Senja Ke Empat

Romance Completed 530

Malam itu selepas isya ponselku berdering, nampak nomor yang tak ku kenal.

'Assalamualaikum..' ucapku mengawali.
Namun tak ada yang menyahut diujung sana. Berkali-kali ku ucap salam, yang disana tetap diam. Hingga beberapa menit kemudian terdengar sebuah jawaban.

'Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, dengan mbak Zulaikha?' suara seorang lelaki.

'Iya, ini..?'

'Saya yang minta nomor mbak waktu itu di Klinik dokter Rizal..'

'Oh, jadi mas ini...'

'Saya Zidan'

Inilah awal mulanya aku mengenal lelaki itu, Zidan Ahmad Alfarobi.

'Jadi mas Zidan mengajar juga dipondok itu?' tanyaku diujung telepon.

'Iya, entahlah mungkin karena sudah lama tinggal disini. Makanya agak nggak rela kalo harus pergi..' jawab lelaki itu.

Zidan adalah santri sekaligus pengurus dan pengajar disalah satu pondok pesantren yang tak jauh dari tempatku. Usianya 26 tahun, dia berasal dari kota Tegal dan Zidan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Sejauh ini hanya itu yang ku tau. Malam itu kami lumayan banyak bicara, hingga kami larut dalam pembicaraan kami sendiri. Namun setelah semuanya berakhir keadaan kembali seperti biasa. Semuanya usai tanpa meninggalkan bekas.

Zidan tak lagi menghubungiku setelah malam itu. Aku yang tak begitu peduli dengan hadirnya ataupun tidak pun enggan mengingatnya kembali. Kami memang sempat bertemu beberapa kali ditempat yang sama, namun sama-sama diam tak berani memulai. Aku benar-benar tidak peduli, ku biarkan berlalu tanpa menyimpan kenang.

Diusiaku yang kini menginjak 24 tahun, aku pernah bermimpi menjadi seorang ratu bersama raja dan putra-putri kami. Tapi keenggananku untuk memikirkan seorang lelaki membuatku tak segan untuk sekedar menghayalkannya. Memang terkesan kaku, namun tak dapat dipungkiri bahwa sebelum ini ada hati yang pernah terluka. Bukannya aku tak ingin sama sekali, aku hanya ingin berdamai sejenak dengan hatiku sendiri.

Sebagai Zulaikha, aku tak pernah berani mendamba seorang lelaki seperti Yusuf untuk menggenapi kisahku, itu terlalu tinggi. Cukup dia yang tulus dan bersungguh-sungguh. Cukup dia yang berakhlak baik dan bisa menjadi imam yang baik bagi keluarga.

-Hastari-

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience