Beberapa waktu kemudian, mereka menunggu hujan berhenti di gedung tua tersebut
“Namaku Mia, Mia Erlinda. Kau Samuel kan..?”
“Iya benar. Apa kau juga sama sepertiku?”
“Sama apa maksudmu?”
“Membaca fikiran, mengendalikan fikiran..”
“Tidak..” jawab gadis berambut coklat tersebut sambil mengikat luka di lengan kanan Samuel dengan selembar kain putih.
“Lalu kenapa aku tak dapat membaca fikiranmu?”
“Sama… aku juga tak dapat membaca perasaanmu..”
“Apa maksudmu..?”
“Hmm… mungkin kita hampir sama, tapi beda, aduh.. bagaimana ya menjelaskanya. Pokoknya, aku mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain dan mengendalikan perasaan mereka.”
“Membaca dan mengendalikan perasaan? Bukankah orang seperti kita justru hampir tak menggunakan perasaan sama sekali.”
“Sudah kubilang, kita berbeda. Kalau kau mengatakan yang sebenarnya, Kau mungkin sama seperti kakakku, dia tak berperasaan, dia mampu membaca dan mengendalikan fikiran orang.”
“Benarkah? Kukira aku satu satunya.” jawab Samuel dengan wajah yang sama sekali tak berubah. “Lalu siapa orang orang itu tadi? Dan kenapa mereka mengejar kita?”
“Mereka orang orang yang sama yang membunuh kakakku..”
Samuel menatap wajah gadis yang menunjukan ekspresi sedih, namun sedikitpun tak keluar rasa simpati dari Samuel . “Mereka membunuhnya?”
“Iya, dan juga, mereka tidak mengincar kita, mereka mengincarmu. Aku tidak tahu mereka siapa, tapi mereka mampu melacak orang orang sepertimu. sepuluh tahun yang lalu mereka mengejar aku dan kakak ku, kakak ku menyembunyikanku di suatu tempat, dan kerana suatu alasan mereka tak dapat melacakku, tapi mereka berhasil membawa kakakku”
“Jadi.. mungkin dapat ku simpulkan, kau adalah kebalikanku, kau mengalami evolusi di bagian otak yang mengendalikan emosi. Kau menyerap emosi orang lain bukan? Itu sebabnya kau sering mengalami emosi yang tak jelas asal usulnya.”
“Mungkin begitu, aku tidak begitu mengerti dengan evo..evol apa tadi?”
“Dan efek sampingnya, kau pasti sangatlah bodoh dan jarang menggunakan logikamu..” ujar Samuel terang terangan pada gadis yang telah menyelamatkanya.
“Hei..!”
“Oh iya bagaimana kau dapat menemukanku? Aku tidak dapat membaca fikiran mereka, itu aneh. Seharusnya aku dapat mendengar fikiran mereka, apalagi jika itu tentang ku dan dalam radius yang tidak cukup jauh.”
“Entahlah, sepulang sekolah aku merasakan sebuah nafsu membunuh yang sangat besar, perasaan mengerikan itu sama seperti nafsu membunuh dari orang orang yang membunuh kakak ku.”
Tak lama kemudian mereka berdua keluar dari persembunyian. Hujan telah reda, namun hari mulai gelap.
“Gawat..!! mereka masih ada..!” sentak Mia menarik tangan Samuel untuk berlari.
Mereka berdua masih dikejar oleh dua orang misterius yang ternyata sedari tadi menunggu di area tersebut.
“Tunggu..” Samuel berhenti dan berbalik arah. Samuel memejamkan matanya dan mengarahkan telapak tangan kananya ke arah dua lelaki misterius tersebut.
“Hei kutu buku..! apa yang kau lakukan?!”
“Diam.. aku berusaha masuk kefikiran mereka, jika aku berhasil aku dapat mengendalikan mereka.”
Namun sekuat apapun Samuel berkonsentrasi dua lelaki misteri yang semakin hampir itu tak terpengaruh sama sekali. Lebih buruknya, kedua lelaki itu kini mengacukan pistol ke arah Samuel dan Mia.
“Mia lari lah..” perintah Samuel tanpa menoleh.
‘bletak..’ senjata api kedua lelaki misterius itu tiba tiba terjatuh ke tanah, kedua lelaki itu tiba tiba berusaha keras berbalik arah dengan ekspresi wajah ketakutan setengah mati.
“Mia..? kau..” saat Samuel menoleh ke belakang, Mia berdiri dan melakukan pose yang sama seperti Samuel , matanaya juga terpejam.
“Kan aku dah kata yang aku dapat mengendalikan perasaan orang lain di sekitarku.” jawab Mia sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing setelah memasukan perasaan takut ke dalam dua lelaki misterius tersebut.
Namun bukan kalimat terimakasih yang keluar dari Samuel “Kenapa tidak dari tadi saja?” ujarnya.
“Aku takut tahu? Kau belum pernah merasakan aura dari seseorang yang memiliki nafsu membunuh segitu besar, oh iya aku lupa, kau tidak berperasaan memang.” Sahut Mia, “Tunggu.. ada lagi yang datang..”
“Mereka lagi?”
“Tidak, mereka tak memiliki per..perasaan, sepertimu. Aku tak dapat membaca perasaanya.”
“Kau benar, aku dapat membaca fikiran mere.. ah..”
“Ada apa?” sahut Mia.
Samuel terdiam sejenak sambil menutup mata. “Mereka berbicara padaku lewat telepati. Jangan lari..”
“Eh..?”
Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam muncul dari pertigaan jalan.
“Masuklah cepat… orang orang itu tadi akan segera kembali” ujar seorang laki laki berusia sekitarr 35an dari dalam mobil tersebut.
“Eh… Anda siapa ya?” Tanya Mia.
“Cepatlah jika kau ingin tetap hidup nona.”
Samuel menarik tangan Mia dan masuk ke mobil hitam itu. “Kita ikuti saja.”
Share this novel