Kenalan

Romance Series 445

Jangan lupa tinggalin jejak ya, dengan memberikan komentar dan share cerita ini.
Happy reading?
————————————————

Dalam hati, Azka meracau tak jelas dan merutuki segala tindakannya di kantin. Mulai dari ikut campur urusan orang lain di kantin, sampai membawa anak orang lain seperti penculik. Argh! Azka bodoh! Ngapain sih bawa-bawa cewek ini? Sok kenal, anjir. Batinnya. Tangan Azka masih memegang pergelangan tangan cewek itu. Tanpa sadar pegangannya kian menguat membuat cewek itu meringis sakit. Ia berusaha melepaskan pegangan Azka pada pergelangannya.

Dasar Azka, bergelut dengan pikirannya sendiri hingga melupakan orang yang di belakangnya sedang meringis. Tapi, mendengar ringisan yang pelan itu Azka memberhentikan langkahnya begitupula dengan cewek di belakangnya, kemudian menghadap belakang. Ah! Azka tak sadar sudah menggenggam pergelangan tangan cewek itu terlalu kuat. Sontak dia melepaskan genggamannya. "Ah! Sori. Lagi-lagi aku nyakitin kau."

Mata cewek itu sekilas menatap Azka. "Tak apa, lagian kau juga nyelamatin aku pas di kantin." katanya. Tangan yang sebelahnya mengusap-usap pergelangan tangannya yang sedikit sakit. "Lagi pula gak terlalu sakit sampai harus patah kok." lanjutnya. Senyum tipis tercetak di bibir Azka, namun tak terlihat orang cewek itu dan untunglah di lorong kelas X ini tidak banyak orang yang berlalu lalang. Terlebih, tidak ada yang menatapnya intens.

"Hmm, aku tidak pernah melihatmu sebelumnya." kata Azka. Memang benar, sebelumnya ia tak pernah melihat cewek ini di sekolah, sejak MOS atau sejak kegiatan belajar mengajar secara aktif berlangsung di sekolah. Sepertinya dia murid baru. Terlihat jelas bila tidak ada name tag khas dari sekolah ini pada pakaiannya.

Senyum tipis ia pasang dibibirnya dan sedikit terkekeh, "Aku memang murid baru disini." Tebakan Azka benar.

"Azka." ucapnya seraya mengulurkan tangan untuk berjabat. Cewek itu menatap dirinya dengan bingung. Lagi-lagi senyuman yang terpasang. Azka sempat berpikir kalau ia adalah anak dari Sir Nadif, orang yang selalu mengumbar senyuman pada siapapun. Tapi buru-buru Azka tepis pemikiran konyolnya itu.

"Nadya." balasnya menerima jabatan tangan Azka.

***

Lima menit sebelum bel tanda istirahat usai, Azka berjalan di lorong kelas XI menuju kelasnya dengan tangan kanan dan kiri yang dimasukkan ke kantong celana. Jalannya begitu santai seakan milik pribadi.

Cewek-cewek centil kelas lain memekik girang kala Azka melewati kelas mereka. Itu membuatnya geli sendiri pada cewek. Yah, memang tidak semuanya begitu.

Azka membelokkan langkah kakinya untuk masuk ke kelas dan duduk di bangkunya sendiri. Sembari menunggu bel istirahat usai, Azka memilih memainkan handphonenya. Headset yang mengalung di lehernya ia lepas dan dimasukkan ke dalam laci meja.

Ia membuka aplikasi novel online dan membaca cerita horor. Hmm, lumayan banyak genre cerita yang disukai Azka. Apalagi Azka yang dikenal dingin dan kaku. Begitulah, seseorang akan dianggap dingin dan kaku bila bergaul seperlunya saja. Azka tak memperdulikan itu, tok, ia tak merugikan orang lain.

Jangan salahkan Tuhan yang menciptakan seseorang kaku, karena dibalik kekakuannya itu tersirat kebaikan yang tak terduga.

Saat asik-asiknya membaca, dari sudut pandangnya ada beberapa orang yang mengerumuninya. Siapa lagi kalau bukan anggota Bandnya. Dilihatnya Arga berdiri dihadapannya dengan pandangan yang sulit diartikan. Tatapan matanya bergantian kepada kawan-kawannya yang lain. "Ada apa?" tanyanya bingung. Tak ada satu pun yang menjawab kebingungannya.

"Gila lo! Sejak kapan suka sama cewek?" celutuk Andre. Maksud nih kunyuk apaan dah? batinnya.

Azka mengerutkan keningnya, bingung dengan maksud dari ucapan Andre. "Apa sih?" katanya menuntut penjelasan lebih.

Andi bersuara, "Nggak, Ka." katanya sambil menggaruk pelipis kirinya sebentar. "Selama ini, kau gak berinteraksi sama cewek secara berlebihan. Jadi, ya kami kira kau tadi kesambet atau sakit atau apa gitu." lanjutnya. Bagaimanapun kakunya Azka, ia tetap memiliki selera humor yang receh dan kini ia hampir tertawa karna perkataan kawannya. Azka tersenyum sekilas, "Bukannya awal yang bagus?" katanya.

Kawan-kawannya berpikir dan saling melempar pandangan satu sama lain. "Alhamdulillah Ya Allah... Bos aye mau pdkt-an." ucap Raka dengan lebaynya. Satria menoyor kepala Raka dengan kesal. "Gosah lebay njir." katanya.

"Udah-udah! Mending kalian masuk ke kelas. Bentar lagi bel masuk." titahnya sambil menunjuk jam dinding kelasnya. Memang benar, dua menit lagi bel istirahat usai akan berbunyi dan menandakan pelajaran baru di kelas Azka akan dimulai. Jadi, lebih baik kita yang menunggu ilmu bukan ilmu yang menunggu kita, bukan?

Azka berkata dalam hatinya, "Ada-ada saja, kaya kurang kerjaan aja deket-deket sama cewek." Kawan-kawan Azka membubarkan diri menuju kelas mereka masing-masing kecuali Andi yang memang sekelas dengannya.

Kemudian, bel istirahat usai berbunyi yang menandakan pelajaran baru di kelasnya Azka akan segera dimulai. Tak berapa lama, masuk seorang guru muda dengan tinggi lebih kurang 158 cm dan rambut dengan style bergelombang dibawah telinga. Warna kulitnya pun kuning langsat, warna khas kulit orang Indonesia pada umumnya.

Karena penampilan fisiknya ini, tak jarang teman-teman Azka menggoda guru muda ini dalam batas wajar. Hanya sekedar bahan candaan dan tidak membuat bosan saja. Sebab, senakal-nakalnya murid pasti dia tahu batasan wajar antara guru dan murid, bagaimana bertingkah laku serta betutur kata yang baik terhadap guru.

Marina, nama guru muda itu, ia mengajar mata pelajaran Kimia. "Oke, pertemuan lalu kita sudah menyelesaikan materi tentang Termokimia, sekarang kita masuk ke materi baru." katanya, guru muda itu berjalan mendekati papan tulis dan mulai menjelaskan judul materi hari ini. "Laju reaksi." katanya.

Kemudian, Marina menjelaskan materi yang ia bawakan dengan jelas dan rinci hingga semua murid-muridnya paham.

***

Sudah sembilan jam Azka dan yang lainnya di sekolah. Semangat dan tenaga mereka sudah banyak terkuras hari ini. Di dalam kelas, giliran Azka dan teman seregu piketnya yang bertugas. Azka berganti tugas menjadi si penghapus papan tulis dan merapikan meja-meja dan kursi-kursi.

Azka mengirim pesan ke grup pasukannya melalui aplikasi chatting dihandphonenya.

THE BLUES

Azkaa : Woi, tempat kongkow biasa jam setengah lapan.
S4tr14 : Wokey.
Raka_gans : (2)
Aandre : (3)
Arga : Diusahakan
Andi : Duain Ga.
Aandre : Ndi, mang mau diduain? Sini ku duain
Andi : O
Andi : G
Andi : A
Andi : H
Andi : !!!

Melihat pesan dari Andre barusan Azka menggeleng-gelengkan kepalanya, heran mengapa ada orang seperti Andre. Ngalusnya selalu ke kawan-kawannya. Jarang terlihat bahkan hampir tak pernah melihat ia ngalus ke cewek-cewek lain. Lebih mengherankan kenapa Azka yang dianggap homo disana. Azka tak mau ambil pusing hanya untuk memikirkan itu, ia kembali mengerjakan tugas piketnya hari ini.

***

Seperti yang dijanjikan, jam setengah delapan malam The Blues dan kawan-kawan berkumpul disebuah cafe milik keluarga Satria. Tinggal Azka yang belum hadir. Cafenya lumayan laris dikalangan kaum milenial.

Azka memarkirkan sepeda motor maticnya di parkiran yang lumayan luasnya, melepas helmnya dan masuk ke dalam. Sorot matanya menelusuri ruangan cafe itu dan berhenti tepat di markas kongkow mereka biasanya.

-H U J A N-

4 DESEMBER 2019

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience