BAB 2

Romance Series 1444

Zia membuka mata setelah merasa kepalanya pusing. Ia menyibak selimut, memakai sandal tidur lalu menghadap cermin. Untuk sekejap Zia menampar-nampar pipinya pelan, kebiasaan sejak kecil yang sampai sekarang tak bisa hilang setiap dia bangun pagi.

"Aku harus berangkat kerja." gumam Zia, ia berjalan menuju jendela, menyibak tirai berwarna marun yang tebal sekali. Seketika Zia menyipitkan mata kala sinar matahari menyinari wajahnya yang oval. "Matahari sudah naik? Jam berapa ini?" pandangan Zia menoleh ke sekitar, mencari jam dinding, setelah menemukan benda persegi besar yang berdiri di samping pintu masuk itu, mata bulat Zia membesar.

Pukul 09:21 a.m, buru-buru Zia menuju kamar mandi lalu membersihkan diri seadanya. "Gila! kau sudah gila Zia! Kau benar-benar cari mati." Zia berlari menuju pintu keluar dengan mengunakan kimono, dia menuju kamar Regard. Karena sejak kepindahannya kemarin, dia langsung menggantung seluruh bajunya di dalam lemari.

Zia memutar knop pintu. Namun, pintu itu terkunci. Membuat ekspresi Zia berubah, ia menoleh sekeliling, dan matanya berhasil menemukan sosok Regard yang tengah duduk menghadap taman belakang sambil memegang secangkir teh.

Zia membawa langkahnya ke sana, ia berdehem beberapa kali. Menyesuaikan suara agar terdengar tenang,

"Selamat pagi, Regard ...."

Regard menoleh ke belakang sejenak, kemudian kembali menarik tatapannya tanpa menjawab sapaan Zia. Membuat senyum Zia lenyap, wajahnya berubah datar. "Regard... kau tahu, sekarang sudah jam sembilan pagi." Zia tersenyum paksa, ia mendekati diri Regard,

"Hm," respon Regard, ia menyeruput teh paginya.

"Aku tanya, kenapa kau tidak membangunkanku? Aku terlambat untuk pergi kerja Regard, kau tahu itu?"

Regard mengerjapkan matanya pelan, lalu menghela nafas, ia menatap Zia dengan tatapan yang tak bisa di artikan. "Tak ada yang berubah setelah kita menikah... aku, tetap atasanmu. Menurutmu, apa sebuah perbuatan terpuji seorang bos membangunkan karyawannya?"

"Lagipula, kau dapat cuti bulan madu selama dua minggu. Jadi, kau tidak usah repot-repot untuk berangkat kerja." Regard menaruh cangkir tehnya di atas meja kecil, lalu menjangkau koran pagi. Tak peduli sama sekali akan ekspresi wajah Zia yang tercengang.

"Cuti bulan madu?"

"Hm, pergilah berlibur... dua minggu itu waktu yang cukup lama."

Senyum Zia mengembang, "mau kemana kita?" tanya Zia dengan polosnya. Pertanyaan itu membuat Regard kembali menoleh dirinya dengan kernyitan samar di dahi.

"Apa?" tanya Zia heran.

"Aku ingin ke Jaipur," jawab Regard sambil menarik pandangannya, Zia tertawa kecil. "Baiklah, aku setuju... kapan kita berangkat?" tanya Zia antusias, "Kau tidak ikut bersamaku, aku kesana untuk bekerja. Kau tentukan liburanmu sendiri, aku tidak mau di ganggu."

Seketika Zia kehilangan senyumannya, wajah gadis itu menjadi datar. "Apa? Liburan sendiri?" tanyanya, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Begini Regard, aku..." Zia menunjuk dadanya, "serta dirimu, kita itu sudah menikah." ucapnya menunjukkan cincin pernikahannya pada Regard, "lalu... ini, adalah liburan bulan madu, bu. Lan. Ma. Du. Kau pikir kenapa bulan madu itu di sebut bulan madu? Karena ada kau sebagai bulan dan aku sebagai madu, bulan madu itu liburan setelah menikah. Kalau aku traveling sendiri ke luar negeri, itu sama saja dengan aku belum menikah."

Regard menghela mafas.

"Kalau kau merasa seperti itu, maka jangan pergi saja. Diam di rumah, dan jangan kemana-kemana."

Zia mendengus kesal. Darahnya sudah naik ke kepala, dengan kesal Zia mengambil cangkir teh milik Regard lalu meneguk isinya sampai habis, membuat Regard menatapnya lekat. "Aku tidak mau tahu Regard. Aku isterimu, dan aku akan ikut kau ke Jaipur. Aku akan pesan tiket sekarang," Zia berlalu, ia melenggang meninggalkan Regard yang masih tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat.

"Oh," Zia kembali memutar langkahnya, menghadap Regard kembali.

"Kapan kau akan berangkat?" tanyanya, Regard terdiam. Tidak menjawab sama sekali, ia hanya menatap Zia dengan lekat. Zia tersenyum miring, "tidak mau memberitahu?" ucapnya, membuat Regard mengangkat sebelah alisnya. "Baik," Zia mengangguk, "aku tidak akan pergi ke Jaipur bersamamu, aku akan di sini, tidak liburan kemanapun."

"Tapi," lanjut Zia,

"Aku akan masuk kantor, mengumumkan kabar kalau CEO mereka menelantarkan aku, isterinya. Aku akan memberitahu kalau antara aku dan dirimu, tak ada malam pertama, tak ada bulan madu, tak ada sarapan bersama dan apapun itu!" nafas Zia memburu, ia benar-benar emosi sekarang. Ia ikut menatap Regard yang masih diam saja sambil menatap dirinya. "Kau... tunggu saja itu Regard. Kau akan kubuat malu." Zia menyudahi celotehnya, gadis itu menunggu tanggapan Regard.

"Terserah." jawab Regard datar.

Mendengar kata tidak peduli dari Regard membuat Zia tercengang, ia mendengus satu kali lalu tertawa stres. Ingin rasanya ia mencabik wajah dingin di hadapannya itu. Zia memilih pergi, ia kembali masuk ke dalam kamarnya. Pandangan Zia mengarah ke cermin, menatap tulisan dengan lisptik di sana.

"Benar, aku lupa kalau pria yang begitu menyukai warna marun itu adalah pria brengsek!"

Zia tersenyum, ia mengangguk. "Iya, kau benar Zia. Regard itu pria brengsek yang tidak punya hati, kau seharusnya sudah tahu itu sejak dulu." ucap Zia menenangkan dirinya, ia menuju kasur.

"Aku ingin ke Jaipur."

Perkataan Regard mengulang di kepalanya.

"Tapi aku ingin ikut..." Zia membaringkan tubuhnya di atas kasur. Wajahnya kembali murung, ia berfikir sejenak lalu tiba-tiba bangkit dan segera berlari keluar dengan senyum sumringah.

"Aku tidak percaya aku akan melakukan ini, tapi... ini demi liburan. Demi bulan madu." Zia membuka kulkas, mengeluarkan daging ayam serta sayuran dari dalam sana.

Zia menarik nafas, "Hidup Jaipur!"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience