Completed
861
“Kerjaan aku masih banyak banget, Re”. Aku lagi mengejar target nih, supaya pekerjaanku selesai, dan kita bisa berlibur setelah menikah nanti jelas Yudha.
“Memangnya kita mau berlibur kemana?” tanyaku gembira.
“Hmmm… Ada aja”. Rahasia dong, yang pasti kita bisa berdua-duaan sepanjang hari jawab Yudha sambil tertawa.
“Wahhh… kasih tau dong, aku kan jadi penasaran” rengekku
“Kamu maunya berlibur kemana?” Tanya Yudha yang semakin membuatku penasaran.
“Kalau kita di kasih cuti panjang sama kantor, aku kepingin pergi ke tempat yang berhawa sejuk dan dingin. Seperti Bromo” jawabku.
“Bromo…? wah… kok sama seperti aku sih, aku juga kepengen banget ke bromo, dan suka berkhayal akan mengahabiskan masa tua aku di sana bersama kamu”, jelas Yudha dengan antusias.
“Ayooo… Kita kesana” ajakku
“Oke… Kita akan pergi kesana nanti. Hmmm… seru juga tuh tempatnya” kata Yudha sambil tertawa.
Yaaa… Tuhan, sepertinya aku sangat tidak sabar menunggu hari pernikahan kami tiba. Pasti sangat menyenangkan pergi berlibur dengannya, setelah kami berdua sudah resmi menjadi suami istri yang sah. Aku juga tidak sabar untuk hidup berdua dengan Yudha, membina rumah tangga di apartemen kami yang mungil, membuat kopi dan sarapan di setiap pagi dan menunggu bayi kami yang mungil, hadir ke dunia untuk menyempurnakan hidup ini.
Undangan pernikahan kami sudah mulai tersebar, Aku pun sudah mulai sibuk dengan segala macam tetek-bengek yang akan dipersiapkan. Dari kebaya akad nikah dan kebaya resepsi, seragam keluarga, hingga hal yang terkecil yaitu souvenir, yang akan di bagikan untuk tamu yang datang. Hmmm… sambil menunggu harinya tiba, aku juga mempercantik diri dengan mengambil paket perawatan tubuh di salon langgananku. Hampir setiap malam aku dan Yudha mengobrol melalui telepon sebelum kami tidur, kami membahas hal-hal yang penting sampai obrolan-obrolan konyol yang membuat kami berdua tertawa terbahak-bahak.
Di sabtu sore ini aku dan Yudha berjanji untuk bertemu di sebuah taman kota. Aku melihat Yudha sudah datang terlebih dahulu, ia duduk menungguku di bangku taman. Yudha terlihat begitu tampan dan rapi. Aku menghampiri Yudha yang sedang tersenyum manis melihat kedatanganku. Sengaja kami bertemu di hari ini, karena mulai besok kami berdua sudah harus mengikuti acara pingitan selama seminggu, sebelum hari pernikahan kami di laksanakan, di minggu depan. Kami mengobrol, bercanda dan tertawa sepanjang sore, dan di malam harinya Yudha mengajakku menonton film yang sangat romantis. Sungguh senang hatiku di hari itu, Yudha tidak pernah melepaskan tangannya yang selalu menggenggam erat tanganku. Aku merasakan kenyamanan, kebahagiaan dan kedamaian yang sangat berarti di dalam hidup ini. Aku berdoa dalam hati dan berharap apa yang aku rasakan saat ini berdua Yudha akan abadi selamanya.
Yudha mengantarkanku sampai di rumah setelah kami berdua selesai menonton. Aku dan Yudha berdiri di taman, saling berhadapan dan berpegangan tangan di bawah cahaya terang bulan purnama. Kedua mata kami saling bertatapan.
“Kamu sangat cantik sekali malam ini, Re?” bisik Yudha.
Aku tersenyum malu mendengar pujiannya.
“Terima kasih ya, kamu sudah menemani aku di hari ini”. Aku merasa sangat beruntung mempunyai calon istri seperti kamu. Kamu adalah segalanya untuk aku, Re bisik Yudha lagi sambil memelukku dengan erat.
“Aku juga sangat beruntung bisa menemukan kamu di dalam hidupku, Yud. Oiya… aku punya sesuatu nih untuk kamu”, kataku sambil membuka tas ku.
“Wahhh… Apa tuh?” Tanya Yudha dengan mata yang berbinar-binar.
Aku mengambil selembar kertas.
“Kemarin malam aku tidak bisa tidur, terus aku mencoba menuliskan sesuatu untuk kamu. Hmmm kamu mau mendengarnya?” Tanyaku sambil tersenyum.
“Mau… mau!” teriak Yudha antusias.
“Ini bukan puisi, tapi ini adalah tentang perasaanku padamu sayang”, jelasku.
Yudha menatap tajam mata ku, aku pun mulai membacakan sebuah tulisan yang berada di dalam genggaman tangan ini.
Lembayung datang menyapa malam.
Senja di ujung hari, terukir dengan jelas.
Melukiskan suatu pengharapan tentang kedamaian.
Tak kala mata menanti kesejukan hati.
Lelaki itu telah datang tepat pada waktunya.
Sang penyelamat hati yang hampir membeku.
Senyumannya mencerminkan ketulusan, pengharapan dan kegembiraan.
Mengajarkan tentang arti kedamaian.
Menggapai tangan ini, mengajak melangkah menuju masa depan.
Mencintainya adalah anugerah.
Terima kasih Tuhan, Kau telah mempertemukan pasangan hidupku.
Cinta yang sulit di terka, tapi menjadi nyata karenamu.
Aku melihat Yudha meneteskan airmatanya, ia tersenyum lalu memelukku sekali lagi dengan erat.
“Indah… sekali, Re” terima kasih yaa bisik Yudha.
“Tulisan seseorang yang masih amatiran” candaku sambil tertawa.
“Boleh aku minta, kertasnya” pinta Yudha.
“Ini buat kamu” kataku sambil memberikan selembar kertas putih itu.
“Besok kita sudah mulai berpisah ya, jaga kesehatan kamu oke, Minggu depan kita bertemu lagi” kata Yudha.
“Iya… Aku juga sudah tidak sabar menjadi, Nyonya Yudha” Candaku, sambil memandangi kekasihku yang malam itu terlihat tampan sekali.
Yudha tersenyum, lalu ia mencium bibir ini dengan lembut dan mesra.
“Aku, pulang dulu ya sayang. Hmmm… aku sayang banget sama kamu” bisik Yudha.
“Daaggh…, hati-hati di jalan yaa. Aku juga cinta dan sayang sama kamu”, teriakku keras.
Yudha tertawa mendengar perkataanku, lalu ia berjalan sambil melambaikan tangannya dan masuk ke dalam mobil. Setelah mobil yang di kendarai Yudha menghilang dari pandanganku. Aku masuk ke dalam bilik . Hmmm… belum lama Yudha pergi meninggalkanku, kenapa aku sudah mulai merindukannya? Pikirku, sambil merebahkan badan dan memejamkan mata ini di atas katil . Malam ini adalah malam terakhir aku berkencan dengan dia, dan menjadi malam yang paling indah dalam hidupku sebelum hari pernikahan kami tiba.
Waahhh… kenapa saat ini aku rindu sekali dengan Yudha? Penat melihat laporan keuangan yang aku kerjakan, aku pun menutup laptop yang berada di atas meja kantorku. Aku menatap sebuah bingkai foto, lalu memandangi fotoku bersama Yudha sewaktu berlibur di pantai. Mengapa sejak tadi pagi, aku selalu gelisah dan tidak bisa konsentrasi dengan pekerjaanku. Apakah ini akibat terlalu grogi memikirkan acara pernikahanku di akhir pekan nanti. Mataku masih saja memandangi foto Yudha, rasa rinduku semakin mendalam padanya. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi, aku tertawa gembira begitu melihat nama Yudha yang muncul di layar ponsel. Huaaahhh Yudha meneleponku? Aku pun buru-buru menyapanya.
“Sayang… pasti kamu sekarang juga lagi kangen sama aku ya?” teriakku sambil tertawa.
“Halo… Ini Rene ya?” Tanya seseorang.
“Iyah… benar, aku Rene kamu siapa yaa?” tanyaku bingung ketika mendengar bukan suara Yudha yang meneleponku.
“Aku Rivan, teman sekantornya Yudha” katanya memperkenalkan diri.
“Iya…, ada apa yaa Van?” tanyaku yang masih bingung.
“Aku mau memberitahu, hmmm.. Yudha tadi mendadak pingsan dan tidak sadarkan diri”. Sekarang dia dalam perjalanan ke rumah sakit, jelas Rivan.
“Apa…” teriakku yang terkejut setengah mati.
Aku buru-buru keluar dari kantor, dan mengendarai mobilku secepat mungkin menuju rumah sakit tempat Yudha dilarikan. Ya Tuhan, ada apa dengan kekasihku. Aku berdoa dan berharap tidak terjadi apa-apa dengan Yudha, mungkin Yudha pingsan karena kelelahan bekerja di kantor, pikirku dalam hati.
Share this novel