Pertemuan

Romance Series 445

-Hargai setiap pertemuan,karena kita tak tahu pertemuan itu akan memberikan kejutan apa-


Hiruk pikuk kelas XI IPA 2 tak terelakkan. Berbagai macam kegiatan absurd, unik, dan receh dilakukan oleh banyak murid. Bahkan ada yang berlarian dan kejar-kejar hingga melompati tiap bangku dan berjalan diatas meja untuk menghindari tangkapan lawannya. Ejek-mengejek tak lepas dari hal itu. Free les memang surga dunia bagi murid.

Azka menyukai keadaan kelasnya ini. Begitu banyak hal yang tak mampu diucapkan. Begitu banyak kenangan yang dibentuk. Suatu saat pasti kelas ini akan dirindukan tiap siswa yang menempatinya. Entah dulu, kini, maupun yang akan datang. Tapi, ia terkadang kesal sebab keributan yang ditimbulkan kawan-kawannya. Entahlah, membingungkan bila harus dijelaskan secara detail.

Azka, salah satu murid yang dijuluki sebagai 'manusia kaku' di sekolah lebih memilih untuk membaca bukunya. Tidak, bukan buku pelajaran yang ia baca. Namun, ia lebih menyukai novel bergenre fantasi. Dimana ia akan bebas berkenala di alam khayal.

Azka mengambil novelnya dari dalam tas dan memilih untuk duduk di bangku paling belakang pojok dekat dengan dinding. Bangku itu sejajar dengan bangkunya. Bangku yang tersisa karna pemiliknya telah pindah sekolah. Disinilah Azka bebas berkelana di alam khayal.

Ia akan membaca ditemani oleh headset kesayangannya. Dihubungkannya dengan handphone miliknya dan memutar lagu klasik. Ia membaca kata demi kata yang ada di novelnya dengan teliti, mencerna dengan rinci, dan tak lupa untuk membayangkannya seolah ialah pemeran utama dalam novel itu. Ia begitu serius.

Alunan melodi klasik menggena di telinganya membuatnya semakin terhanyut dalam khayalannya. Seketika pikirannya sedikit teralihkan oleh suara-suara yang menelusup masuk ke pendengarannya. Suara yang seakan memanggil namanya namun ia tak menggubrisnya. Mungkin saja aku salah mendengarkan, pikirnya. Ia pun kembali membaca dengan serius tiap kalimat.

Lagi, seperti ada yang memanggil namanya. Entah yang keberapa kalinya ia mengabaikannya dengan alasan yang sama. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak kanannya. Sontak Azka mendongak sedikit untuk melihat pelakunya. Bukannya ia terkejut, melainkan ia ingin tahu siapa orang yang berani mengganggu kencannya dengan novel barunya ini.

Ternyata, Arga. Teman sepermainan Azka hanya saja ia berbeda kelas dengannya. Mereka berteman baik sejak dulu saat pertama kali berkenalan ketika MOS dulu hingga sekarang.

Dengan berat hati ia mempause membaca novel dan berkelana di alam fantasi. Tak lupa pula ia mempause alunan musik klasik dari handphonenya dan mengalungkan headsetnya di leher.

"Kau dipanggilin dari tadi dengar gak sih?! Sengaja apa sengaja?!" seru Arga dengan emosi yang memuncah. Kenapa sih? Begitulah dipikiran Azka. "Apa?" responnya polos seakan tidak mengetahui apapun.

Arga yang mendengar reapon itu hanya menghela napas, sekalian menetralisir emosinya karena Azka. "Dipanggil Sir Nadif. Di ruang musik." ujar Arga.

Sir Nadif? Kenapa Sir itu manggil saat jam pelajaran ya? pikir Azka.

"Mau ngapain?" tanya Azka.

"Ya manalah aku tau, aku cuman disuruh panggil kau aja. Lagian bukan urusanku buat kepoin urusan orang lain. Kaya gak ada kerjaan lain aja ngekepoin orang." sahut Arga dan kemudian berlalu meninggalkan kelasnya Azka. Headset dan novel ia geletakkan saja di atas meja.

Dengan malas yang bertubi-tubi seakan pantatnya Azka ditempeli oleh lem, ia melangkah keluar kelas. Tak lupa ijin terlebih dahulu pada Ketua Kelas bila ia dipanggil oleh Sir Nadif. Azka berdiri di depan kelasnya sendiri, memperhatikan sekitar lorong kelasnya. Begitu sepi. Hanya ada dirinya yang berdiri. Mungkin anak kelas lain pada belajar kali ya. Biasanya ada yang keluar kelas, asumsi Azka.

Kemudian Azka berjalan kearah kiri menuju ruang musik. Tapak sepatu yang bersentuhan lantai terdengar olehnya sendiri. Ia berjalan dengan memasukkan tangan kanan ke saku celana sambil bersiul-siul. Lalu Azka berbelok ke lorong kanan dan dari tempatnya sudah terlihat papan bertuliskan 'Ruang Musik' dengan segera Azka melangkahkan kakinya kesana.

Sebelum ia mendekat ke arah pintu terlihat bila pintu itu terbuka sedikit. Azka megang handle pintu dan mengetuknya dua kali, menyelonongkan kepalanya untuk melihat apakah ada orang. "Sir?" ucapnya seolah itu adalah kata-kata permisi. Sir Nadif yang sedang menulis di papan tulis melihat ke arah pintu.

"Oh Azka." sapanya dengan senyum. Khas dari seorang Sir Nadif, guru yang ramah pada semua orang. Sir Nadif menghentikan kegiatannya menulis di papan tulis dan mengalihkan intensitasnya pada Azka.

"Ada apa Sir panggil saya?" tanya Azka langsung. Sir Nadif menggaruk pelipisnya dengan telunjuk, terlihat berpikir. "Begini, sebentar lagikan ada acara pentas seni tahunan sekolah, jadi saya ditunjuk kepala sekolah sebagai ketua panitia. Saya dan rekan-rekan mengusulkan Band kamu tampil sebagai pembuka acara. Apa kamu mau?"

Hampir saja Azka lupa bila akan diadakan acara tahunan sekolah yang satu ini. Untung saja Sir Nadif membahas ini dengannya kalau tidak sudah dipastikan ia akan lupa. Lagian, Rafli sudah pernah memberitahukan perihal Bandnya ini padanya.

"Saya belum bisa menjanjikannya pada Sir apakah Band saya bisa nampil diacara pembukaan nanti atau tidak. Saya masih harus membahasnya dengan anggota Band saya." papar Azka.

Sir Nadif mengulum bibirnya dan mengusap-usap dagunya. "Ah, baiklah kalau begitu. Lusa beritahu pada Sir apa keputusan Band kalian, oke?" Azka mengangguk dengan sedikit senyuman sebagai bentuk menghormati gurunya ini dan berujar 'iya'. "Okelah, kamu boleh kembali ke kelas. Thank you udah datang." ucapnya dengan senyuman lagi. Kadang Azka berpikir apakah Sir Nadif tidak pegal terus-terusan senyum pada banyak orang?

Azka keluar dari ruang musik dan menutup kembali pintu ruangan. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pipi yang menggembung. Barulah ia berjalan di lorong itu, dan akan berbelok ke kiri.

Entah sedang apes atau bagaimana, ia malah menabrak orang lain sampai terjatuh dan memekik sakit. Karena merasa bersalah Azka pun meminta maaf pada orang itu yang ternyata adalah cewek. "Sori, gak sengaja nabrak." ujarnya dan menolong cewek itu.

"Iya gapapa, lagian aku juga salah kok. Ga perhatiin sekitar."

Azka menggangguk kecil sebagai respon. "Kalo gitu permisi ya." lanjut cewek itu. Cewek yang entah siapa namanya itu pergi mendahului Azka yang masih berdiri disana. Saat Azka berbalik untuk melihat cewek tadi, ia melihat cewek itu mengusap-usap pantatnya pelan. Pasti sakit tuh pantatnya kecium lantai, pikir Azka.

Tak mau ambil pusing, Azka berjalan kembali menuju kelasnya. Setibanya ia di depan pintu ruang kelasnya, sebersit ide jahil muncul di pikirannya. Handle pintu ia goyang-goyangkan seakan-akan pintu ini akan terbuka. Suara teman-temannya yang ricuh mendadak menghening hingga ia sudah mengkhayalnya bagaimana ekspresi mereka satu per satu.

Dengan memasang ekspresi polos, Azka masuk kelas dan langsung dihadiahi sorakan teman-temannya. "Hooooh! Aku kira siapa tadi!" seru salah satu temannya. "Azka, ginjalmu belum pernah diselentik ya?!" pekik yang lainnya. Dalam hati Azka sudah cekikikan setengah mati. "Sorry." hanya itu yang ia keluarkan setelah menjahili seisi kelas.

Ia kembali ke posisi duduk awalnya. Bangku pojok dekat dinding yang searah dengan bangkunya biasa. Kembali membuka novel dan mencari halaman terakhir kali ia baca. Jangan lupakan musik klasik yang selalu menemaninya berkelana liar. Dicoloknya headset ke handphonenya dan memakainya.

Waktu tak terasa bila sudah melakoni sesuatu dengan serius. Kini Azka mulai sedikit bosan dengan khayalan fantasi novelnya, sebab perutnya sudah melakukan demonstrasi masal. Berbarengan dengan itu, lonceng istirahat yang menandakan pelajaran Pak Ilham usai. Ia melepaskan headset dan mengalungkannya, dan menutup novelnya. "Ka! Kantin kuy!" instruksi itu menarik perhatiannya.

Andi ternyata yang bersuara. Ia berdiri di depan kelas menunggu Azka. Azka memberikan respon dengan mengacungkan ibu jarinya ke atas. Novelnya ia masukkan kedalam laci meja yang ia tempati biasanya,kemudian berlalu bersama Andi ke kantin.

Sepanjang lorong, ia selalu mendapati banyak pasang mata yang mencuri-curi pandang kearahnya. Sudah terbiasa akan hal itu Azka memilih bodo amat saja. Tak jauh jarak kelas keduanya dengan kantin, hanya berjalan 5 menit saja mereka sudah sampai di kantin.

Meja paling ujung kantin adalah salah satu markas Band The Blues di sekolah. "Woi!" sapa Andi dan disahuti yang lainnya. Disana ada Rafli, Raka, Andre, Arga, dan Satria. Azka duduk di kursi panjang yang ada dan disampingnya duduk Andi. "Udah aku pesenin kaya biasa." kata Rafli tiba-tiba.

"Wess, mantu idaman emang kau Pli." celutuk Andre. "Sini eneng sama akang aja. Akang nafkahin lahir batin kok." lanjut Andre dan mendapat hadiah getokan kepala dari Rafli pakai minuman botolnya. Andre tentunya mengaduh kesakitan. Sementara yang lainnya tertawa geli melihat dua orang ini.

"Burhaannn!! Huuu!! Saket itu! Luka tapi tak berdarah!" pekik Satria dan gelak tawa kembali keluar.

Ditengah-tengah recehan kelompok Azka ada pertikaian yang menarik intensitas seisi kantin. "Jalan tuh yang bener dong, liat nih, jadi basahkan baju ku!" teriak seseorang, dari suaranya banyak yang berasumsi itu cewek.

Azka penasaran ada apa karna sudah banyak orang yang berkerumun mengelilingi pertikaian itu. Jadinya, ia mendatangi kerumunan itu dan mendobrak masuk. Netranya tertarik pada satu sosok yang berdiri menunduk. Ditangannya ada ada satu cup jus buah yang isinya tinggal sedikit. Sementara lawannya adalah cewek centil seantero sekolah Azka, Cecil. Merasa tak asing dengan cewek yang menunduk itu Azka berusaha mengingat-ingatnya.

Ah! Diakan yang tadi.

Melihat Cecil mengambil cup diatas mejanya, entah mengapa kaki Azka bergerak hingga berdiri di depan Cecil. Jadilah Azka yang terkena siraman Cecil. Sementara itu pandangan orang-orang dikerumunan itu terkejut pada apa yang dilakukan Azka dan Cecil. Cecil terkejut bukan main melihat Azka ada di depannya.

Mata tajamnya menatap mata Cecil yang gemetar ketakutan. Kemudian Azka bersuara, "aku yakin dia ga sengaja numpahin jusnya ke lo." dan melirik sedikit kebelakang beralih lagi ke depan. "dan aku harap kejadian ini ga terulang lagi, atau kau akan berurusan sama ku." lanjutnya. Semua terperangah mendengar penuturan Azka. Berikutnya Azka menarik tangan cewek yang ia tabrak tadi pagi, membawanya keluar dari kantin.

-H U J A N-

5 NOVEMBER 2019

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience