BAB 1

Drama Completed 861

“Aku menunggu mu di lobby, sayang”. Aku tersenyum ketika membaca sebuah sms dari seseorang yang sangat aku cintai di sore itu.

Segera aku membereskan berkas-berkas yang berserakan di meja kantorku. Setelah selesai menyusun tumpukan kertas itu hingga rapi, aku bercermin untuk memastikan wajahku masih terlihat cantik dan segar. Tidak lama kemudian aku pun berlari keluar dari lorong kantorku menuju lift, yang akan membawaku turun untuk bertemu dengan pujaan hatiku tersayang.

“Reneeee…” sapa laki-laki berkulit putih dan memakai kacamata itu sambil melambaikan tangannya ke arahku.
Aku menghampiri Yudha sambil tersenyum manis.
“Huaahhh… Kamu bukannya lagi sibuk?” kok bisa ada disini dan menjemput aku, sayang?” tanyaku.
“Aku kangen sama kamu soalnya” jawabnya sambil tertawa.
“Aihhh… Gombal ahhh?” bisikku sambil merangkul lengannya.

Aku dan Yudha lalu bergandengan tangan, berjalan keluar dari gedung kantorku menuju tempat parkiran mobil. Aku bertanya-tanya dalam hati, hmmm.. ada angin apa, tiba-tiba Yudha datang menjemputku. Bukannya akhir-akhir ini dia sangat sibuk dengan pekerjaannya. Aku dan Yudha sudah berpacaran lima tahun lamanya. Yudha terkenal pria yang pekerja keras dan pintar. Pria yang super sibuk dengan segala aktivitas di kantornya. Walaupun begitu sibuk, yang sangat aku kagumi ia bisa menyisakan waktunya untukku di akhir pekan. Yudha sangat perhatian dan sayang padaku. Aku tidak menyesal berpacaran dengannya.

Yudha tersenyum padaku, sewaktu aku duduk di dalam mobilnya. Lalu ia mengeluarkan sehelai saputangan dari kantong celananya.
“Ehhh… Sayang, kamu mau ngapain” teriakku sambil tertawa ketika melihat wajahnya yang mulai jahil itu.
“Tutup mata kamu dulu yaa, Re” kata Yudha sambil mengikat saputangannya yang menutupi wajahku.
“Aduhhh… kita mau kemana sih, kok mata aku pake ditutup segala?” tanyaku sewaktu Yudha mengendarai mobilnya.
“Tenang!… sabar ya, sebentar lagi kita sampai kok” jelasnya yang membuat diri ini sangat penasaran.

Mobil itu entah akan membawaku kemana, aku tidak sanggup lagi menghitung belokan serta lampu merah yang kami lewati hingga saat ini. Pandanganku gelap dan aku agak sedikit pusing akibat penutup mata ini. Akhirnya mobil yang di kendarai Yudha berhenti juga. Yudha membuka pintu mobil lalu menuntunku ke arah yang tidak aku ketahui. Yang aku tahu, aku sempat masuk ke dalam lift dan naik entah sampai ke lantai berapa bersamanya.

Yudha membuka penutup mataku. Aku masih meraba-raba pandangan ini yang masih terlihat berkunang-kunang. Ternyata aku berada di sebuah ruangan yang masih kosong dan jauh dari khayalanku selama di perjalanan, yang sempat berkhayal Yudha akan membawaku ke sebuah restoran romantis yang berada di dalam gedung yang sangat tinggi seperti di film-film.

“Tempat apa ini, Yud?” tanyaku sambil memperhatikan keadaan di sekelilingku.
“Ini apartemen” jawab Yudha sambil tersenyum.
“apartemen siapa?” kok masih kosong, tanyaku lagi.
“Ini apartemen milik kita berdua, sayang”. Sebulan yang lalu aku telah membelinya jelas Yudha.
“Apa… punya kita?” teriakku tidak percaya.
“Mulai sekarang kita harus menabung, untuk mengisi perlengkapan apartemen ini” kata Yudha sambil menuntun langkahku ke arah balkon apartemen.

Angin semilir meniup rambutku yang tergerai, aku melihat pemandangan yang indah dari atas balkon. Hatiku masih bertanya-tanya, mengapa Yudha menguras tabungannya untuk membeli apartemen ini. Dia berhasil membuatku terkejut saat itu. Aku memandang Yudha yang masih asyik melihat pemandangan di sekelilingnya dari ketinggian ini. Tiba-tiba ia menoleh ke arahku, sambil tersenyum manis ia pun berkata.
“Rene… mau kah kamu menikah dan hidup selamanya denganku?” ujarnya
“Yu… Yudha…” Kataku terbata-bata yang sangat terkejut mendengar lamarannya.
“Kita hidup berdua dan membesarkan anak-anak kita nanti di rumah ini” aku ingin kamu yang akan menungguku pulang dari pejabat sampailah aku pencen nanti, guraunya.
“Ka… kamu serius, Yud?” tanyaku.
Yudha tersenyum sambil menganggukan kepalanya. “Aku juga mau hidup dengan kamu Yud” bisikku. Yudha lalu memelukku dengan erat. Mulai hari itu kami berdua berjanji akan selalu bersama di saat senang, susah, gembira dan sedih hingga sampai rambut kami mulai memutih nanti.

Dua bulan kemudian, setelah Yudha melamarku secara pribadi. Di minggu sore ini, rumahku kedatangan rombongan keluarga besar Yudha yang secara resmi akan melamarku. Yudha datang mengenakan batik hitam, dia terlihat sangat tampan. Aku merasakan kebahagiaan yang amat mendalam pada hari itu. Ternyata Yudha lah yang akan menjadi jodoh dan pelabuhan terakhirku. Pikiranku pun melayang mengingat kejadian pertama kali aku bertemu dengannya di kampus. Yudha sering memperhatikanku diam-diam, ketika aku sedang bersama dengan teman-temanku. Aku suka bertemu dengannya di parkiran mobil setiap pagi. Kami berdua hanya saling menyapa jika bertemu, aku tidak begitu dekat sama Yudha, karena pada waktu itu aku berlainan jurusan dengannya di kampus. Aku mengenal Yudha saat mengikuti kegiatan ospek di Universitas kami. Aku satu kelompok dengannya, sewaktu para senior kami, menggojlok kami dengan sangat kejam.

Setelah lulus kuliah, aku bertemu kembali dengan Yudha pada saat kami berdua sedang melamar pekerjaan di kantor yang sama, yang berada di dalam gedung pencakar langit di tengah kota. Setelah diterima sebagai karyawan kantor itu, rasa solidaritas kami karena berasal dari almamater yang sama pun muncul. Aku dan Yudha menjadi sangat kompak dalam pekerjaan, lama-lama kami berdua semakin dekat. Aku dan Yudha saling jatuh cinta, kami berdua pun sepakat untuk berpacaran. Tiga bulan setelah aku dan Yudha berpacaran. Yudha keluar dari kantor ini, lalu ia pindah ke pekerjaan yang lain dan lebih bagus. Semenjak itulah Yudha menjadi orang yang sangat… sangat super sibuk. Untunglah itu bukan menjadi kendala dalam hubungan kami berdua. Hubungan aku dan Yudha pun berjalan sangat lancar sampai acara lamaran hari ini tiba.

Yudha memasang sebuah kalung berliontin batu zamrud di leherku. Semua mata yang berada di ruangan itu memandang kami, lalu mereka bertepuk tangan gembira setelah Yudha berhasil mengkaitkan kunci kalung itu agar tidak terlepas dari leherku. Tidak lama kemudian keluarga besar kami berdua memberikan selamat untukku dan Yudha, serta berharap rencana pernikahan kami akan berjalan dengan lancar sampai enam bulan kemudian.

Setelah acara lamaran itu, hubungan aku dan Yudha semakin kompak. Kami saling bahu-membahu menabung serta bekerja keras siang dan malam untuk mewujudkan impian pernikahan kami, juga membeli alat-alat rumah tangga untuk memenuhi ruangan di apartemen kami. Siang ini Yudha menjemputku di rumah, rencananya hari ini aku dan dia mau pergi membeli katil untuk diletakan di bilik . Aku memilih sebuah katil besi yang berkelambu putih. Hmmm… aku membayangkan, pasti suasana bilik kami nanti akan menjadi romantis. Aku memandang Yudha yang tampaknya setuju dengan katil pilihanku. Setelah membeli katil , aku dan Yudha bergotong ronyong mendekor apartemen mungil kami berdua, yang berada di lantai 16 itu hingga tengah malam.

Hari-hari cepat berlalu, tinggal sebulan lagi hari pernikahan kami tiba. Yudha masih begitu sibuk dengan pekerjaannya, bahkan ia mengambil pekerjaan di luar kota. Aku melirikan mata ke arah jam yang berada di tangan kiriku. Sudah pukul empat sore, hmmm… aku harus cepat-cepat keluar dari kantor untuk menjemput Yudha di bandara, kataku dalam hati. Setelah pekerjaanku selesai, aku langsung mengendarai mobilku menuju bandara. Setelah menunggu dua jam lamanya, akhirnya pesawat yang ditumpangi Yudha tiba. Aku pun segera menghampiri kekasih yang sangat aku cintai itu.
“Hai… Sayang” teriakku sambil malambaikan tangan ini.
“Hai… Re” kata Yudha sambil tersenyum dan memelukku dengan erat.
Aku dan Yudha berpelukan, Yudha mencium keningku. Aku tersenyum melihat perhatiaannya yang sangat tulus padaku. Tidak lama kemudian kami berdua berjalan meninggalkan bandara.

“Sayang… Kok kalau aku perhatikan, sekarang badan kamu agak kurusan deh?” kamu kecapaian ya? tanyaku sambil mengendarai mobil.
“Masa… sih” kata Yudha.
“Iyah…, aduh kamu jangan kecapain dong?” nanti kalau sakit bagaimana, sebentar lagi kita kan mau menikah ujarku manja sambil melirikan mata ini ke arah Yudha.
Yudha tersenyum mendengar ocehanku ini, lalu ia mengusap-ngusap rambutku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience