BAB 3

Romance Series 1444

Np: Bol4 - My trouble.

Regard sudah siap dengan setelan jas hitamnya, pria itu menutup koper besar setelah memasukkan beberapa pakaian milik Zia. Ia melirik jam tangan, sekarang pukul 05.23 pagi. Regard membuka laci, mengambil duplikat kunci kamar yang di tempati Zia. Di tangan kirinya terdapat sebuah kotak berwarna silver.

Sebenarnya, tujuan Regard pergi ke Jaipur adalah bekerja, untuk mengenalkan perusahannya pada negeri luar, meski dia memilih memulai pengenalan perusahaannya itu dari negera yang kecil. Regard berjalan menuju kamar Zia, ia hendak mengetuk namun tidak terlaksana. Dia lebih memilih langsung membuka pintu tersebut.

Sangat pelan dan hati-hati. Regard masuk ke dalam kamar Zia, ia memperhatikan gadis yang masih tertidur lelap itu dengan seksama. Regard menghela nafas, berjalan kearah samping lalu menjangkau jam alarm yang tampaknya sengaja tidak Zia setel. Regard kembali menaruh jam kecil itu di atas laci ketika ia sudah mengunci jam pada pukul 05.30, lima menit dari sekarang.

Pandangan Regard meluas, ia memperhatikan kalimat di kaca cermin yang Zia tulis kemarin lusa. Regard mengangkat sebelah alisnya.

Alarm berbunyi, membuat Zia mengubah posisi tidurnya. Tangannya merayap ke samping, mencari letak jam yang membuat telinganya bising. Regard meredupkan matanya, jengah melihat perilaku Zia yang begitu susah bangun pagi. Ia meraih jari Zia, menggenggamnya erat.

"Matikan jamnya... aku perlu tidur sebentar lagi." racau Zia tidak jelas,

"Kalau kau mau tidur sebentar lagi, aku akan ke Jaipur tanpamu." ucap Regard masih menggenggam tangan zia, Zia berdecak. "Aku tidak mau ikut, aku ingin bekerja saja. Lagipula Jai-" Zia membuka mata.

"Jaipur?!"

"Ya, kalau kau terus mengulur waktu... aku akan berangkat sendiri." sahut Regard, Zia membawa pandangannya untuk menatap pria tinggi di samping ranjangnya itu, "Kau? kenapa di sini?" tanya Zia dengan sorot mata yang besar.

"Apalagi...? Aku kesini untuk membangunkan istri durhaka yang menulis kalimat 'Regard si pria brengsek' di cermin." ucap Regard datar, ia melepas tangan Zia dari genggamannya lalu mematikan alarm jam.

Mata Zia melotot, ia bangkit dari posisi tidurnya. Melihat ekspresi Regard yang datar, membuat Zia tersenyum paksa, "Aku akan mandi sekarang ...." Zia keluar dari selimut, lalu segera menuju kamar mandi. Regard hanya mengekori langkah Zia sampai gadis itu masuk ke dalam sebuah pintu kecil di ruangan berskala medium tersebut.

Regard menaruh kotak yang sedari tadi ia pegang di atas kasur, kotak yang tampak seperti kado itu ia buka. Dress berwarna marun ada di dalamnya, Regard menatap dress itu lekat. Pikirannya terhanyut ke masalalu, mengingat untuk siapa sebenarnya ia belikan dress tersebut.

"Wah... untukku?"

Zia berjalan mendekat, dan langsung meraih dress yang sebelumnya terlipat rapi di dalam kotak kecil. "Ini cantik, tapi akan lebih bagus lagi kalau warnanya biru, bukan marun." protes Zia sambil melekapkan pakaian tersebut ke tubuhnya yang menggunakan kimono handuk. Regard tak merespon, setelah melihat Zia sebentar, ia memilih melenggang keluar ruangan.

Zia mengerucutkan bibirnya.

"Dasar aneh." gumamnya lalu tersenyum, ia menyukai dress yang di dapatnya dari Regard tersebut.

I'M YOUR BRIDEGROOM

Zia membuka kaca mobil travel yang di tumpanginya bersama Regard. Senyum gadis itu mengembang,

Regard yang duduk di sampingnya hanya memperhatikan gadis itu lekat. Zia menarik pandangannya dari luar, ia menatap Regard kemudian, masih dengan senyuman manisnya.

"Apa?" alis Regard bertaut.

"Tidak... kau mau dengar lagu?" tawar Zia, Wajah Regard seperti heran. "Kalau tidak mau tidak apa-apa ...." sambung Zia lagi, ia memasang earphone di kedua telinganya, lalu tanpa permisi ia menyandarkan kepalanya di bahu Regard.

Regard jelas tampak terganggu, ia menggerakkan tangannya untuk menyingkirkan kepala Zia,

"Kepalaku pusing Regard... pinjam sebentar ya, bahumu."

Ucapan Zia berhasil membuat pergerakan Regard terhenti, namun hanya sebentar. Nampaknya hati pria itu tidak berhasil luluh, "Tidak." tolak Regard sambil menjauhkan kepala Zia,

"Sandaran sofa mobil tepat berada di belakangmu, Kau bisa bersandar di sana." ucap Regard tidak menoleh, perkataannya membuat bibir Zia mengerucut.

"Pelit."

Setelah setengah jam menghabiskan waktu di perjalanan dari bandara, mobil travel yang di tumpangi Regard dan Zia berhenti di depan sebuah hotel berbintang. Zia segera turun, senyum gadis itu kembali mengembang, ia melepas earphone dari telinganya.

Regard melintas, ia mendelik Zia sebentar. "Koper menunggu dirimu, Zia Almera." ucap Regard sambil menaiki tangga mewah hotel.

Zia menghilangkan senyumannya, gadis itu menatap ke samping. Benar saja, koper besar berdiri di sampingnya. Zia menatap sebal punggung tegap Regard, "Si batu itu." gumamnya geram, ia menyeret masuk koper besar tersebut lalu menyusul langkah Regard yang kini berada di depan resepsionis hotel.

Ornamen-ornamen dinding yang terlukis di setiap sudut lobi hotel menyita pandangan Zia, ia mengeluarkan ponsel lalu membuka kamera. Memotret beberapa gambar dari ornamen tersebut.

"Ini..."

Zia menoleh Regard, "apa ini?"

"Brosur tempat wisata yang mungkin bisa kau kunjungi, di situ tertera kontak penerjemah. Kau bisa hubungi mereka sekarang untuk perjalananmu besok."

"Mu?" Zia melirik Regard, "aku pergi sendiri?"

"Ya, aku sudah bilang kalau aku ke sini untuk bekerja, 'kan?" Regard mengambil kunci kamar yang di pesannya, lalu berjalan menuju lift. Segera Zia menyusul langkah Regard.

"Aku akan menunggu,"

"Tidak bisa. Aku bersama klien sampai sore, dan rata-rata tempat wisata di sini tutup sebelum jam lima."

Zia mendengus, "baiklah kalau begitu," jawabnya lemas. Lift berhenti di lantai enam, mata Zia kembali takjub melihat pemandangan mewah khas Jaipur di depan matanya, sambil mengikuti langkah Regard dari belakang, Zia menoleh kiri dan kanan. Sampai tak menyadari kalau langkah Regard telah berhenti, alhasil ia menabrak lengan Regard.

"Aduh, kenapa tidak bilang kalau mau berhenti?"

Regard hanya menolehnya sebentar, memutar knop pintu lalu masuk ke dalam. Meninggalkan Zia yang memasang ekspresi kesal. Ia menyusul langkah Regard yang sudah masuk lebih dulu. Kamar berskala besar yang di pesan Regard membuat mata Zia kembali berbinar.

"Wah... ini sungguhan cuma satu kamar? Besar sekali?" Zia melepas koper yang sedari tadi di pegangnya di dekat pintu. Ia berjalan lebih dalam, interior mewah kamar tersebut terus mengundang senyumnya.

Regard mendekat sambil memegang sebuah bantal dan selimut tipis.

"Kau tidur di sofa, kasurnya kecil. Kalau memaksa untuk tidur bersama, aku akan jatuh."

"Hah?" Zia mengernyitkan dahinya,

Regard menaruh bantal serta selimut itu di atas sofa hitam di dekat Zia, "jangan diam-diam pindah ke sampingku nanti malam." Regard berbalik, ia kembali masuk ke dalam. Merasa tak terima, Zia menyusul langkah Regard.

"Regard... kau ini bagaimana? Di mana-mana, laki-laki yang tidur di sofa, tapi kenapa ini malah aku? lagipula, aku ini isterimu Regard. Kenapa kau sama sekali tidak mau tidur bersamaku? Apa aku ini sebegitu tidak menariknya di matamu?" protes Zia,

Regard menghentikan langkahnya, ia menghela nafas. "Iya, kau tidak menarik. Lagipula kau tidur itu seperti singa, liar."

"Singa, liar?" ulang Zia tak percaya. ia menatap manik mata Regard yang tak bergeming sama sekali.

"Kalau bukan singa? Apalagi... Gorila?" Regard melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Tanpa peduli Zia yang menyipitkan matanya emosi.

Zia menatap tubuhnya, "Gorila? Gorila katanya? dasar sinting!"

Zia membalik tubuh, pandangannya tertuju oleh sebuah kasur dengan sprei abu-abu yang berada di sudut ruangan. Kasur tersebut sama besarnya dengan kasur di kamar Regard. Zia emosi, ia mengepalkan kedua tangannya.

"Ini kecil apanya!"

Welcome Jaipur

To be continue...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience