Rate

BAB 3

Family Completed 426

Saat aku tiba di rumah. Kuceritakan rencana ria pada Bang Jaja.
“iya, itu yang terbaik”, jawabnya. Dia terlihat tak fokus.
“kau baru dari rumah sakit”, kulihat struk bertuliskan nama salah satu rumah sakit menyembul dari kantong celananya.
“ya, untuk formulir kenaikkan pangkat”
“oh”
“kau mau makan apa malam ini? Kita pergi ke luar”, Bang Jaja nyengir. “merayakannya”
“yakin pengeluaran kita nggak jebol? Dua kali perayaan dalam satu minggu!”
Seseorang mengirimku sms.

Maaf deni. Aku benar benar minta maaf. Kukira kita akan cocok. Aku nggak tau kejadiannya bakal kayak gini. Aku sungguh menyesal.
Dari Ria.

Ini bukan salahmu. Kau tak perlu minta maaf. Cepat baikan.

Tanganku bergerak untuk menghapus nomornya. Aku berlari ke ke luar rumah dan air mata keluar dari kedua mataku.

Ok, mungkin aku terlalu berlebihan menyikapi kepergian Ria. Tapi dia seperti orang menyebutnya: cinta pertama. Kuharap aku bisa bertemu dengannya lagi.

“berapa skornya?”
“2:1”
“ah, aku meleset!, selamat tinggal seratus ribuku…”
“kau bertaruh lagi?”
“ya, karena itu menyenangkan. Hal paling menyenangkan adalah melakukan sesuatu yang dilarang tanpa sepengetahuan orangtua”, Bayu terkekeh.
Aku tersenyum lemah.

Sudah seminggu aku tidak melihat Ria. Aku masih memikirkannya di beberapa kesempatan. Dia seperti pJajai. Hilang saat langit kembali mendung.

Seseorang mengetuk pintu rumahku.
“buka pintunya Den!” Bang Jaja berteriak dari biliknya. Aku mJajakah malas ke pintu.
“Mas Deni?”, seorang pengantar pos memberiku sebuah paket. Aku sudah bertanya tanya apa itu paket dari Ria.
Aku mengangguk dan menerimanya.
“tanda tangan disini dan disini”, ujarnya monoton seperti kepada puluhan penerima surat dan paket yang diantarkannya hari itu.
Hanya ada alamat rumahku tanpa identitas pengirim.
“siapa yang memberimu paket?”, Bang Jaja bertanya.
“nggak tau”
“mungkin isinya nark*ba”, Bayu menggosok kedua tangannya. “cepat buka!”
“omonganmu bayu…! ini… uang!”
Kuhitung jumlahnya sepuluh juta, terbungkus kresek hitam tebal.
Bang Jaja terbelalak. Bayu bersiul takjub.
“mungkin kau menang undian” ujar Bang Jaja tak yakin.
“aku tak percaya undian”
“jangan terima, berbahaya… pasti kau mau bilang begitu Bang Jaja”, Bayu menyeringai. “kau kaya sekarang, pakai saja, jangan dengarkan abangmu, aku boleh minta bagianku?”
“diam kau Bay… Deni, sebaiknya kau cepat-cepat memberikannya ke polisi”, Bang Jaja memperingatkanku.
“ok” dari segala sesuatu, pendapat Bang Jaja paling masuk akal. Bayu mengerang kecewa. Sahabatku itu memang punya otak kriminal. Tapi aku mengenalnya sejak TK, jadi sudah terbiasa.

Jadi aku membawanya ke kantor polisi. Tapi di tengah jalan sebuah sepeda menabrakku.
“maaf, aku tak sengaja”, ujar pria itu. Umurnya mungkin tiga puluhan.
Uangku terbang kemana-mana. Saat aku berusaha mengumpulkan uang tersebut bersama pria itu, Bayu memanggil.
“hei kemarilah!”
Aku menoleh. Pria itu merampas semua uang di tanganku kecuali beberapa yang masih berceceran di jalan. Aku mengejarnya. Itu bukan uangku tapi kurasa sebaiknya aku mendapatkannya kembali. Tapi dia sudah terlampau jauh untuk kukejar.

“uang siapa itu? Bikin repot saja!” aku benar-benar kesal.
“deni, aku rasa kau ingin membaca ini” bayu menyerahkan secarik kertas padaku.

Kubaca isinya:
Ini uang untukmu deni. Jangan beri tau kejadian percubaan pemerk*saan Ria pada polisi. Kami tak mau keluarga kami dalam masalah. Lelaki itu anak atasan bos ayah Ria. Bersikaplah bijak dengan keadaan kami.

“sialan! Siapa yang mengirimkannya?”
“kurasa keluarga Ria sendiri”, Bang Jaja datang sambil mengatur napasnya.
“aku akan cari mereka! Aku akan beri pelajaran ayah yang tega itu!”
Bayu mencegahku. “kau gila? Mereka keluarga kaya! Roi sendiri yang bilang!”
“aku tak peduli, Bang Jaja akan ikut denganku”
Bang Jaja memberi tatapan seakan dia tak ingin terlibat masalah ini.
“dengar Deni…”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience