Rate

BAB 1

Drama Completed 691

Cinta… kehadiranmu bagai bintang di hatiku. Meski hanya sesaat dapat kumiliki, kekuatanmu mampu mengajarkanku arti sebuah pengorbanan yang tulus dan kepedihan yang tak selayaknya dibalas dengan kepedihan. Cinta… kaudatang bersama angin, dan berlalu pun bersama angin. Aku tak tahu harus marah atau kesal dengan sebuah angin yang telah membuatku harus berpisah denganmu. Mungkin perpisahan kita adalah hal terpedih yang pernah kurasakan. Namun aku tahu, perpisahan kita adalah hal yang membahagiakan untukmu.

Satu demi satu kata kugoreskan ke dalam lembaran buku kecil berwarna hijau, saat itu pula tetes demi tetes airmata berjatuhan membasahi lembaran buku itu. Ya, hari ini kisah antara aku dan pacarku telah berakhir. Baru saja, sekitar satu jam yang lalu!

Sambil menyeka lelehan air bening hangat yang keluar dari kedua pelupuk mata ini, kembali kuingat bagaimana aku dan dia dapat menjadi sepasang kekasih. Ketika itu, tepatnya sebulan yang lalu, saat acara malam tahun baru bersama teman-teman kampus, tanpa sadar aku mengatakan suka padanya. Dia tersenyum lalu bertanya apakah aku bersungguh-sungguh. Dengan menahan malu, aku menganggukkan kepala. Dan dalam sekejap, kami jadian. Aku hampir menangis karena bahagia dan dia hanya tersenyum manis sembari menatap mataku.

Hari-hari bersamanya terasa amat menyenangkan. Aku makin menyukainya, bahkan mulai menyayanginya. Namun setelah 28 hari kebersamaan kami, terjadilah suatu hal yang tak pernah kusangka sebelumnya. Dan hari ini, di awal bulan Februari yang kata orang-orang adalah bulan cinta dan kasih sayang, aku harus melepaskan dirinya, di saat aku mulai mencintainya. Menyakitkan memang, tapi aku lebih memilih mengalah demi kebahagiaan Satvin . Ya, namanya Satvin ! Pacar pertama sekaligus cinta pertama di usiaku yang sudah memasuki 20 tahun.

Senin, 04 Februari 2013.
Cukup! Hari ini tidak akan kukeluarkan lagi airmataku. Sedapat mungkin aku akan menahannya meski kemesraan sepasang kekasih yang tak sengaja kulihat barusan, dapat saja membobol benteng pertahananku. Dengan terus menunduk, kuhabiskan isi piring makan siangku dengan super cepat.
“Kirana! Lapar atau doyan sih? Hihii…,” komentar Lala tertawa geli melihatku.
“Ada tugas yang belum kukerjakan, La. Sepuluh menit lagi Pak Abdul masuk nih, dan aku tidak ingin dosen killer itu menyuruhku belajar di luar ruangan. Aku duluan ya! Bye, La!”
Lala hanya terbengong melihat sikapku. Aku cukup yakin Lala tidak akan percaya kalau seorang Kirana belum mengerjakan tugas. Lala dan teman-teman satu jurusanku sudah sangat tahu jika aku adalah salah satu mahasiswi yang rajin dan pintar. Namun aku berharap agar Lala dapat mengerti keadaanku saat ini. Aku hanya tak ingin melihat Satvin dan pacar barunya, Meisya. Kenapa? Karena aku belum cukup kuat untuk berdiri di atas luka ini.

Di dalam ruangan kuliah yang masih kosong, kubenamkan wajah di atas meja dan menangis. Hari ini, aku masih belum cukup kuat ternyata. Tapi aku masih bersyukur karena tidak menangis di kantin dan tidak juga di hadapan Lala. Beberapa menit kemudian, cepat-cepat kuhapus airmata di pipi karena sudah ada beberapa orang yang masuk ke ruangan ini.
“Nana, boleh pinjam tugas kamu? Aku belum buat nih, tolong ya!” kata sebuah suara yang masih terdengar merdu di telingaku, sekali pun dia telah membuat hatiku sakit.
Aku tersenyum. Berusaha tersenyum maksudnya. “Agak ngebut nulisnya, Sat! Bentar lagi Pak Abdul masuk,” pesanku pada Satvin sambil menyodorkan lembaran kertas tugasku.
Satvin mengangguk dan tersenyum. Masih dengan senyuman manisnya yang amat kusuka. Dengan tergesa, ia langsung menuju kursi paling belakang dan mulai sibuk mengerjakan tugas. Aku menatap cowok itu dengan sendu. Hati ini tak dapat membencinya, meski ia telah menimbulkan perih yang cukup dalam di hatiku.

“Ah, udah satu jam kita nunggu. Kenapa Pak Abdul belum datang juga?” keluh Lala yang terlihat mulai bosan memainkan game di HP-ku.
“Mungkin Pak Abdul gak dapat ngajar kali, ya? Gak biasanya ia terlambat seperti ini,” kataku menanggapi keluhan Lala tanpa melepas pandangan pada barisan kata di sebuah novel yang sedang kubaca sekarang.
Tepat pada saat itu, Radika berkoar-koar di depan kami dan mengatakan kalau Pak Abdul tidak dapat mengajar dikarenakan istrinya sedang sakit. Seketika terdengar sorak bahagia teman-temanku. Jelas saja bahagia, siang ini kami tidak akan dibuat tegang oleh pertanyaan Pak Abdul di mata kuliah Akuntansi Lanjutan, yang ‘amat sangat’ memusingkan kepala.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience