Completed
530
Teleponku kembali berdering. Aku tersentak meraih ponsel. Kulirik jam yang menggantung di dinding kamar, pukul sembilan malam. Nampak nomor tak bernama dilayar ponsel.
'Waalaikumussalam..' Jawabku setelah mendengar si penelepon mengucap salam.
'Sudah dapat paketnya?' Tanya seseorang di seberang.
'Zidan?' Batinku.
'Sudah..'
'Lalu apa jawabanmu?' Kejarnya.
Aku berpikir keras, apa yang harus aku katakan pada lelaki itu.
'Aku harus jawab apa? Bagiku ini terlalu cepat. Bahkan aku belum mengenal kamu, pun sebaiknya'
'Aku tau. Tapi satu hal, waktu yang akan memperkenalkan kita. Cepat atau lambat, itu sama saja. Lagipula jika kamu mau menerima saya, saya akan membantumu untuk mengenal diri saya dengan cara saya sendiri' Jawab lelaki itu.
'Kamu yakin? Sedang aku tak sama denganmu. aku hanya lulusan SMA, aku pekerja biasa, aku nggak pernah nyantri. Sedangkan kamu, kamu sarjana, pekerjaanmu bagus, ilmu agamamu jauh diatasku..'
'Saya itu cari istri, Dik. Cari makmum. Tak peduli kamu lulusan apa, pekerjaanmu bagus atau tidak. Yang terpenting adalah kamu mau sejalan dngan saya, berusaha dengan saya, itu saja...'
'Aku punya masa lalu yang bahkan aku sendiripun tidak bisa memaafkannya..' Lanjutku.
'Masing-masing orang punya masa lalu, Dik. Mau orang sebaik apapun, sayapun sama. Tapi bukankah kita sama-sama masih punya masa depan?' Lelaki itu masih terus berusaha membuatku yakin.
'Baiklah, lalu apa yang membuatmu begitu yakin? Apa kamu tidak takut jika ini hanya perasaan sementara?'
'Cinta itu sejatinya meyakinkan yang belum yakin dan memantapkan yang belum mantap. Kalau saya belum yakin, saya nggak akan berani minta kamu untuk jadi istri saya. Jujur waktu pertama kali saya lihat kamu ditempat itu, saya sudah suka. Kenapa saya tidak bilang? Saya takut jika nantinya saya hanya mempermainkan kamu. Dan dalam waktu dua bulan sampai hari ini saya terus meyakinkan diri saya, bukan hanya diam saja menikmati rasa suka ini. Tapi saya juga sibuk tanya sama diri saya. Saya minta petunjuk sama Allah, apa yang saya mau? Bagaimana caranya? Dan ternyata yang saya mau itu kamu, semakin jelas. Lalu bagaimana caranya? Agar di ridhai semua pihak terlebih di ridhai Allah, ya dengan memberanikan diri melamar kamu..' Jelas lelaki itu panjang lebar.
'Baiklah, tapi aku butuh waktu'
'Kalau kamu sudah punya jawabannya, hubungi saya...' Katanya mengakhiri pembicaraan.
Butuh tujuh senja untuk membuatku yakin dan membuatku mantap untuk mengatakan, 'Ya datanglah kerumahku, orangtuaku menunggu'
-Hastari-
Share this novel