Semeru

Drama Series 600

Aku suka membaca, tapi tidak kutu buku. Banyak sekali buku dirak kamarku. Saat masih sekolah aku harus menabung, mengirit uang jajanku agar aku bisa membeli sebuah buku, itu berlaku sampai sekarang.
Aku suka menulis, tapi bukan pengarang. Aku suka sekali menulis, entah itu dibuku, di media sosial, atau dimedia lain. Seringkali aku menulis segala sesuatu yang aku alami di buku, sama seperti tulisan ini, atau tulisan sebelumnya. Sering aku menceritakan apa yang tidak aku ceritakan kepada orang lain...
Aku suka sastra, tapi tidak mendalami bidang itu. Aku alumni mahasiswa kesehatan yang menyukai petualangan, dan awan diatas puncak gunung. Aku suka berjalan, dengan berjalan aku jadi penasaran, apakah aku akan sampai pada tujuan yang aku inginkan...?
Seperti kisahku saat ini, dalam diam aku menyukai seseorang. Seseorang yang sama sekali aku tidak mengenalnya. Aku hanya tahu namanya, unit kerjanya. Aku tidak tahu latar belakang dan dimana alamatnya, apakah ia masih lajang ataukah sudah menikah aku tidak tahu. Yang aku tahu hanyalah, aku menyukai senyumnya, aku menyukai matanya, alisnya, kepemimpinannya, diamnya, dinginnya, hangatnya, kakunya, tegasnya, aku suka.
Mungkin itu hanya sebatas suka, karena dalam hidupku sudah ada seseorang yang telah dijanjikan akan menikah denganku ketika aku sudah lulus dari universitas, dia tinggal di Maroko. Melanjutkan studinya disana, dia seorang bangsawan, aku berpotensi menjadi ratu jika menikah dengannya.
Hubungan kami biasa saja, dia menelepon sesekali, kami bertemu sekali ketika ia pulang ke Indonesia. Dia baik, tampan, religius, humoris, aku suka tapi tidak sepenuhnya.
Dia pernah bertanya, "apakah kita harus menikah? Apakah kau tidak menyukai seseorang dihatimu? Apa kau bersedia mencintaiku dengan pernikahan seperti ini?"
" Apakah pertanyaanmu itu berarti penolakan? "
" Aku tidak pernah menolakmu, aku hanya memastikan bahwa kita akan selalu baik-baik saja dikemudian hari. "
" Insya Allah aku akan berusaha mencintai suamiku."
" Baiklah, kita menikah. "
Namun, hingga saat ini belum ada kepastian kapan pernikahan itu akan berlangsung, hingga aku bertemu prajurit itu. Aku menyukainya...
" Senja." panggilan itu membuyarkan lamunanku.
" Sedang apa? " tanyanya
" Tidak pak, saya rasa banyak gumpalan awan hitam? apakah hari ini akan hujan?"
" Sepertinya begitu. Kita tunda pendakian sampai besok. Kembalilah ke posko."
" iya pak. " dia berlalu.
Begitulah, aku menyukai sikapnya yang selalu ramah pada siapapun.
Pagi buta, kami dan tim mulai berjalan menyusuri hutan menuju puncak. Aku berjalan di tengah karena badanku yang kurus selalu menjadi bahan ejekan... Banyak waktu berlalu, beberapa kali istirahat. Kami tiba di puncak...
Gunung semeru sangat indah, hawa sejuknya selalu aku rindukan. Akan selalu terukir banyak kenangan ketika kita berada disuatu tempat...
" Senja, " sapanya.
" Iya pak. "
" Kenapa sendirian, teman-temanmu dimana?"
" Ada di tenda pak, saya ingin melihat pemandangan di sini. "
" Berapa kali kamu naik ke sini?"
" 3kali ini pak. " Jawabku. Ia tersenyum tipis
" Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu, Senja Indraswari. "
Aku tersenyum, menunduk.... Aku senang ketika ia menyebut namaku.
" Kapan bapak kembali ke Jawa? " tanyaku
" Sudah lama. "
" Bagaimana keadaan di sana pak? "
" Kurang tahu juga. "
" Ehm... "
" Punya cita-cita balik lagi?"
" Hahha, mikir dua kali pak. "
Ia tersenyum
" Bapak sejak awal dinas di sinikah? "
" Iya."
" Kamu dinas dimana sekarang?"
" Di Malang pak. "
" Kapan-kapan aku samperin."
" Hehehe, iya pak. "
" Sudah makan? "
" Belum."
" Kita gabung sama mereka. "
" iya pak."
Malam itu, gawai aku nyalakan, karena di puncak gunung tidak ada signal. Ini ada salah satu kakak pembina yang membawa satu alat kecil tapi canggih. Benda itu semacam tower lipat yang bisa membuat jaringan lancar jaya. . Banyak sekali pesan watshapp, beberapa panggilan tak terjawab. Beberapa saat kemudian, gawaiku berdering....
" Assalamualaikum." Jawabku.
" Waalaikumsalam. Kamu dimana Senja."
" Aku di Semeru Mas. "
" Ngapain? Muncak lagi."
" Iya. "
" Kapan pulang? "
" Besok turun mas. "
" Aku tiba di Indonesia kemarin. Aku cari kamu. "
" Rindukah? "
" Sedikit." Jawabnya. Perasaanku menghangat.
Timbul rasa bersalah dalam hatiku, karena aku menikung cintanya dengan menyukai orang lain.
" Kenapa sedikit? Kenapa tidak banyak. "
" Belum saatnya. Besok juga lebih-lebih. "
" Hehehhe, makasih. "
" Kamu sudah makan? "
" Sudah Mas. "
" Ini aku makan sama abah, sama Ummah juga."
" Ehm... Kangen. Salamin ya mas. "
" Iya. "
" Besok main kesini ya. Ummah pengen ketemu. "
" Jemput ya. "
" Iya, nyonyaaa. "
" Hehehehe. "
" ya udah lanjutin deh, aku makan dulu. Besok hati-hati ya. "
" Iya, Kanda. "
Malam itu, ditenda Aku tidak bisa tidur. Bagitu banyak pikiran berseliweran dikepalaku. Aku merasa sangat bersalah pada calon suamiku. Apapun yang terjadi sudah seharusnya hatiku tidak terpaut pada yang lain.
Esok hari, kami dan tim berjalan menyusuri jalan setapak kembali ke daratan. Namun, tengah perjalanan entah bagaimana awalnya aku tersesat bersama Syamsudin, Hiko, dan Pak Dhani.
" berhenti, kemana yang lain? bukankah tadi di depan kita? " kata pak Dhani
" Mereka menghilang tiba-tiba bang. " Kata Syam panik.
" Bukan mereka yang menghilang tapi kita " Kata Hiko.
Aku diam seribu kata, emang aku tidak sendirian tapi muncul rasa takut dalam hatiku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience