Namanya Zia, hanya tiga huruf.
Gadis berumur dua puluh empat tahun yang hari ini resmi menikah, sambil mengkacai wajahnya yang penuh riasan glamor ala orang kaya, Zia menghela nafas, membayangkan wajah Regard yang nanti malam mungkin akan menjamah tubuhnya.
"Aku sudah gila!" Zia memukul kepalanya, lalu bibirnya tertarik keatas, tersenyum begitu manis membuat dirinya menjadi lebih cantik. Ia menoleh jarum jam, sudah saatnya turun ke bawah gedung, menemui Regard yang pastinya sudah menunggu dirinya.
Zia menghela nafas, mengangkat gaun beratnya lalu mulai berjalan keluar, para Bridesmaid menyambut untaian gaun besar milik Zia, dengan total sembilan orang, mereka mulai menuruni tangga. Di atas Altar, berdiri Regard dengan stelan jas silver yang begitu menawan, para Groomsman yang berdiri di sisi kanan dan kiri Regard kini mulai menepi dengan teratur. Zia tersenyum kaku, pandangannya seolah memohon agar Regard ikut tersenyum, tapi tidak sama sekali. Ia berjalan menuju tepi panggung, mengulurkan tangan untuk menyambut kedatangan sang mempelai wanitanya.
"Aku... sudah lama menunggu,"
Tepuk tangan meriah terdengar begitu jelas, mereka semua menyukai pemandangan di hadapan mereka. Tapi tidak dengan Zia, pandangan Regard saat itu begitu tajam dan mengintimidasi, seolah sedang kesal karena lama menunggu.
"Ayo naiklah, temani aku duduk... mempelai wanitaku." Zia hanya mengangguk, ia mengikuti langkah Regard yang menuntun tangannya menuju bagian tengah Altar yang terdapat dua kursi bak singgasana Raja. Tepuk tangan yang begitu meriah masih terus terdengar, musik klasik mulai di mainkan, dan para tamu mulai berdiri, karena sekarang waktunya berdansa.
Zia menoleh Regard yang pandangannya lurus kedepan. "Regard..." panggilnya canggung, mendengar panggilan Zia, Regard menoleh dengan alisnya yang bertaut samar.
Zia menelan ludah, lalu tersenyum masam. "A,apa kau... bisa tersenyum sedikiiiit saja?" tanya Zia canggung, Regard menatapnya lekat, sangat lekat sampai pria itu tak berkedip selama hampir satu menit. "Aku tidak suka di perintah, dan aku tidak mau tersenyum karenamu." ucapan Regard membuat Zia terdiam, secara spontan ia mengalihkan pandangannya ke depan. Menghindari tatapan Regard yang begitu menusuk.
Zia menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya dari mulut dengan perlahan, mencoba menetralisir jantungnya yang berdegup kencang akibat perkataan Regard barusan.
"Kenapa kau seperti itu?"
"Hah?" pandangan Zia kembali menoleh Regard yang ternyata masih saja menatapnya.
"Kenapa seperti ikan yang sedang tidak berada di air? jangan lakukan lagi, aku tidak suka." setelah berkata seperti itu, Regard lalu menoleh kedepan, membuat otak Zia membentuk tanda tanya besar.
"Ikan yang sedang tidak berada di air?" Ucap Zia pelan,
"Iya! Jangan lakukan lagi ...." sahut Regard tanpa menoleh, membuat Zia menutup mulutnya rapat-rapat, ia memilih diam lalu menonton acara-acara yang sudah di siapkan Regard untu pesta pernikahan mereka.
I'M YOUR BRIDEGROOM
Malam sudah larut, setelah menghapus riasan yang cukup tebal dan mengganti baju dengan piyama, Zia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur besar kamar utama yang jauh-jauh hari sudah Regard perlihatkan padanya. Gadis itu memejamkan mata, membuat indera pendengarannya berfungsi dua kali lebih peka dari biasanya.
Suara sepatu pentopel berhasil Zia dengar, tampaknya sekarang Regard menuju ruangan tempatnya berada. Segera Zia membuka mata,
"Tugasku sebagai istri belum selesai..." ucapnya setengah panik, ia menuju kaca rias, lalu dengan secepat kilat ia mengolesi bibirnya dengan lipstik merah. Pintu kamar di buka, di ambang pintu berdiri Regard dengan piyama marun lengkap dengan penutup mata berwarna serupa di dahinya. Zia tersenyum, mencoba bertingkah senormal mungkin, lipstik yang baru saja ia pakai melereng jatuh kebawah dan hal iu menyita perhatian Regard.
Regard menaikkan sebelah alisnya, "bukannya sudah saatnya untu menghapus riasan?" tanya Regard, Zia tersenyum, "Sudah ku hapus, tapi aku kembali memasang lipstik..."
"Untuk apa? cepat hapus kalau tidak nanti bibirmu menghitam." Regard berjalan menuju meja rias Zia, mengambil lipstik merah yang terjatuh tadi lalu menaruhnya kembali.
"Baiklah, aku hapus sekarang." Zia kehilangan semangat, ia berjalan pelan menuju kamar mandi.
"Tunggu!" Regard berjalan kearah lemari, mengambil sebuah selimut tebal dari dalam sana, ia lalu mendekati Zia, memberikan selimut yang ia pegang. "Di kamar tamu selimutnya tipis, pakailah ini." mendengar perkataan Regard membuat Zia mengeryitkan dahi, "Maksudnya?" tanyanya bingung.
"Aku tidur di sini, dan kau tidur di kamar ujung. Apa kurang jelas?"
Kernyitan di dahi Zia bertambah jelas, "A,aku tidur di kamar tamu?" Zia menunjuk dirnya.
"Kalau kau terus bicara, aku akan terus membuang waktu tidur berhargaku. Keluarlah sekarang, hapus lipstikmu di sana saja." Regard menatap mata cokelat Zia, "Tapi, aku 'kan istrimu?" Zia masih tidak terima.
"Mau ku panggilkan orang untuk menyeretmu keluar?"
Zia terdiam, ia menatap kesal wajah datar tak bersalah milik Regard. Dengan langkah yang di hentak-hentakkan Zia berjalan keluar, tak lupa ia membanting pintu dengan keras. Tanda kalau ia sedang kesal.
Regard hanya menatap perlakuan kekanakan Zia dengan tatapan innocent, setelah beberapa saat setelah pintu tertutup, Regard membaringkan tubuhnya di atas kasur. Pria itu menghela nafas pelan lalu menutup matanya dengan penutup mata.
I'M YOUR BRIDEGROOM
Zia mengunci pintu kamar tamu dengan kasar, "biar tau rasa kau Regard, jangan harap nanti kau bisa masuk secara mengendap-endap lalu tidur bersamaku," Zia menendang pintu tersebut, "Jangan harap!" ucapnya kesal, nafas gadis itu sampai memburu saking kesalnya.
"Hapus lipstik supaya bibir tidak menghitamlah! memangnya dia tidak tahu apa, aku lakukan ini untuk siapa?" dengan kasar, Zia membuka kapas wajah yang tersusun rapi di atas meja rias kamar tersebut, ia menghapus lipstik yang di pakainya dengan sembarang,
Brakk!
Zia menggeprak meja rias. Menatap pantulan wajahnya di cermin dengan ekspresi yang begitu kesal, "Regard Axiler? Kalau seperti ini, lalu kenapa kau menikahiku?! Dasar brengsek!"
Ia membuka lipstik yang tersusun rapi di meja rias lalu menuliskan kata "Regard Axiler si pria brengsek." menggunakan lipstik tersebut.
Setelah menuliskan kalimat tersebut dan melepaskan lisptik merah itu begitu saja, Zia kemudian menuju kasur yang ukurannya lebih kecil daripada kasur yang di kamar sebelumnya.
"Sadarlah Zia... tidak ada malam pertama yang kau impi-impikan itu!" ucap Zia dengan suara yang terhalang bantal karena saat ini posisinya tengah tidur tertelungkup dengan wajah menimpa bantal.
His name is Regard Axiler.
To be continue...
Itulah malam pertama Regard dan Zia yang tanpa sensasi malam pertama :V
Share this novel