Rate

BAB 2

Drama Completed 325

“Tap… tap… tap…” Meliza ke luar dari persembunyiannya. Serentak itu juga lelaki yang berdiri di sebelah Oki melihatnya. “Meliza ?” ucapnya kemudian. Oki pun lekas membalikkan tubuhnya, kaget bukan kepalang. Saat mendapati gadis yang ia taksir berdiri tepat di belakangnya.
Mata mereka saling bertatapan. Akan tetapi keduanya saling terdiam. Pikiran Meliza masih dipenuhi dengan ketidakpercayaan atas apa yang telah didengarnya. Gadis itu maju satu langkah mendekati Oki, ingin rasanya menanyakan kebenarannya langsung pada pria yang sudah lama dikenalnya itu. Namun langkahnya terhenti, seakan bibirnya terbungkam tak bisa berucap apapun.
“Meliza …” panggil Oki. Seketika, “Drap… drap… drap…” Meliza berlari melewati Oki. Larinya semakin kencang menyusuri setiap koridor. Sampai akhirnya tubuhnya terjatuh di salah satu bangku di taman kampus.

“Apa ini? Kenapa Oki bilang begitu? Lalu perasaan apa ini? Kenapa jantungku berdebar-debar, waktu dengar Oki bilang menyukaiku? Aneh!” beragam pertanyaan muncul dalam benaknya. “Aku tidak percaya. Bukankah selama ini kita cuma berteman saja? Lalu kenapa dia harus bilang menyukaiku ke temannya?” gumamnya lagi.
“Tap… tap… tap…” suara langkah kaki berjalan mendekatinya. “Meliz…” panggil seseorang, gadis itu pun menoleh mencari tau keberadaan suara berasal.
“Oki?!” sentaknya.
“Aku duduk disini ya?” tunjuk Oki kearah tempat kosong di sebelahnya. Ia pun membalas dengan anggukan kepala. “Srett…” Oki lekas duduk di sebelahnya. “Kamu kenapa, tumben ketemu langsung lari begitu saja? Apa ada masalah?” tanya jejaka berambut lurus itu menatap dirinya..
“Ki, aku sudah dengar pembicaraanmu dengan Dion.”
“Maksud kamu?” sentak Oki memandang Meliza tajam.
“Iya aku dengar, kalau kamu…” Meliza menghentikan ucapannya dan menghela napas. “Aku tidak percaya dengan apa yang kamu katakan sama dia!” lanjutnya.
“Kamu kenapa marah begitu? Emang apa yang kamu dengar?”
“Huft… sudahlah tidak usah berpura-pura lagi! Aku sudah dengar semuanya. Aku pikir, selama ini kamu tulus berteman sama aku. Ternyata…” Meliza tidak melanjutkan ucapannya, langsung berdiri dan siap melangkah pergi.
“Apa aku salah, kalau ternyata aku menyukaimu?!” seru Oki menghentikan langkahnya. Meliza hanya terdiam berdiri membelakangi Oki. “Aku juga tidak tau, sejak kapan perasaan itu muncul. Tapi selama bersamamu, perasaan itu tumbuh begitu saja. Aku tau, mungkin kamu tidak senang! Makanya aku tidak pernah mengatakannya padamu. Tapi hari ini, kamu malah mengetahuinya sendiri. Lalu apa salahku?!” jelas jejaka itu sedikit kesal.
“Aku tidak mau dengar lagi!” seru Meliza berlari meninggalkan Oki. Perasaannya menjadi tidak karuan. Rasa kecewa menyelimuti hatinya. Menurutnya tidak seharusnya perasaan itu ada di antara mereka. Dia tidak ingin kehilangan Oki sebagai temannya. Tapi dengan adanya kejadian tersebut, seolah semua keseruan ketika bersama Oki hancur.

Sudah beberapa hari mereka tidak saling bicara, semenjak kejadian pertengkaran terjadi. Meliza selalu menghindar setiap kali berpapasan dengan Oki. Meskipun begitu, Oki masih terus mengejarnya. Tapi seminggu berlalu, gadis berambut panjang ini tak lagi mendapati sosok pria yang selalu berdiri di depan ruang kuliahnya.
Kecemasan mulai mengisi hatinya. Hari-hari ia lalui sendiri bersama teman-teman sekelasnya. Tidak ada lagi sosok Oki yang kerap menemaninya dan membuatnya tertawa. Tanpa terasa, dua minggu pun berlalu begitu cepat. Ia selalu sendirian dan merasa sepi. Meski Lina teman satu kelasnya menghiburnya, namun tidak bisa melengkapi ruang kosong di hatinya. Dimana sebelumnya ruang itu terisi oleh Oki. Pria yang dikenalnya ketika ospek, dan berhasil menghiasi kehidupannya dengan canda tawa.

“Meliz, lihat siapa itu?!” tunjuk Lina kearah dua orang mahasiswa yang berjalan melewati deretan fakultas Ekonomi. Meliza pun segera menoleh ke arah yang dimaksud temannya. “Bukankah itu Oki? tapi siapa cewek yang ada di sebelahnya? Kayaknya akrab banget. Lihat aja tuh, mereka ketawa cekikikan begitu,” imbuh Lina.
“Aku nggak tau,” sahut Meliza menggeleng.
“Ran, apa kamu mau seperti ini terus? Bukankah dulu kalian dekat banget, kemana-mana selalu berdua. Tapi sekarang tidak lagi,” tukas Lina khawatir.
“Sudahlah Lin, kamu tau sendiri kan? Gimana kejadiannya?”
“Iya aku tau, tapi apa salahnya? Kalau ternyata di antara pertemanan kalian tumbuh cinta?!” balas Lina sedikit geram.
“Lin!” teriak Meliza balik membentak.
“Ran, dengarkan aku,” Lina menyentuh bahu Meliza . “Bukankah dulu aku pernah bilang sama kamu. Di antara pertemanan seorang aki-laki dan perempuan, pasti bisa tumbuh cinta. Tidak mungkin hanya sekedar teman. Dalam kasusmu dengan Oki, menurutku dia tidak salah. Kalau pada akhirnya suka sama kamu. Begitu pula kamu, tidak ada salahnya menerima cintanya,” jelasnya.
“Tapi aku takut Lin!”
“Apa yang kamu takutkan?”
Meliza merasa bingung dengan perasaannya. Di sisi lain ia ingin kembali seperti dulu bersma Oki. Tapi di sisi lain, dia takut kalau dengan pacaran akan merusak kedekatan mereka. Pikirannya penuh dengan ketakutan akan permusuhan, kalau saja hubungan pacaran mereka nantinya tidak berhasil. Kemudian selalu bertengkar, hingga berujung pada kata putus.
“Ran…! Kok malah bengong sih? Apa yang kamu takutin?” gertak Lina.
“Aku takut kalau nantinya kita jadian, terus putus. Ujung-ujungnya jadi musuh.”
“Kamu gimana sih malah mikir kesitu sih! Yang namanya orang pacaran, pasti nggak mau putus. Kerana keduanya takut buat kehilangan!” tandas gadis berambut pendek ini. “Aku tanya deh sama kamu. Apa kamu suka sama Oki?”
“Nggak tau.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience