1. Topi-Topi Centil

Humor Completed 2028

Lupus - Topi-topi Centil

1. Topi-Topi Centil

KAMU tau Lupus, kan? Nah, dia itu ternyata punya satu adik yang manis. Namanya Lulu. Umurnya lima belas tahun. Tapi dia sekarang sudah kelas satu esema. Dan menurut Lupus, Lulu itu termasuk anak yang centil, walau sedikit sentimentil. Hobinya di samping ngumpulin boneka, juga bermain orgen porta-sound sambil bernyanyi keras-keras. Itu suara udah kayak kaleng dipukul-pukul. Bikin tetangga pada step. Lagunya adalah lagu ciptaannya sendiri, Jangan Ditanya Ke Mana Boim Pergi... (lagian siapa yang nanya?)

Dan kalau lagi iseng, sebagaimana biasaya cewek yang berjiwa romantis, Lulu juga suka bikin puisi. Tapi menurut Lupus, puisi-puisi Lulu benar-benar out of imagination. Benar-benar kacangan. Sampai merinding sendiri Lupus kalau baca puisi Lulu. Cuma satu karya masterpiece Lulu yang patut diketengahkan di sini. Yaitu puisi perpisahannya yang berjudul Jarum Patah. Isinya singkat :

Kalo ada jarum patah Siapa yang matahin?

Tapi kamu harus hati-hati menghadapi makhluk kayak gini. Kalo tu anak sampai ngambek, wah - susah ngatasinya. Tujuh hari tujuh purnama mesti ngasih sesajen kembang setaman, mandi di tujuh sumur, jalan-jalan ke tujuh gunung, menyediakan tujuh rupa cokelat... dan tujuh-tujuh lainnya, kecuali nujuh bulanan.

Beneran kok. Saya nggak boong. Makanya hati-hati aja menghadipi makhluk kayak Lulu. Tapi meski tu anak minta ampun galaknya, sebetulnya dia anak yang manis. Apalagi kalo tersenyum wah... maniiiiiss sekali. Di sekolah aja banyak yang suka. Suka nyambitin, maksudnya... hehehe. Dan di sore yang cerah ini, anak manis itu lagi asyik berjalan kaki menelusuri jalan sendirian. Masih berseragam sekolah, dengan tas mungil yang ada gambar Lupus-nya. Itu memang sengaja Lupus gambar. Maklum, tu anak suka kege-eran sih, ngegambar wajah sendiri di mana-mana.

Sekedar informasi, Lulu emang masuk sekolah sore. Biasa, biar bisa gantian jaga rumah sama Lupus. Soalnya tu rumah kalo nggak dijagai, suka kelayapan ke mana-mana. Repot kan nyarinya? Dan meski bisa naik becak, Lulu lebih suka jalan kaki kalo pulang sekolah. Iitung- hitung olahraga. Tapi tujuan mulianya sih sebetulnya Cuma pengen ngeceng doang. Liat-liat pemandangan bagus, berupa cowok-cowok kece yang sedang lari sore, yang main sepatu roda atau bersepeda-ria.

Atau kalo kebetulan ketemu teman yang lagi dimarahin ibunya di depan rumah, Lulu suka mampir. Turut menyumbangkan rasa bela sungkawa.

"Santi memang keterlaluan, Nak Lulu," ungkap ibu Santi, teman Lulu yang sore itu kena giliran dimarahin di depan rumah, karena ulangan matematikanya ancur-ancuran. "Seharian suka maiiiin melulu. Pulang sekolah, tak langsung pulang. Entah main ke mana. Pulangnya malam. Besoknya pagi-pagi, bukanya belajar, malah bermain-main lagi. Bagaimana bisa pintar?"

Santi hanya tertunduk dekat pagar.

"O, kalo saya pulang sekolah langsung pulang, Tante," ujar Lulu serius.

"Nah, dengar itu, Santi...," sela ibu Santi.

"Dan besok paginya juga jarang bermain-main, kecuali kalo lagi libur. Soalnya mami saya kerja, Lupus sekolah, jadi saya jaga rumah. Sambil baca-baca...," lanjut Lulu.

"Pasang telingamu baik-baik, Santi. Dengar sendiri apa kata temanmu!" sela ibu Santi lagi.

Santi makin menunduk.

"Kalau di kelas juga, saya selalu mendengarkan apa yang diterangkan guru, Tante. Tidak pernah bermain-main."

"Kamu anak yang baik. Lantas, bagaimana hasil ulangan matematikamu, Nak Lulu? Dapat nilai sembilan?" Lulu diam sejenak. Memandang wajah ibu Santi dengan serius, "Tidak. Saya dapat nilai empat, seperti Santi." Ibu Santi melongo.

***

Dan pas sampai di rumah, Lulu langsung menghitung uang tabungannya di kamar. Wah, kayaknya sudah cukup nih, pikirnya senang.

Dia memang punya rencana dengan uang-uangnya itu. Andi, teman Lulu yang jago basket itu mau ulang tahun. Kedengarannya biasa saja, tapi tidak buat Lulu. Soalnya, si centil itu diam-diam emang naksir Andi. Andi yang suka pake topi pet yang lucu-lucu, Andi yang punya badan atletis, Andi yang suka mencuri-curi pandang ke arah Lulu kalo Lulu lagi nonton basket, Andi yang anak kelas dua, Andi yang pernah sekali menegurnya di perpustakaan. Wah, pokoknya kalo kamu tanya apa aja soal Andi, Lulu pasti dengan mata berbinar-binar menjelaskannya. Soalnya, katanya Andi juga naksir Lulu.

Dan sekarang Andi tersebut mau ulang tahun. Tentunya Lulu jadi mendadak sibuk sendiri. Memikir-mikir, kado apa ya yang paling tepat buat anak kece itu?

Tapi suatu ketika, saat Lulu sedang bermain-main di pusat pertokoan, Lulu melihat ada toko yang menjual topi-topi pet yang lucu-lucu. Yang bentuknya ada yang seperti topi pelaut, ada yang seperti topi jenderal, ada yang model detektif zaman dulu, yang merah, biru, hitam, kuning, wah... pokonya centil-centil deh. apalagi dengan ditempeli lencana yang lucu-lucu.

Lulu langsung ingat Andi. Andi yang juga suka pakai topi centil macam gitu. Wah, tentunya ini bakal jadi hadiah yang amat menarik buat dia.

Lulu langsung ngumpulin duit buat beli topi itu.

***

Minggu pagi, Lupus menjerit histeris ketika menemukan sebuah topi yang lucu, berwarna biru muda, di kamar tidur Lulu. Masih dibungkus plastik dan terletak rapi di meja belajar.

Dari dulu, Lupus emang kepingin punya topi kayak gitu, supaya nggak kepanasan kalo lagi ngejar-ngejar bis. Maka tanpa tanya-tanya sama Lulu, Lupus langsung membuka bungkusan plastik itu, dan berkaca sambil memakai topi biru muda. Ai, ai, si Lupus jadi tambah manis dengan topi pet mungil ini, pikir Lupus sambil berkaca.

Lalu ia pun berjalan berkeliling-keliling rumah dengan topinya. Kayaknya girang banget Lupus dengan mainan baru itu.

Sampai ketika Lulu baru pulang dari warung membeli bawang merah..

"Lupus!!! Kembalikan topiku!!!" teriak Lulu keras.

Lupus kaget.

"Kembalikan! Lancang amat sih ngambil-ngambil barang orang. Harganya mahal, tau!!"

"O, ini topi kamu, tho? Pinjam bentar kenapa sih? Biasanya kamu juga suka pinjam kaus oblong saya!"

"Pokoknya kembalian," ujar Lulu sambil merampas topis dengan kasar, "Ini hadiah buat seseorang, bukan buat saya."

"Aduh, Lulu, sayang amat topi sebagus itu dihadiahkan kepada orang lain. Mending kamu hadiahkan ke saya aja. Saya pasti suka sekali."

"Enak aja."

Lulu langsung membawa topi itu dan kembali membungkusnya di kamar.

Lupus Cuma gigit jari. ***

Rasanya ada yang aneh. Besok Andi ulang tahun. Tapi kenapa sampai hari ini dia belum nyebar-nyebar undangan? Padahal bisanya, kata teman-teman, si Andi kalo ulang tahun seminggu sebelumnya sudah nyebar berita dan undangannya. Maklum, tu anak termasuk kaya juga. Katanya pernah, mau ulang tahun aja, nyewa tempat di Mandarin. Pakai diskotek segala.

Tapi sampai hari ini kok belum?

Ah, mungkin nanti sore, batin Lulu sambil kembali memasukan topi yang sudah terbungkus rapi ke dalam laci terkunci. Takut dicolong Lupus lagi. Lalu dia berangkat ke sekolah.

Sempat juga ketemu Santi sebelum masuk ke kelas.

"Eh, Lulu. Ini catatan kimia kamu. Sori kelamaan minjemnya, " sapa Santi.

Lulu menerima buku itu sambil memeriksa isinya. Jangan-jangan ada yang dicoret-coret Santi. Tiba-tiba, pluk! Sesuatu jatuh dari buku Lulu. "Eh, apaan tuh, San?" Santi memungut.

"Oo, ini undangan saya. Untung nggak kebawa..."

"Undangan apa? Kenduri?"

"Sori ya, emangnya kamu, hobi ke tahlilan? Ini undangan dari Andi."

"Andi?"

"Iya. Dia kan ulang tahun besok. Kamu udah dapet undangannya? Berangkat bareng, yuk?" "Eng.. eh, anu... udah. Saya udah dapet kok..." Lulu gelagapan.

Santi pun pergi. Meninggalkan Lulu yang terdiam.

***

Sampai pulang sekolah sorenya, Lulu belum juga dapat undangan dari Andi.

Lulu nggak sedih. Dia Cuma jadi kesal sama Lupus.

"Sialan, kamu selalu beruntung, Pus! Topi centil itu untuk kamu," ujar Lulu setiba di rumah. Lupus bagai dapat rejeki nomplok, ketika Lulu melempar bungkusan topi ke arahnya.

"Beneran nih?

"Saya lebih baik ngasih topi itu ke kamu, dari pada ngasih ke orang yang suka milih-milih teman kayak Andi. Huh!" sungut Lulu kesal.

"Wah, kamu baik sekali, Lu. Gimana balas jasanya nih?" ujar Lupus riang. Lalu dia pun langsung lari ke kaca besar. Mengagumi dirinya yang tambah manis dengan topi biru itu.

Besok-besok, dia pasti nggak bakal kepanasan lagi kalo ngejar-ngejar bis.

"Si Andi kenapa emangnya, Lu? Nggak ngundang kamu ke ulang tahun?"

Lulu Cuma diam. Tapi Lupus menangkap mata Lulu yang sedikit berair. Seakan menyimpan kekecewaan.

Lupus langsung menghibur, "Eh, kalo gitu malam minggu ini kamu ikut saya aja, Lu" "Ngapain?"

"Pokoknya sip deh. Itu lho, engkongnya si Gusur ngadain kenduri. Tadi siang sempet potong ayam sepuluh biji. Asyik, kan? Kita makan-makan..."

"Dalam rangka apa, Pus?"

"Enggak tau. Mungkin nujuh bulanin si Gusur. Hahaha..."

Mau nggak mau, Lulu tertawa juga. Dan mereka pun segera rebutan ke kamar mandi, pengena cepat-cepat ke rumah Gusur. Soalnya telat dikit aja, pasti nggak kebagian makan. Maklum, di sana ada Boim, Gusur, Anto, yang napsu makannya pada gila-gilaan..."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience