DUA

Crime Completed 8834

DUA

Di luar, aku hampir saja bertabrakan dengan Olly Jacobs, sahabatku.

"Hei ... ada apa denganmu?" ia bertanya dengan ceria.

"Ayahku! Dia membuang buku matematikaku di tempat sampah di Spendo's, lalu ia mengatakan kepadaku bahwa itu semua adalah kesalahanku!"

Olly mengerutkan keningnya. "Oh ... itu adalah sebuah penderitaan. Padahal kau tahu, aku akan menyalin PR-mu."

"Hah! Padahal aku akan menyalin PR-mu," kataku sinis. "Kenapa kau belum mengerjakannya?" "Bukuku tertinggal di sekolah."

"Hebat!" dasar Olly. "Bagaimana dengan proyek IPA kita. Kau bawa, kan?"

Olly mengerutkan hidungnya. "Ada sedikit masalah. Goldie memakan seluruh kacangnya."

Goldie adalah hamster piaraan Olly, dan kacang-kacang itu adalah proyek IPA kami. Kami seharusnya meletakkan kacang-kacang itu dalam sebuah pot, dan menaruhnya di sebuah tempat khusus kemudian menulis tentang apa yang terjadi dengan kacang-kacang itu. Semua hal yang berkaitan dengan kacang-kacang itu tidak menjadi masalah, tetapi kadang aku tidak habis pikir, bagaimana kacang-kacang itu menjadi snack untuk seekor hamster?

"Kenapa kau membiarkan Goldie memakan semua kacang itu?" tanyaku.

"Aku tidak membiarkan Goldie memakannya," Olly mencoba membela diri. "Aku sudah meletakkan kacang-kacang itu di kamarku dan siap untuk mencatat, saat itu Goldie ada di kamarku. Kemudian ibuku memanggilku untuk minum teh, ketika aku kembali ke kamarku, semua kacang itu – sedikit – hilang." Ia menghela napas panjang. Sedih. "Paling tidak, percobaan kita berhasil. Maksudku, kacang-kacang itu tumbuh menjadi tanaman yang aneh seperti seharusnya."

"Apa maksudmu dengan tanaman aneh? Kau masih ingat bagaimana bentuk tanaman kacang itu?"

"Ehm ... aku rasa beberapa di antaranya memiliki sejumlah daun," kata Olly sambil mengerutkan dahinya mencoba mengingat.

"Oh ... sungguh ide cemerlang!" kataku kasar "Penemuan baru. Terobosan baru dalam ilmu pengetahuan! Dua orang anak menemukan tanaman yang memiliki daun! Attila akan mengamuk ketika ia mengetahui kita belum mengerjakan

PR dan proyek IPA itu."

"Sudahlah, tidak apa-apa," kata Olly. "Maksudku, jika kita akan mengerjakan PR matematika, lebih baik kita juga mengerjakan proyek itu dalam waktu bersamaan. Mungkin saja suasana hatinya sedang baik. Kita bisa mengatakan kepadanya bahwa kita telah membantu menyelamatkan lingkungan."

Kau tahu, Attila (terkenal sebagai Mr. Pringle, guru kelas kami) benar-benar terobsesi dengan lingkungan. Bukan hanya dia saja, seiuruh sekolah juga. Contohnya, murid-murid kelas satu. Mereka mengubah kelas mereka menjadi hutan hujan. Ya ... mereka membuatnya dengan parasut tua dan banyak sekali kardus karton bekas cornflake. Yang ingin kuketahui adalah, apakah mereka pikir apa yang mereka buat itu bagus? Tidak ada satu pun hewan langka yang akan bersedia membangun sarangnya di kelas satu kecuali: tikus, tentu saja, dan mereka menjadi hewan langka karena selalu ada enam orang balita mencoba memeluk dan memegangnya. Aku tidak berpikir bahwa memiliki beo yang terbuat dari plastis bahan plastis yang lembut yang bertengger di atas kandang tikus akan membuat semua menjadi lebih baik.

"Bagaimana dengan kita?" tanyaku pada Olly.

"Apa?"

"Bagaimana kita membantu lingkungan?"

"Kita sudah menghemat energi dengan tidak mengerjakan PR dan buku matematikamu sudah didaur ulang menjadi sesuatu yang berguna. Dan aku telah menolong menyelamatkan satwa dengan memberi makan Goldie."

Aku menghela napas panjang. Aku merasa, Atiila tidak akan melihat hal-hal tersebut seperti kami melihatnya. Dan ketika aku menoleh, semua yang kupikirkan itu ternyata benar.

Attila masuk kelas dengan langkah panjangnya, dan meletakkan setumpuk gambar di atas mejanya. "Seperti yang sudah kalian ketahui," katanya. "Rabu besok sekolah mengadakan konser. Mrs. Robinson telah memutuskan bahwa semua kelas akan memajang pekerjaan dan hasil karya anak-anak."

Jelas sekali bahwa suasana hati Attila sedang tidak bagus. Ketika suasana hatinya sedang baik, ia akan berjalan berkeliling ruangan sambil tertawa atas leluconnya sendiri. Ketika suasana hatinya sedang jelek, ia hanya akan berdiri di depan kelas dan memberikan perintah seperti orang gila.

la menatap tumpukan gambar di hadapannya dan memeriksanya satu per satu. "Aku hanya berharap," tambahnya. "Mrs. Robinson akan membunyikan sirine ambulans karena ketika orangtua kalian melihat gambar-gambar ini, salah satu di antara mereka akan membutuhkan perawatan medis"

Ia mengambil salah satu gambar dari tumpukan di hadapannya dan melambaikannya di hadapan anak-anak. "Lihat ini!"

Aku tersenyum bangga. Itu adalah gambar untuk proyek Indian kami, dan gambar itu adalah salah satu usaha terbaikku. Salah satu dari Indian itu baru saja memanah Indian yang lain, Membutuhkan waktu yang lama bagiku untuk menyempurnakan gambar itu.

Attila membalik gambar itu dan memicingkan matanya.

"Jack Harrison! Gambar ini seharusnya adalah gambar Indian sedang mendirikan tepee (rumah tradisional orang-orang Indian, berbentuk tenda)."

"Memang, Sir."

Attila memeriksa gambar itu sekali lagi. "Lalu di manakah tepee-nya?"

"Mereka belum mendirikannya, Sir. Mereka sedang beradu pendapat tentang di mana sebaiknya tenda itu didirikan." Attila mendengus keras dan menjatuhkan kertas itu di atas tumpukan gambar.

"Nah, sekarang," katanya. "Apakah ada yang sudah menyelesaikan pertumbuhan?"

Tangan Matthew terangkat ke atas. "Maaf, Sir. Saya belum selesai tumbuh. Ibu saya berkata, saya akan tumbuh sampai saya kira-kira berumur delapan belas tahun dan mungkin saya akan setinggi

"Terima kasih, Matthew." Attila memotong perkataan Matthew. Sebagian besar anak-anak di kelas tertawa sumbang, tetapi Matthew menampakkan wajah yang tidak bersalah. "Mungkin kalian ingat, kita pernah mempelajari keadaan tanaman yang sedang tumbuh,"maksudnya adalah proyek kacang itu. "Jika kalian sudah selesai, bawa ke depan juga buku matematika kalian. Aku akan mengambil pekerjaan kalian. Jamil, bisakah kau pergi ke kantor Mrs. Robinson meminta beberapa buah paku payung untuk menempelkan kertas?"

Agaknya, hal itu menjelaskan mengapa suasana hatinya sedang jelek. Biasanya ia menyukai kegiatan menempel karya anak-anak dan membuat display. Ia akan meletakkan gambar dan benda-benda di atas kertas besar, dan mencoba menempelkannya di dinding dengan paku payung. Ketika ia menempel salah satu sisinya, sisi lainnya akan jatuh. Lizzy Murray yakin bahwa Attila mempunyai hati yang hangat, karena katanya jika seseorang memiliki hati yang hangat maka ia pasti akan memiliki tangan yang dingin, dan itulah mengapa paku payungnya tidak mau menempel dengan benar. Lizzy Murray selalu saja sedikit aneh seperti itu.

"Apakah menurutmu kita sudah berhenti tumbuh?" tanyaku pada Olly ragu-ragu.

"Aku seharusnya berpikir bahwa kita telah melakukannya sebisa kita. Sebaiknya kita mengerjakan matematika. Kau bisa memakai bukuku. Kita berbagi."

Olly dan aku saling meyakinkan bahwa kami selalu berada di halaman yang sama dari buku matematika tersebut, jadi kami bisa mengerjakannya bersama-sama. Lagi pula, dua kepala akan lebih baik dari pada hanya satu kepala saja. Selama dua kepala tersebut berada di tubuh yang berbeda, tentu saja. Jika tidak, pasti akan sangat sakit sekali jika kau mencoba memakai kaosmu.

Ketika Olly mencari buku matematikanya, Jamil sudah kembali dari kantor Mrs. Robinson. Ia terkenal dengan nama Lethal Ruler dan dia adalah kepala sekolah kami yang baru.

Kadang ia mengajar kami, tetapi pekerjaannya yang sesungguhnya adalah mencegah para guru mengambil apa pun dari persediaan yang ada di sekolah. Ia sungguh hebat dalam hal itu.

"Mana paku payungnya, jamil?" tanya Attila.

"Saya tidak mendapatkannya, Sir. Mrs. Robinson berkata bahwa Anda sudah menggunakan seluruh persediaan paku payung sampai tahun dua ribu tujuh."

"Baiklah kalau begitu," kata Attila menahan marah. "Maukah kamu kembali ke kantor Mrs. Robinson dan bertanya kepadanya, apakah aku bisa minta selotip dalam gulungan kecil?"

Olly akhirnya menemukan buku matematikanya, dan membukanya tepat di halaman berikutnya. Pecahan. Aku menyerah.

"Pak, halaman berikutnya adalah pecahan, dan saya tidak bisa mengerjakannya. Pak, apakah tidak sebaiknya saya melompati halaman ini?"

"Jangan mengada-ada!" bentakAttila. "Jika kalian tidak bisa mengerjakannya, yang kalian butuhkan adalah PERBANYAK LATIHAN! Kerjakan halaman itu."

Attila sepertinya berpikir bahwa ketika kau tidak bisa melakukan sesuatu, maka banyak latihan akan membuatmu ahli dalam hal itu, dan membuatmu mengerjakannya dengan tanpa cela. Yang sering kali terjadi adalah kau melakukan kesalahan seribu kali lebih sering. Baiklah, aku mulai dari soal pertama.

Jamil kembali, "Pak? Mrs. Robinson berkata bahwa kita tidak diizinkan memakai selotip karena itu akan merusak cat dinding, dan sekolah tidak mampu membeli cat untuk mengecat dinding, Pak."

"Ya Tuhan!" kata Attila dengan gemas. "Charlotte, bisakah kau pergi ke kantor Mrs. Robinson, dan minta kepadanya apakah ia bisa berbaik hati memberiku pin gambar?" Charlotte bergegas ke kantor Mrs. Robinson.

Aku pikir pecahan mungkin akan lebih mudah jika aku menggunakan kalkulator. Masalahnya adalah, kalkulatorku tidak terlalu bagus jika digunakan untuk menghitung pecahan. Setelah sekitar sepuluh menit barulah kalkulator itu menunjukkan jawabannya: - 207.

Jika seseorang memberi sesuatu yang tidak bisa mereka kerjakan, ia seharusnya memberi pertolongan. Transplantasi otak mungkin, atau jawaban. Sepertinya Attila tidak akan melakukan salah satu dari keduanya bahkan tidak keduanya, jadi aku mencari cara lain. Hal lain yang terbaik. Hal lainnya ada di atas meja.

"Nomor satu apa jawabanmu?" tanyaku pada Olly.

"Hmm ..." ia mengerutkan keningnya. "Aku rasa tiga lebih sedikit, tapi aku tidak yakin lebihnya."

Jonathan si wajah badut menoleh. Jonathan seharusnya menjadi pembawa pesan kesehatan dari pemerintah. Dia sungguh berbahaya. Ia pikir dirinya sangat hebat.

"Sedikit bukanlah pecahan!" cibirnya.

"Baiklah, jika kau sangat pintar, lalu berapa jawabannya?" tanyaku padanya.

Jonathan mendengus. "Apa bukumu?"

"Four of The Hards."

"Huh! Aku menyelesaikan buku itu tiga tahun yang lalu!"

"Terima kasih banyak Snotto. Matthew, apakah kau sudah mengerjakan soal pecahan ini?"

"Maaf aku sibuk." Matthew sedang memegang rautan pensilnya yang di ujungnya terdapat pensil yang sudah diraut dan bentuknya luar biasa.

"Aku rasa aku mungkin sudah mengalahkan rekor dunia," katanya sambil memutar rautannya dan meletakkan pensil yang sudah dirautnya di atas meja kami. "Ehm ... aku hanya sampai pada buku Dua."

Anak lain yang ada di meja kami adalah Daisy. Ia mempunyai rambut keriting dan mata berwarna biru cerah, ia hebat sekali dalam bermain catur. Nama sebenarnya adalah David, tetapi semua orang memanggilnya Daisy sejak Loopy Lewis di kelas satu memanggilnya 'Bangun Daisy Daydream!' Ketika itu David bertanya kepadanya, siapa ratu Inggris, dan dijawabnya 'Kuda Melangkah ke Menteri II.' Aku rasa Daisy tidak keberatan dipanggil Daisy. Coba pikir, aku rasa ia sendiri malah tidak menyadari kalau semua orang memanggilnya Daisy. Satu hal mengenai Daisy, tubuhnya datang ke sekolah setiap hari, tetapi kesadarannya entah di mana. Kamu tidak pernah bisa menebak Daisy. Selama tiga tahun ia tetap membaca buku bacaan yang sama, seperti dulu ketika ia masih balita dan mulai belajar membaca. Lalu pada suatu hari di suatu pagi, ia membaca seluruh bacaan di buku itu. Aku menatap wajahnya.

"Halo, apakah ada orang di rumah?" Daisy berkedip dan menatap sekeliling ruangan. Hal itu merupakan pertanda bahwa ia sudah mendarat di bumi. "Hari ini hari yang sangat cerah!" gumamnya. "Seperti satu hari ketika kau sungguh bahagia menjadi sebatang pohon." Hmm ... tampaknya sama saja.

Charlotte masuk ke kelas dengan bergegas.

"Ke mana saja, kau?" tanya Attila. "Aku baru saja akan mengirimkan Tim SAR untuk mencarimu."

"Mrs. Robinson berkata bahwa dia tidak mempunyai push pin jadi dia menyuruh saya untuk mencari push pin yang tersisa di papan pengumuman. Nah, saya menemukan ini." Charlotte mengulurkan tangannya.

"Hanya tiga?! Dua di antaranya sudah bengkok. Ini sungguh konyol, tidak bisa dimaafkan." Gerutu Attila. "Ya sudah tidak apa-apa, Charlotte. Ini bukan kesalahanmu. Kita lihat saja nanti apa yang bisa kulakukan setelah istirahat."

Aku pikir mungkin kalkulatorku rusak, jadi aku meminjam penjepit rambut Rehana dan mulai membuka kalkulatorku. Aku sedang mencoba menyatukannya kembali ketika Attila mulai berjalan ke arahku.

"Nah sekarang. Jonathan, bagaimana pekerjaan rumahmu? Coba berikan padaku. Hmm ... ya bagus.

Sangat bagus." Ia membubuhkan tanda merah di tas pekerjaan Jonathan sementara itu Jonathan kembali duduk sambil tersenyum puas. "Sempurna, Jonathan," puji Attila. "Matthew, apa yang sedang kau lakukan?"

"Saya sedang berusaha memecahkan rekor dunia menyerut pensil, Sir. Coba lihat, 25 sentimeter!"

"Kau seharusnya mengerjakan soal matematikamu, Matthew!"

"Mengukur ADALAH matematika, Sir. Benar begitu?!"

Attila mendengus, "Matthew, aku rasa pensilmu sudah cukup runcing sekarang. Setelah ini kau bisa menggunakannya untuk mengerjakan matematika di bukumu."

"Oh, ini bukan pensil untuk MENULIS, Sir. Ini pensil saya yang runcing. INI baru pensil untuk menulis." Matthew mengeluarkan bendatumpul sekitar dua centimeter panjangnya.

"Aku tidak peduli pensil mana yang akan kau gunakan. Matthew, selama kau mencoba dan mendapatkan sesuatu, paling tidak SEDIKIT hal berguna dari yang kau kerjakan."

Matthew menatap pensil runcingnya dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa menggunakannya untuk menulis!" katanya keras kepala. "Lihat ujungnya. Itu bisa sangat BERBAHAYA!"

Attila menelan ludah, menahan marah dan kemudian ia berbalik menghadap ke arahku.

"Apa yang sedang kau lakukan dengan kalkulator itu?"

"Kalkulator ini rusak, dan saya berusaha memperbaikinya."

"Ini sudah benar-benar rusak!" Attila memukul meja dan mengambil buku matematikaku. "Apa ini?" "Itu pekerjaan saya, Sir, matematika."

"Jadi ini yang kau kerjakan selama tiga puluh menit ini? Oliver, coba lihat pekerjaanmu!"

Olly mendorong bukunya sehingga Attila bisa melihatnya. Ketika ia melihat pekerjaan Olly, wajahnya berubah menjadi seperti hiu putih besar yang sedang marah.

"Ini sangat keterlaluan!" katanya gemetar. "Aku mengajarkan ini padamu baru dua hari yang lalu! Dan kenapa kalian belum menyerahkan proyek IPA kalian?" Olly menjelaskan pada Attila bagaimana kami membantu menyelamatkan lingkungan.

"Begitu rupanya," desis Attila ketika Olly selesai bicara. "Jadi sebelum kau sampai ke sekolah...." "KAU!" – ia menatapku bengis – "telah merencanakan untuk kehilangan buku matematika yang sangat penting itu, dan KAU!" – ia menatap Olly dengan memberengut marah. Sangat marah. – "telah merencanakan untuk menghancurkan hasil kerja selama dua minggu. Sekarang kalian benar-benar ada di sini, dan yang kalian kerjakan hanyalah merusak hampir semua benda milik sekolah .... Dan ini ..." – ia melambaikan buku latihan kami di udara – "Ini SAMPAH!"

"Baik kalau begitu," lanjutnya. "Kalian berdua bisa tinggal di kelas setelah makan malam, dan menyalin pekerjaan

Jonathan. Semuanya. Lalu kalian akan kuberi PR tentang pecahan ini, aku ingin kalian membawanya Senin pagi. Dan jika pekerjaan kalian tidak memuaskan, maka akan ada surat peringatan untuk orangtua kalian. Aku sudah capek dan bosan dengan kalian berdua!"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience