci apartemen yang kamu pegang. Aku mau pergi kesana, ada yang harus dibetulkan sebelum kita pindah kesana” jelas Yudha.
“Aku ikut, aku enggak mau di pingit, aku enggak mau pisah lagi dengan kamu”, rengekku.
“Lho… nanti apa kata orangtua kita, sayang?” Tanya Yudha.
“Bodo…, pokoknya aku maunya sama kamu terus!” rengekku sekali lagi.

Aku melihat Yudha tertawa terbahak-bahak melihat kelakuanku. Sumpah aku masih trauma bila mengingat mimpi yang sangat sedih itu. Pernahkah kamu bermimpi, kehilangan orang yang sangat kamu sayangi dan cintai. Rasanya sangat sedih dan menyesakkan dada. Akhirnya acara pingitan yang di rencanakan orang tuaku pun gagal total. Seminggu kemudian acara pernikahan kami berlangsung. Aku merasakan kebahagiaan yang sesunggunya, dan ini bukan mimpi yang hanya sesaat. Kami berdua telah resmi menjadi suami istri, dan siap untuk melanjutkan kehidupan kami yang baru.

Kini aku dan Yudha berdua, berdiri menunggu matahari terbit dari balik gunung Bromo. Kami berpegangan tangan dengan erat. Lelaki itu benar-benar datang tepat pada waktunya. Bagaikan sinar mentari yang akan menyinari kehidupanku. Aku berharap cinta kami berdua benar-benar akan abadi untuk selamanya. Dan hanya takdir kematian yang akan memisahkan kami berdua.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience