Rate

BAB 1

Drama Completed 464

Kembali aku merasakan sakit itu. Sakit tak bisa memiliki diri dan cintanya. Mungkin, aku gadis paling bodoh sedunia kerana mencintainya. Tetap mencintainya walau aku tahu, ia tak mencintaiku. Tetap mengharapkannya, walau aku tahu semua harapan itu sia-sia belaka. Tetap menunggunya, walau sampai kapan pun tak bisa bersamanya.

Air hangat bergulir turun membasahi kedua pipiku. Hatiku terasa miris dan sangat sakit. Ingin sekali aku berlari ke ujung dunia, pergi ke tempat di mana tak bisa berjumpa dengannya.

Walau telah kucoba untuk tidak memikirkannya, tapi seraut wajah dingin itu selalu membayangi hari-hariku. Suara ketus, selalu menggelegar di gendang telingaku. Seolah dirinya ditakdirkan untuk hidup di sisiku tanpa bisa kumiliki sepenuhnya.

“Astaga! Yuri-chan! Kau ngelamun lagi? Sudah kubilang, lupakan saja dia. Dia tidak baik untukmu.”

Aku menoleh dan menatap lesu pada Hideaki yang duduk di sampingku. Wajahnya terlihat sedih melihat keadaanku yang tak bersemangat. Hideaki , teman baikku. Hideaki , anak teman ayah dan ibuku. Hideaki , kakak yang selalu aku inginkan. Dan Hideaki , segala kebaikan ada pada dirinya.

“Kau sudah pulang. Bagaimana kencanmu hari ini?” tanyaku tak bersemangat. Meski kucoba sekuat tenaga untuk bisa tersenyum di hadapannya, tetapi tubuh dan hatiku tak ingin membantu niat baikku.

Hideaki adalah pacar Mika, temanku satu kelas. Mereka saling menyukai saat pertama kali bertemu. Waktu itu Hideaki yang masih tinggal di Kyoto tengah berlibur di rumahku. Dan tanpa disengaja, Mika yang satu sekolahan denganku, datang ke rumah. Mereka bertemu dan satu minggu kemudian, Hideaki menembak Mika dan mereka pun jadian.

Nasib baik mereka tak sepadan dengan nasibku yang selalu kurasa buruk. Cinta yang tumbuh dari awal SMP kelas satu, tak kunjung berbuah hasil hingga aku duduk di bangku SMA kelas 2.

“Kami baik-baik saja. Justru yang kukhawatirkan adalah keadaanmu. Mengapa kau masih mengingat-ingatnya terus? Padahal dia sudah sering menyakitimu. Lebih sering hingga membuat air matamu kering.”

“Hideaki -chan!” Aku menatapnya dengan sorot mata tajam penuh amarah. “Jangan pernah kau menjelek-jelekannya. Dia tidak seperti itu…”

“Tapi dia sudah sering membuatmu menangis.”

“Hideaki , aku tahu kau tak menyukainya. Tapi tolong, jangan pernah kau menjelek-jelekannya di depanku.” Aku bangkit dari tempat dudukku. Mengibas tangannya yang menahan lenganku.

Aku tahu ia tak berniat jahat. Justru sebaliknya, Hideaki selalu menjaga hatiku. Ia tak ingin membuatku terluka. Tapi soal satu ini, aku tak bisa memaafkannya. Ia selalu mengejeknya, semenjak ayahnya menikah dengan ibuku. Sikapnya yang semula baik-baik saja, berubah menjadi kakak yang suka mengekang pergaulanku. Bahkan dengannya.

Aku menangis sesenggukan di bilik . Kudengar langkah sepatu Hideaki mendekat.

“Maafkan aku, Yuri-chan.” Tangannya mengusap-usap kepalaku dengan hangat. Ia duduk di pinggir tempat tidur. “Aku tak berniat mengatur-atur hidupmu. Aku ingin kau bahagia. Bahagia tanpa terus mengingat-ingat tentangnya. Kau tahu, semenjak ayahmu dan ibuku meninggal dalam kecelakaan itu, hingga ayahku menikahi ibumu. Dalam hatiku, aku telah berjanji untuk selalu menjagamu dan selalu membuatmu bahagia. Tapi, saat aku lengah sebentar, kau telah hilang dari pengamatanku. Kau menjadi lain dari dirimu. Kau menjadi orang yang tak kukenal lagi.”

Aku menenggelamkan wajahku pada bantal, dari posisi tidur tengkurapku. Air hangat keluar dari mataku dan merembes pada kain bantal, menjadikannya basah.

Aku masih bergulat dalam diamku. Sementara itu, kurasakan tangan kasar Hideaki mengelus kepalaku. Dalam hatiku, aku merasa bersalah telah membuat Hideaki sedih dengan mengingat kejadian tragis itu. Sebenarnya ini bukan salahnya. Seandainya kecelakaan tragis itu tak pernah terjadi, mungkin Hideaki yang berada di sampingku ini, bukanlah Hideaki kakakku, melainkan Hideaki tunangannku.

Yeah, orangtuaku telah berniat menjodohkan aku dengan Hideaki . Dan itu berarti aku harus melupakannya demi menerima dan membuka hati untuk Hideaki . Tapi kecelakaan tragis itu telah mengubah segalanya. Membuat perjodohan itu batal, dan digantikan dengan pernikahan Ayah Hideaki dengan ibuku.

Aku bangkit dari posisi tidurku dan menghadap tubuh Hideaki dan memeluknya.

“Maafkan aku. Aku tak berniat membuatmu sedih dengan mengingat kecelakaan itu.” ucapku diiringi dengan isak tangis.

“Tidak apa-apa. Aku tidak sedih kok.” Tangannya yang setiap harinya memainkan gitar itu terasa hangat di kepalaku saat mengelusnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience