Rate

BAB 2

Drama Completed 573

Aku sungguh terkesan dengan tanggung jawab yang disandang Benjamin . Anaknya yang pertama, seorang insinyur di bidang telekomunikasi, bekerja untuk perusahaan sosial media terkenal di Silicon Valley, Amerika. Sedangkan anak bungsunya berkarir di kemiliteran.

“Anak bungsuku nampaknya terobsesi padaku. Ia pernah tidur sambil memeluk senapan mainan saat umurnya baru tiga tahun,” Benjamin menyalakan cerutu, menawarkan satu pak ke hadapan Aku .

“Kuba?”

“Ini imitasi.”

“Ah, Aku kira…”

“Anda tentu tak sudi membuat negara komunis itu kaya hanya gara-gara cerutunya nikmat, bukan?”

Benjamin tertawa dan Aku terbatuk setelah menghisap cerutu pahit itu.

Aku disokong Benjamin sejumlah dana untuk melakukan riset di Asia. Tepatnya di Asia Tenggara, di sebuah negara kepulauan yang membuat Aku jatuh cinta dengan segala apa yang negara itu miliki. Benjamin memberitahu Aku , jika riset Aku berhasil, ia akan membantu Aku mengerjakan proyek selanjutnya dan secara otomatis, Aku pun menjadi bagian dari dunia Benjamin .

Selama Aku melakukan riset, Benjamin cukup aktif membantu Aku menyuplai beragam data. Galibnya, rekan sesama riset Aku lah yang seharusnya melakukan hal itu. Namun, seorang dosen perguruan tinggi yang Aku tunjuk untuk menjadi pembantu riset, lebih sering menaruh curiga dengan bertanya tentang suatu hal lebih dari dua kali, meski pertanyaannya datang di waktu yang berbeda dengan rentang waktu yang agak berlainan.

“Anda Benjamin ar-Benjamin ar tak percaya tuhan?” kata sang dosen.

“Yah; begitulah.”

“Mengagumkan.”

“Apanya yang mengangumkan?”

“Usaha anda untuk sampai sejauh ini.”

Aku tergoda untuk membalasnya. Tapi Aku memilih posisi orang lugu.

“Apakah di negri ini ada yang namanya hantu?”

“Banyak sekali hantu di negri ini. Tiba-tiba membuat kegaduhan tanpa meninggalkan jejak,” jawabnya sambil menyeringai.

Sialan. Aku jadi ingat pesan Benjamin .

Aku pun sempat merasa heran. Data-data antropologi, peta geopolitik, bahkan isu-isu yang tengah beredar di masyarakat saat itu, Benjamin kuasai dan dengan mudah membacakannya pada Aku via telepon. Seolah data-data itu kudapan harian Benjamin yang ia hafal seperti menghafal nama hari dalam satu minggu.

Kemudian tibalah hari yang secara tiba-tiba, di periode 2000-an, Benjamin membatalkan seluruh riset Aku . “Aku percaya pada kemampuanmu. Kini saatnya kau berada di lapangan,” nada bicaranya tegas, membuat Aku tak bisa menolak, seolah suaranya tidak keluar dari telepon genggam melainkan dari sosok Benjamin sendiri yang tengah mengorek telinga Aku . Mulanya memang terbit rasa kecewa, tapi upaya Benjamin dalam meyakinkan Aku , akhirnya membuat Aku tergerak untuk melaksanakan apa yang disebut Benjamin , “Program Asia”.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience