2. Lupus Sakit

Humor Completed 2028

2. Lupus Sakit

SI Lulu ternyata gokil juga. Dia nekat bersandal-jepit-ria ke sekolahnya Lupus. Padahal maminya udah wanti-wanti ngebilangin, "Nanti perginya pakai sepatu ya, Lu? Jadilah anak yang manis." Tapi Lulu cuwek. Emang sih, dari rumah dia udah pake sepatu, tapi pas sampe di halaman depan, dicopot diganti sandal jepit swallow biru. Sepatunya dilempat ke kamar lewat jendela. Setelah itu berlarilah dia sekencang-kencangnya ke jalanan. Takut ketauan maminya.

Lulu emang paling hobi pake sandal jepit ke mana-mana. Dalam acara apa pun, dia selalu hadir dengan sandal jepit kesayangannya. Katanya, antara dia dan sandal jepit telah terjalin suatu hubungan batin yang maha dahsyat, yang tak seorang pun bisa memisahkan.

Makanya ke mana-mana Lulu selalu bersandal jepit.

Tapi kali ini, ngapain sih Lulu main-main ke SMA Merah Putih?

Tentu ada misinya. Kalo enggak, dia nggak bakalan segitu kurang kerjaanya main-main ke sekolah kakaknya itu. Lulu ceritanya, dipaksa-paksa si Lupus nganterin surat ke wali kelasnya, ngasih tahu kalo Lupus terpaksa dengan sangat menyesal tak bisa mengikuti pelajaran hari ini berhubung sakit. Tadinya Lulu ogah. Tetapi setelah dirayu-rayu pake cokelat toblerone, akhirnya mau juga.

Pas istirahat, Lulu nongol di gerbang SMA Merah Putih. Melongok-longok sebentar, lalu nekat masuk ke dalam. Berjalan sesantai mungkin, agar tak menarik perhatian para makhluk yang ada di situ. Tapi...

"Ai... ai... anak siapan nih nyasar kemari?"

Waduh ketauan juga. Lulu bego juga sih. Kenapa dia pake kaus merah? Kan jadi nampak menyolok sekali di antara anak-anak lain yang berseragam.

"Gile, mulus amat... jidatnya..."

Anak-anak cowok yang nongkrong dekat gerbang, kumat agresifnya.

"Coba itu liat jempol kakinya, kayak bet ping-pong."

"Eh, tapi manis juga, lho. Kenalan , yuk?"

"Hei, perawan! Ada yang mau kenalan tuh! Si Kodri. Katanya, salam perkenalan paling hangat. Sehangat pantat pengorengan."

Lulu berlagak cuek. Padahal deg-degan juga. Entah kenapa, sandal jepit kesayangannya jadi keseret-seret, menimbulkan suara aneh mirip-mirip kentut.

"Doyo... baru digodai segitu aja kentut. Nggak biasa, ya?"

Lulu jadi mendelik sewot. Memelototi mereka. Tapi mereka malah terpingkal-pingkal. Sialan!

Dan setelah tanya sana-sini, akhirnya sampai juga Lulu di depan kelas Lupus. Tumben anak-anaknya lagi pada ngumpul di kelas. Sibuk belajar fisika.

"Halo, permisi, Assalamualaikum, kulo nuwun! Bisa ketemu sama wali kelas IIA?" sapa Lulu pada seorang cewek yang duduk di dekat pintu kelas.

"Aiii... Lulu manis, apa kabar?" Boim yang duduk di pojok kelas berteriak ribut sambil melompat ke depan. Anakanak lain serentak menoleh ke arah Lulu.

"Ngapain ke sini, Lu? Cari saya, ya?" ujar Boim kege-eran.

Anak-anak cowok lainnya pada merubung. Maklum, enggak bisa geliat barang bagus.

"Oto... ini to adiknya si Lupus jelek itu?" Aji menatap Lulu dengan pandangan tak berkedip. "Boleh juga. Paling tidak jauh lebih bagus dibanding Lupus. Siapa namanya tadi? Lulu, ya?"

Lulu jengkel juga dirubung oleh cowok-cowok bawel itu. Dia langsung meninggikan suaranya, "Siapa di antara kamu yang jadi wali kelas ini?"

Anak-anak saling berebut mengacungkan jari dengan noraknya.

"Saya!"

"Saya!"

"Bukan, saya!"

"Saya!"

"Jadi, kamu-kamu semua wali kelas IIA?" tanya Lulu lagi.

"Ya!" mereka menjawab serempak.

"Bagus. Kalo gitu saya nggak usah repot-repot mencari lagi. Gini ya, para Bapak Wali yang saya hormati, si Lupus jelek yang punya satu adik yang manis itu hari ini nggak bisa masuk sekolah, berhubung saki gawat." Anak-anak pada kaget. "Sakit apa?"

"Nggak tau ya," Lulu mengatur napas sejenak. "Pokoknya sakit. Dia nggak pesen sakitnya apa. Mungkin sakit hati? Entahlah, yang jelas anak itu sekarang lagi terkapar tak berdaya di tempat tidurnya, ditemani nyamuk-nyamuk kecil yang setia setiap saat. Kasihan deh, dia nggak bisa jaipongan seperti biasanya. Ini gara-gara kemarin abis manjat pohon jambu tetangga di saat hujan turun lebat. Wah, bego deh. tentu aja batang pohonnya jadi licin. Tapi si Lupus nekat manjat sampe tinggi sekali. Sampe suatu ketika ada petir menggelegar. Lupus kehilangan keseimbangan, dan mendarat mulus di tanah becek. Langsung deh semaput, nggak bisa bangun. Mungkin tangan dan kakinya patah!" "Patah? Kamu serius, Lu?" Aji jadi kaget. Anak-anak yang lain pada ngerubung.

"Dua rius malah. Dan kamu tau, Im, ini untuk keempat kalinya Lupus pulang dengan tubuh dan baju penuh tanah begitu. Aji gile... tu anak emang bandel banget. Nggak kapok-kapok, manjatin pohon jambu tetangga. Oya - coba kamu tebak, Im, kalo si Lupus dekil itu selesai mandi di bak, apanya yang masih tetap dekil?" Boim ditanya begitu, langsung mengernyitkan dahi.

"Lho, kok malah main tebak-tebakan?"

"Nggak apa-apa. Iseng-iseng berhadiah."

"Apanya, ya? Rambutnya?"

"Salah!"

"Bajunya?" tebak Gito.

"Lupus nggak pernah pake baju kalo lagi mandi," ujar Lulu.

"Abis apanya dong? Kukunya?"

"bukan!"

‘Nyerah deh, Lu. Nyerah."

"Bak mandinya," jawab Lulu penuh kemenangan. "Sekarang, gimana cara ngebedain kaleng bekas susu kental Indomilk sama kaleng susu kental cap Bendera?" Boim mikir lagi.

"Gimana, ya? Bentuknya kan sama? Atau..."

"Fifi ikutan ngejawab dong, kok bengong aja?"

"Ike lagi nggak mood main tebak-tebakan."

"Payah."

"Abis cara ngebedainnya gimana, Lu?" kejar Boim. "Ya, baca aja mereknya. Bego amat si kamu, Im?"

Suasana makin rame. Makin banyak yang merubung. Lulu jadi serasa penjual obat pinggiran jalan. Padahal tadi anakanak kelas Lupus pada bela-belain nggak keluar main, cuma mau belajar fisika yang bakal ulangan abis keluar main ini. Tapi kini mereka lupa hanya karena ulah Lulu yang hobi ngocol itu.

Sampe tiba-tiba Poppi yang baru dateng dari kantor guru. Dan sempet kaget juga mendengar kabar tentang Lupus.

"Wah, yang bener, Lu. Pantes aja tu anak nekat nggak masuk. Padahal ada ulangan fisika, lho!" ujar Poppi.

"Sebagai temen setia, kita tentu menjenguk. Mungkin sepulang sekolah ini," kata Meta. Anak yang lain manggutmanggut setuju.

"Nggak nangka, tu anak bisa sakit juga," komentar Boim.

"Iya. pada jenguk aja. Kasihan lho, Lupus. Hiburlah barang sedikit. Mungkin penyakitnya akan cepat sembut dengan kedatangan kawan-kawan semua. Apalagi kalo ada bawa buah-buahan segar atau makanan lain. Cokelat, misalnya. Wah, pasti dia suka. Terutama adiknya yang manis itu. Pasti suka juga," ujar Lulu bersemangat.

"Iya-lah, nanti kita sama-sama ke sana. Tapi kamu bawa surat buat wali kelas, kan? Soalnya pasti nanti ditanyakan Mr. Punk," tanya Poppi.

Lulu segera menyerahkan surat yang dibawa-bawa sejak tadi.

Setelah itu dia pun permisi. Balik lagi ke rumahnya.

***

"Sukses, lu?"

"Sukses besar. Bayangkan, anak-anak sekelas kamu pada kaget semua demi mendengar kamu sakit. Wah, hebat ya saya bersandiwara. Sakit pada terpengaruhnya, mereka sapai pada sepakat bakal datang menjenguk nanti siang."

"Apa?" Lupus yang lagi asyik mencoret-coret buku gambarnya terlonjak. "Mereka mau ke sini?"

"Iya."

"Aduh, Lulu bego, kenapa kamu biarkan mereka mau kemari? Kamu cerita apa aja sama mereka, heh?"

"Wah, macem-macem," sahut Lulu sambil mengambil kursi di depan Lupus. "Pokoknya untuk meyakinkan mereka bahwa kamu bener-bener terkapar tak berdaya di tempat tidur, nggak bisa ikut ulangan fisika gara-gara kaki dan tanganmu patah."

"Tangan saya patah?"

"Iya."

"Anak jelek! Kamu kan nggak usah mengarang cerita sedahsyat itu untuk meyakinkan mereka kalo saya bener-bener sakit!" Lupus ngotot.

Lulu diam

"Abis udah terlanjur..."

"Kamu sih jadi anak bego banget!"

"Kamu juga bego. Kamu kan Cuma memberi instruksi untuk meyakinkan temen-temen kamu kalo kamu serius sakit dan mengantarkan surat sakit. Semua udah saya kerjakan. Apa lagi?"

Ya, apa lagi? Lupus bener-bener bingung. Soalnya kamu tau, Lupus itu sebenernya nggak sakit. Dia cuma pura-pura aja. Kemarin itu ceritanya Lupus sehari semalam bantuin maminya bikin adonan kue pesanan pesta. Jadi besoknya, dia bener-bener nggak siap ulangan fisika. Langsung aja dia merayu-rayu maminya minta dibikinin surat sakit, "Tolonglah, Bu. Saya bener-bener nggak siap buat ulangan kali ini. Saya mau ikut ulangan susulan aja. Salah ibu sendiri, kan, kenapa nyuruh-nyuruh saya bikin kue? Ayo dong, bu..."

"Lho, ibu kira kan kamu nggak ada ulangan fisikan besok harinya? Lagian, kenapa kamu nggak memberi tau dari kemarin-kemarin? Kan ibu bisa nyuruh yang lain..," bela maminya.

Lupus cengar-cengir. Sebetulnya emang dia yang kepingin banget bantuin bikin kue. Soalnya, biar bisa sambil mencicipi. Dia kan suka sekali makan kue. Dan kemarin itu, dia berusaha belajar sambil bikin kue, tapi ternyata banyakan kue yang masuk ke mulutnya daripada pelajaran fisika yang masuk ke otaknya.

Walhasil, pagi-pagi sekali setelah mengantar pesanan kue, Lupus merengek-rengek minta dibikinin surat.

Maminya iba juga. Maka dia mengabulkan, "Untuk sekali ini saja, ya? Lain kali tidak." "Terima kasih, mami tersayaaaang...,"jerit Lupus kegirangan.

Tapi sekarang? Huh, gara-gara Lulu.

***

"Lupus... teman-temanmu sudah datang!" jerit Lulu tertahan, ketika Lupus sibuk memoles-moles luka boongannya dari lutut kaki sampai jempol.

Lupus pun langsung melompat ke tempat tidurnya.

"Kamu harus berlagak sakit parah, Pus. Ekspresi muka kamu dibikin memelas, kayak Boim kalo lagi mau ngutang, " bisik Lulu.

"Iya, saya tau!" teriak Lupus jengkel.

"Ssst... nanti mereka mendengar!" Lulu pun berlari-lari kecil ke depan. Menyambut teman-teman Lupus yang datang bawa buah-buahan dan kue.

Ide gila-gilaan ini memang datang dari Lulu. Walau jengkel setengah mati, Lupus toh tak punya pilihan lain. Harus berlagak sakit parah.

"Lumayan kan, Pus, Kita bakal dapet kiriman makanan gratis." Lupus saat itu cuma cemberut.

Tapi rupanya cobaan bagi Lupus tak hanya sesederhana itu. Sebab beberapa menit kemudian, Lulu muncul lagi dari balik pintu.

"Pus, Pus, gawat, Pus."

"Ada apa lagi?"

"Mr. Punk juga datang menjenguk!"

"Mr. Punk?"

Lupus jadi pingsan beneran. ***

Ketika Lupus siuman, wajah Mr. Punk nampak dekat sekali dengannya. Sementara teman-teman lain pada ngerubung. Siang itu mami Lupus memang lagi pergi. Cuma ada Lulu doang.

"Tenanglah, Puz. Istirahatlah. Bapak doakan zemoga lekaz zembuh," ujar Mr. Punk.

Setelah itu, Mr. Punk pun minta diri (emangnya tadinya siapa yang pinjem?). karena ada tugas yang harus dikerjakan. Lupus mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Setelah itu satu persatu anak-anak menyalaminya. Di situ, seperti biasa, ada Poppi, Boim, Fifi, Gito, Aji, Meta, Ita, Utari,dan Gusur. Anak yang lain kirim salam aja, berhubung mobil Gito dan Poppi nggak muat.

Mr. Punk pun diantar pulang oleh mobil Poppi.

"Ah, sayang sekali kamu sakit, Pus. Kita-kita padahal hari ini mau rencana ke Puncak, ngerayain ulang tahun Meta. Renananya memang cukup mendadak," ujar Aji setelah suasana tenang.

"Ulang tahun Meta? Wah, selamat, Met, saya lupa," kata Lupus.

"Trims. Sayang ya, kamu nggak bisa ikut. Abis mau diundur nggak bisa lagi sih. Takut nggak ada izin dari ibu. Oya, kata anak-anak, ini juga sebagai syukuran karena dibatalkannya ulangan fisika tadi." Batal ulangan? Lupus kaget setengah mati. Jadi...

Tapi sudah terlanjur. Lupus jelas tak bisa ikut ke Puncak. Di samping statusnya masih dianggap sakit gawat, dia juga nggak bisa ninggalin Lulu sendirian sampe malam. Soalnya, maminya baru pulang deket-deket tengah malam. Tapi kalo makan-makan di Puncak, wah - ini tawaran menarik.

"Kalo gitu selamat istirahat aja deh, Pus. Nanti saya ceritai sepulang dari sana," ucap Boim setengah berolok.

"Iya - kamu tenang-tenang aja di rumah, ya?" tambah Fifi meracuni.

Lupus mulai ragu.

"Yaaa... saya gimana, dong?"

"Ya, gimana? Kamu kan jelas nggak bisa ikut? Kamu sendiri kan bilang begitu?" "Dipaksa dong, masa langsung nyerah begitu?" rengek Lupus.

Anak-anak bengong. Lho, udah nggak bisa, kok malah minta dipaksa?

"Ayo dong, paksa! Ntar saya mau, deh!"

Dengan heran, anak-anak pun memaksa Lupus ikutan. Lupus langsung mau, walau tadinya malu-malu.

"Tapi, kamu nanti nggak kenapa-kenapa?" Poppi agak cemas.

"Nggak," Lupus menjawab kalem, lalu berteriak, "Luluuuuu... ogut diajak ke Puncak. Kamu jaga rumah, ya?" "Ikuuuuut!" suara Lulu tak kalah keras.

"Rumah siapa yang jaga?"

"Kunci aja. Ibu kan bawa kunci serep juga!"

Dan anak-anak pun terbengong-bengong ketika dengan cekatan Lupus bangun, mengganti baju dan menyiapkan jaketnya.

"Jadi kamu, Pus..." Boim tercengang.

Hahahaha... Lupus terpingkal-pingkal.

***

Beberapa jam kemudian, Lupus cs asyik nyanyi-nyanyi di mobil Gito dan Poppi. Rame-rame menuju Puncak. Lulu nggak ketinggalan ikut di situ. Di jalan, mereka ketemu sapi-sapi yang pada nyebrang. Busyet baunya. Apalagi kotorannya.

"Im, kalo seumpama di tengah jalan begini kita nemu tai kebo, mau nggak kalo dibagi dua?" cetuk Lupus tiba-tiba.

"Enak aja. Nggak mau dong!"

"Wah, kamu serakah dong kalo gitu. Mau dimakan sendiri!" Boim bengong. Telmi dia. Anak-anak lain pad terbahak-bahak.

Ha ha ha.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience