Rate

BAB 2

Drama Completed 691

Satvin menghampiri tempat dudukku lalu menyeret sebuah kursi. Kini sosok yang sangat kusayangi hingga detik ini pun, telah berada di hadapanku. Aku sangat gugup dan salah tingkah. Satvin mau apa ya? Ah, buru-buru kutepis imaginasi indahku. Ingat, Na! Dia adalah mantanmu. Dia tidak mencintai kamu! Jerit hati kecilku.
“Nana…,” suara Satvin terdengar lembut. Ya, Satvin suka sekali memanggilku dengan sebutan ‘Nana’ setelah kami jadian satu bulan yang lalu. Tapi kenapa sampai saat ini dia masih memanggilku seperti itu, padahal kami telah berpisah.
“Iya, Sat?” ujarku singkat dan seolah-olah sibuk membereskan isi tasku.
“Setelah ini kamu ada kerjaan gak?”
“Gak ada. Aku langsung pulang, Sat.”
“Dapat temani aku?”

“Meisya suka banget sama warna pink, Na! Di sini banyak boneka warna pink, aku jadi bingung nih. Kamu tahu Meisya suka boneka apa?” Satvin bertanya padaku dengan semangat, sesemangat ia mencarikan boneka untuk Meisya.
Dan aku tahu sesuatu. Satvin amat mencintai Meisya, sampai-sampai rela bersatu sama benda yang ‘cewek banget’ di galeri yang juga ‘cewek banget’. Dan aku? Ya, aku ikut terjebak di sini. Sedikit menyesal juga saat tadi kuiyakan untuk membantu Satvin . Kalau aku tahu jika Satvin minta bantuan memilih hadiah ultah untuk Meisya, tidak akan kuiyakan permintaan Satvin di kampus tadi.
Tapi lumayan, aku dapat kembali merasakan dibonceng Satvin meski status kami sekarang hanyalah seorang teman. Lagian aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tetap berteman dengan Satvin , juga tidak membenci dan tidak memusuhi dirinya.. Bukan salah Satvin , jika perasaan cintanya padaku telah memudar. Aku tahu, Meisya lebih segalanya dariku dan tentu jika aku jadi Satvin , aku akan memilih Meisya juga.
“Sat, Meisya suka Hello Kitty. Ini aja deh!” tawarku pada Satvin sambil memegang boneka Hello Kitty yang lucu dengan kedua tanganku. Boneka ini lucu dan lumayan besar. Aku pun menginginkannya. Ah, aku akan menabung dulu!
Satvin mengamati boneka itu dan melihat tarif harganya. Dia tersenyum dan berkata, “Oke! Kita ambil yang ini!”

Minggu, 10 Februari 2013.
Pagi ini aku malas sekali untuk beranjak dari tempat tidur nyamanku. Sudah pukul tujuh pagi, tapi aku masih berteman dengan bantal dan boneka Teddy Bear kesayanganku. Pikiranku menerawang seraya memandangi langit-langit bilikku yang diwarnai dengan cat hijau, warna kesukaanku. Dan pikiran memaksa otakku untuk memutar kembali ingatan tentang kejadian kira-kira dua minggu yang lalu, awal dari luka yang harus kuterima.

Meisya datang ke rumah dan membawa brownies panggang pesanan mama. Mama Meisya dan mamaku sahabat lama, oleh karena itu mereka sering bertukar hasil masakan. Kebetulan Satvin sedang main ke rumah dan kami mengobrol di ruang tamu. Setelah Meisya bertemu mama dan menyerahkan brownies tadi, aku meminta Meisya untuk gabung bersama kami dan mengenalkannya pada pacarku.
“Sya, kenalin ini Satvin !” kataku pada Meisya yang terlihat telah memasang senyum manis untuk Satvin .
“Hai, aku Meisya, teman sekaligus tetangga Kirana. Kamu teman kuliah Kirana, ya?” sapa Meisya riang sembari mengulurkan tangannya pada Satvin . Ya, Meisya adalah cewek cantik dan manis, ditambah lagi ia sangat mudah bergaul dengan orang baru.

Kulihat Satvin agak salah tingkah menerima tangan Meisya. Setelah tangan mereka bersatu dengan cukup lama, dengan refleks aku berdehem. Seketika Satvin menarik tangannya dan tertunduk. Meisya hanya tersenyum. Hampir satu jam kami mengobrol bersama. Sebenarnya hanya Meisya dan Satvin saja yang mengobrol, aku hanya jadi pendengar yang baik. Dan kali ini aku baru merasakan bagaimana resahnya rasa cemburu itu.

Keesokan harinya di kampus, aku begitu terkejut karena melihat Meisya sedang berdiri di samping taman Fakultas Ekonomi. Segera kuhampiri dia.
“Hai, Na! Kamu ketemu Satvin gak?” ujar Meisya bertanya padaku dengan suara lembut. Heran, sejak kapan Meisya bersuara lembut seperti ini?
“Dia tadi bilang mau ke ruang dosen bentar untuk nyerahin tugas. Kok kamu ada di sini, Sya? Bukannya kamu males banget kalau kuminta datang ke fakultasku?” tanyaku sedikit curiga. Tiba-tiba perasaan tak enak mengalir di hati kecil ini.
“Eh, ternyata jarak Fakultas Kedokteran ke Fakultas Ekonomi cukup dekat juga ya kalau udah dicuba gini? Hehe…”
Aku menatap Meisya bingung dan masih curiga.
“Kirana, jangan mandangin aku kayak tersangka gitu deh! Aku ke sini karena janjian sama Satvin . Aku dan dia mau ke Gramedia bareng,”
“Kok dapat janjian?”
“Aduh, maafin aku ya, Na! Kemarin aku ambil nomor HP Satvin di kontak HP kamu. Iseng aku sms dia dan dibalas. Terus kami ngebahas hobi masing-masing. Gak nyangka dia hobi baca novel juga. Jadinya kami ngebahas novel-novel terbitan DIVA Press. Hari ini kami berdua mau ngeborong novel, Na.”
Hatiku seperti tersayat ujung pisau ketika mendengar penjelasan Meisya. Aku terdiam sesaat sampai Meisya mengibaskan tangan kanannya ke depan wajahku.
“Ehh, iya… gak apa-apa kok. Oh ya, aku duluan ya, Sya! Selamat ngeborong novel aja deh.” Dengan terburu-buru aku menjauh dari Meisya karena aku tak ingin ia melihat perubahan rona di wajahku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience